Korban Banjir di Sulsel Mulai Diserang Penyakit
2019.01.25
Jakarta
Warga yang mengungsi akibat banjir dan longsor menerjang sejumlah kabupaten dan kota di Sulawesi Selatan (Sulsel) mulai diserang berbagai penyakit, sementara korban tewas menjadi 59 orang dan 25 lainnya masih hilang.
Seorang dokter relawan, Nurul Mustika (24) mengungkapkan, Jumat, 25 Januari 2019, bahwa banyak warga di tempat pengungsian menderita gatal-gatal, flu, dan penyakit kulit.
"Mereka mengeluhkan gatal dari lutut ke bawah dan merasa kedinginan. Beberapa juga terserang batuk pilek, kuku berjamur karena terendam air," katanya ketika dihubungi BeritaBenar dari Jakarta.
Nurul bersama puluhan dokter lain menjadi relawan di Makassar selama empat hari terakhir sejak banjir dan longsor menerjang 61 kecamatan di 13 kabupaten/kota pada Selasa lalu.
Menurut dia, terputusnya akses dari kota Makassar ke beberapa kabupaten membuat tim relawan kesulitan menjangkau lokasi yang parah terdampak bencana.
"Warga juga banyak yang bertahan di rumah, tidak mau ke pengungsian sehingga sulit diperiksa kesehatannya, keadaannya sangat tidak terorganisir," katanya.
Lokasi pemeriksaan kesehatan, tambahnya, belum maksimal karena hanya berada titik tertentu.
"Karena warga tak mau mengungsi, kami lakukan pemeriksaan apa adanya di pendopo tempat makanan disalurkan, itu juga tidak keseluruhan pemeriksaan," tutur Nurul.
Beberapa bantuan yang dibutuhkan antara lain selimut tebal karena curah hujan tinggi. "Bantuan medis lainnya sudah lengkap," tambahnya.
Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho dalam pernyataan tertulis, Jumat menyatakan, korban tewas akibat bencana di Sulsel telah bertambah menjadi 59 orang dan 25 dinyatakan hilang serta 47 lainnya luka-luka.
"Penanganan darurat bencana banjir, longsor dan puting beliung di Sulawesi Selatan terus dilakukan," katanya.
Dia menambahkan, 3.481 orang mengungsi, 79 rumah rusak dan 11.876 hektar sawah terendam banjir.
Sedangkan kerusakan sarana fisik antara lain 10 jembatan, 16,2 km jalan, 2 pasar, 12 fasilitas peribadatan, 6 fasilitas pemerintah, dan 22 sekolah.
Sutopo mengatakan longsor yang menimbulkan banyak korban meninggal dunia di Desa Pattallikang Kecamatan Manuju, Kabupaten Gowa, yaitu sudah mencapai 44 orang.
"Material longsor berasal dari bukit Pattiroang yang berada di belakang perkampungan. Saat kejadian, sisi bukit tiba-tiba runtuh disertai gemuruh," katanya.
Meskipun sudah surut di beberapa wilayah, tim SAR gabungan masih terus melakukan evakuasi, pencarian dan penyelamatan korban.
"Bantuan terus berdatangan dari berbagai pihak guna membantu penanganan darurat," kata Sutopo.
Seorang warga Makassar, Sofian (30) mengatakan banyak warga telah kembali ke rumah untuk melakukan aktivitas keseharian.
"Alhamdulillah sekarang sudah surut airnya, jadi sudah kembali ke rumah untuk bersih-bersih, sekarang sudah bisa ditempati," katanya.
Ia mengatakan curah hujan yang tinggi membuat Sulsel mengalami banjir yang ia sebut sebagai bencana terburuk dalam puluhan tahun terakhir.
BeritaBenar mencoba menghubungi Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah, tapi ponselnya tidak aktif.
Dalam siaran TV One, ia menyebut banjir dan longsor Sulsel akibat perladangan liar dan pertambangan di sekitar daerah aliran sungai yang menyebabkan kawasan konservasi menyusut sehingga daerah resapan air menyempit.
“Perladangan berpindah lebih cepat dari konservasinya. Hampir semua jagung. Dahulu menanam jagung di sawah, sekarang merambah hutan,” ujarnya.
Sementara penambangan pasir dan batu, terutama di hulu Sungai Jenebarang, katanya, telah menyebabkan pendangkalan sungai itu dan sungai-sungai lain.
“Kita harus memberikan edukasi kepada masyarakat agar hutan itu bisa menjadi lahan konservasi,” pungkasnya.