Korban Banjir Jakarta Capai 60 Jiwa Lebih
2020.01.06
Jakarta
Jumlah korban tewas karena banjir yang merendam Jakarta dan sekitarnya pada Tahun Baru bertambah menjadi 67, demikian menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Senin (6/1/2020), seraya memperingatkan warga untuk tetap waspada akan kemungkinan hujan besar dalam beberapa hari mendatang.
BNPB mencatat jumlah korban terbanyak berada di Kabupaten Bogor yaitu 17 orang, sementara 11 orang meninggal dunia di DKI Jakarta. Satu orang juga dilaporkan hilang di Kabupaten Lebak, Banten.
"Masyarakat diimbau untuk selalu waspada dengan potensi curah hujan tinggi hingga sepekan ke depan. Pemerintah daerah dan BPBD harus aktif dalam menginformasikan peringatan dini cuaca terkini kepada masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Agus Wibowo dalam keterangan tertulis.
Korban tewas lainnya tercatat di Lebak, Kota Bekasi, Kota Tangerang, Tangerang Selatan, Depok, Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi.
Secara umum, lanjut BNPB, genangan air terus menyurut hingga Senin sore ini. Namun sejumlah genangan masih terdapat di sejumlah daerah seperti Kabupaten Bekasi dengan ketinggian 20-30 cm, Kota Bekasi 20-60 cm, Kabupaten Bogor 20-30 cm, dan Jakarta Barat 20-150 cm.
"Masyarakat diimbau untuk berogotong royong dalam melakukan pembersihan di daerah-daerah resapan dan aliran air untuk mengantisipasi volume air yang meningkat ketika hujan turun," tambah Agus Wibowo.
Modifikasi cuaca
BNPB mengatakan jumlah pengungsi tercatat 36.419 jiwa, yang berada di 133 titik, dengan terbanyak di Kota Bekasi mencapai 75 titik pengungsian.
Terkait penanganan korban dan mewaspadai potensi banjir dan longsor di waktu mendatang, sebanyak 12 pemerintah daerah kini juga telah menetapkan status tanggap darurat bencana.
"Status tanggap darurat dari kepala daerah tersebut akan mempermudah pemerintah pusat dalam memberikan bantuan," kata Agus Wibowo.
Daerah yang menyematkan status tanggap darurat di wilayahnya yaitu Kota Bekasi dan Depok hingga 7 Januari; Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Indramayu hingga 8 Januari; Kabupaten Bogor hingga 16 Januari; Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kabupaten Lebak hingga 14 Januari.
Adapun Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dalam keterangan tertulis menyatakan, akan kembali menggelar operasi modifikasi cuaca guna mengurangi curah hujan di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Modifikasi ini dilakukan dengan cara menabur garam di awan hujan yang mengarah ke wilayah Jakarta dan wilayah-wilayah penunjang ibu kota seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
"Penyemaian (menabur garam di awan hujan) dilakukan agar hujan bisa jatuh di wilayah lain sebelum mencapai kawasan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi)," kata Kepala BPPT Tri Handoko Seto, tanpa memerinci waktu pasti operasi.
Operasi serupa sudah dilakukan BPPT pada Jumat pekan lalu, bekerja sama dengan BNPB, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, serta Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara.
Mereka menabur garam di awan-awan hujan di arah barat, barat laut, dan barat daya Jakarta dengan menggunakan dua pesawat Angkatan Udara yakni Cassa-212 A-2105 dan CN-295 A-2901.
Class Action
Menyusul banjir di Jakarta, sekelompok orang yang mengatasnamakan Tim Advokasi Korban Banjir DKI Jakarta 2020 berencana melayangkan gugatan perdata menuntut ganti rugi dengan mekanisme class action kepada Pemerintah Daerah DKI Jakarta.
Mereka membuka aduan bagi masyarakat ibu kota yang merasa dirugikan akibat banjir dan siap mendampingi secara hukum, dengan cara melampirkan bukti foto, daftar kerugian, waktu kejadian, dan identitas warga Jakarta.
"Hingga pagi tadi, kami sudah menerima sekitar 200 orang warga Jakarta yang siap mengajukan class action. Kami akan verifikasi lebih lanjut, apakah sudah memenuhi syarat untuk ditindaklanjuti," kata Ketua Tim Advokasi Korban Banjir, Diarson Lubis, seorang warga Jakarta kepada BeritaBenar.
Pendaftaran gugatan untuk class action bakal dibuka hingga Kamis mendatang, 9 Januari 2020.
Gugatan kepada Pemerintah Daerah Jakarta diinisiasi Diarson dan kelompoknya lantaran menduga banjir yang merendam Jakarta disebabkan kelalaian Gubernur Anies Baswedan dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan banjir.
Anies memang sempat menjadi "sasaran tembak" lantaran dinilai tidak maksimal dalam melaksanakan program penanganan banjir ibu kota, salah satunya penyelesaian sodetan (terowongan air) antara Kali Ciliwung dan Kanal Banjir Timur.
Proyek yang digagas sejak 2012 ini mangkrak setelah Pemerintah DKI Jakarta tak kunjung membebaskan lahan untuk proyek pembangunan sodetan dan belakangan menjadi perdebatan antara Pemerintah Jakarta dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
"Kami sementara berfokus (class action) kepada Pemerintah DKI Jakarta. Tapi nanti bisa saja ditarik ke pemerintah pusat," pungkas Diarson.
"Hal ini (class action) penting agar bencana buatan manusia ini tidak terus berlanjut di masa mendatang. Jadi, perlu ada upaya hukum dari masyarakat agar ada efek jera bagi pemangku kebijakan.”