KPK Didesak Usut Tuntas Korupsi Reklamasi Teluk Jakarta
2016.04.06
Jakarta
Kalangan aktivis mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas kasus korupsi mega proyek reklamasi Teluk Jakarta.
Sejauh ini, KPK telah menetapkan Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta Muhammad Sanusi dan petinggi perusahaan properti Agung Podomoro Land sebagai tersangka.
"Terbongkar suap terkait perizinan semoga bisa menjadi pintu masuk bagi penegak hukum," ujar aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Donald Fariz, Selasa, 5 April 2016.
"Sehingga bisa membongkar dugaan suap lain yang dilakukan pihak swasta kepada pemerintah maupun DPRD."
Desakan sama disampaikan aktivis Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta), Muhammad Isnur.
"KPK harus teliti dan berani mengejar perusahaan lain," ujarnya ketika dihubungi BeritaBenar.
"Soalnya, kan, ada banyak perusahaan yang ikut proyek reklamasi ini."
Selain perusahaan properti kakap seperti Agung Podomoro, beberapa perusahaan lain juga terlibat dalam proyek yang rencananya membuat 17 pulau buatan. Mereka antara lain, PT Jakarta Propertindo, PT Intiland Development, dan PT Pembangunan Jaya Ancol.
"Saya menghargai kerja keras KPK dalam pengungkapan kasus ini. Jangan sampai ada deal-deal yang merugikan masyarakat dan pemerintah di masa mendatang," kata Donald Fariz.
Menilik rencana proyek, terdapat 17 pulau baru hasil reklamasi Teluk Jakarta. Setiap pulau itu memiliki luas dan ukuran berbeda, dengan Pulau M sebagai pulau terluas, yakni seluas 587 hektar.
Pulau-pulau itu nantinya dibagi menjadi tiga peruntukan. Kawasan Barat terdiri dari Pulau A, B, C, D, E, F, G, dan H ditujukan sebagai pemukiman warga. Kawasan Tengah yang terdiri dari Pulau I, J, K, L, dan M dimaksudkan menjadi kawasan komersil.
Adapun kawasan Timur terdiri dari Pulau N, O, P, dan Q bakal ditetapkan sebagai kawasan pelabuhan, industri, dan pergudangan.
Sejauh ini baru delapan pulau yang sudah memiliki izin reklamasi, yaitu Pulau C, D, E, F, G, H, I, dan K. Sedangkan sembilan lain belum ada izin reklamasi.
Ditangkap usai terima suap
Politikus Partai Gerindra Muhammad Sanusi ditangkap KPK usai diduga menerima suap Rp 1,14 miliar dari PT Agung Podomoro Land terkait pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) mengenai zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Jakarta 2015-2035 serta Raperda rencana tata ruang kawasan strategis pantai di Jakarta Utara.
Suap itu diduga untuk mempengaruhi besaran kewajiban tambahan pengembang sebesar 15 persen. Sanusi yang ditangkap, Kamis pekan lalu, terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara apabila terbukti di pengadilan tindak pidana korupsi.
Mengomentari desakan dari kalangan aktivis antikorupsi yang menginginkan KPK tak berhenti mengusut dugaan korupsi di proyek reklamasi di Teluk Jakarta, juru bicara KPK, Yuyuk Andriati memberi jawaban.
"Kami akan mendalami sejauh mana," ujar Yuyuk melalui pesan singkat.
Namun dia enggan merincikan sejauh mana penyidik KPK telah mendalami kasus tersebut.
Sebelumnya, beberapa nama lain di DPRD DKI memang disebut-sebut juga terkait korupsi reklamasi.
"Belum ada informasi," kata Yuyuk.
Proyek tetap dilanjutkan
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan akan tetap melanjutkan proyek reklamasi meski telah menyeret beberapa orang ke ranah hukum. Bahkan, tak jarang pula muncul desakan agar dirinya dijadikan tersangka.
"Reklamasi tetap jalan karena dari tahun 1995 sudah ada Keppres-nya. Dan, menurut saya, jalan saja," kata Basuki seperti dikutip dari laman Kompas.com.
Berbeda dengan Ahok --sapaan Basuki-- yang menginginkan reklamasi tetap jalan, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) semakin keras mendesak penghentian proyek tersebut.
Walhi menyatakan, terkuaknya kasus korupsi menunjukkan bahwa proyek reklamasi Teluk Jakarta menyimpan banyak masalah sejak awal.
Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, beberapa aktivis juga telah mengingatkan potensi bahaya dan penyelewenangan dalam proyek tersebut.
"Tak cuma menyimpan banyak masalah lingkungan, penangkapan (Sanusi) kemarin membuktikan proyek ini sarat korupsi," ujar Direktur Walhi, Zaenal Muttaqien kepada BeritaBenar.
"Menurut saya, gubernur juga harus diminta pertanggungjawabannya dalam kasus ini karena memberikan izin reklamasi."
Tetapi pengamat dari Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda menilai proyek ini tetap layak dilanjutkan. Korupsi yang menjerat beberapa pihak, kata Ali, merupakan efek samping yang bisa saja muncul di proyek apapun.
"Di luar itu, reklamasi sebenarnya bisa menjadi alternatif di tengah lahan yang terbatas di ibukota," ujar Ali.
"Sangat naif jika menilai reklamasi akan merusak. Sebelum reklamasi, kan, dilakukan perencanaan dana penelitian soal saluran air, pembauran ekosistem. Jadi, tak perlu menjadi ketakutan," pungkasnya.