Kontras: Densus 88 Langgar Tiga Aturan Terkait Kematian Siyono
2016.03.28
Jakarta
Lembaga advokasi hak asasi manusia Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) mengungkapkanl investigasi mereka menemukan sejumlah kejanggalan dalam kasus kematian Siyono.
Siyono adalah warga Dukuh Brekungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten, Jawa Tengah yang ditangkap oleh tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror, 8 Maret 2016 karena dituding terlibat terorisme. Tiga hari kemudian, dia dipulangkan dalam keadaan sudah meninggal.
Satrio Wirataru, staf divisi pembelaan hak sipil dan politik KontraS, yang diwawancara BeritaBenar, Senin, mengatakan bahwa kuat dugaan Siyono meninggal dunia secara tak wajar dan sempat mengalami kekerasan.
Satrio mengatakan, setidaknya terdapat tiga dugaan pelanggaran yang dilakukan Densus 88 ketika menangkap Siyono dan pemeriksaan yang berujung pada meninggalnya lelaki 34 tahun tersebut.
Pelanggaran aturan pertama, jelasnya, adalah prosedur administrasi yang tidak lengkap.
“Tidak ada surat pemberitahuan saat penangkapan, penggeledahan rumah dan penyitaan saat proses ini terjadi pada 8 hingga 10 Maret,” ujar Satrio.
Selanjutnya, kata dia, KontraS menemukan ada kejanggalan pada jenazah Siyono. Hal itu disimpulkan sesuai keterangan saksi mata yang sempat melihat kondisi jenazah korban dan foto-foto yang mereka ambil sebelum Siyono dikuburkan.
“Kondisi jenazah terlihat seperti mengalami penyiksaan, ada memar-memar dan mata kirinya lebam, kuku kakinya patah serta sepanjang kakinya bengkak,” jelas Satrio.
Pelanggaran aturan ketiga adalah setelah Siyono meninggal, Satrio menambahkan keluarganya diintimidasi saat orangtuanya diminta menandatangani surat pernyataan tidak akan menuntut tanggung jawab polisi atas kematian anaknya.
“Menurut orangtuanya, tidak ada penjelasan mengapa Siyono ditangkap,” ujar Satrio.
Akan bawa ke DPR
Satrio menambahkan temuan tersebut adalah hasil investigasi lapangan yang dilakukan tim KontraS beberapa hari setelah Siyono dimakamkan.
Saat itu, mereka bertemu beberapa saksi yang sempat melihat jenazah Siyono, orangtua dan istri almarhum. KontraS juga bertemu beberapa orang yang pernah mengalami salah tangkap oleh tim Densus 88 polisi karena diduga terkait terorisme.
Dari dua orang yang pernah salah ditangkap dan yang bersedia menceritakan kejadian menimpa mereka, Satrio mengatakan tim KontraS menemukan terdapat pola kesalahan prosedur dan intimidasi yang sama.
“Karena itu kami meragukan klarifikasi polisi mengenai kematian Siyono,” ujar Satrio.
Dia menyebutkan hasil investigasi mereka akan dibawa ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai masukan dalam proses revisi Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Terorisme).
“Kami akan tunjukkan fakta bahwa banyak kesalahan prosedur yang mengakibatkan kematian Siyono,” tuturnya.
“Itu masih berdasarkan UU yang sekarang. Kami khawatir bila direvisi dengan otoritas lebih kuat, akan terjadi lebih banyak pelanggaran seperti yang dialami Siyono,” tambah Satrio.
Salah satu klausul dalam revisi UU Terorisme yang banyak dikritik adalah penambahan masa penahanan bagi terduga teroris yang ditangkap dari enam bulan menjadi 10 bulan, dan penambahan masa penangkapan terduga teroris berdasarkan bukti permulaan yang cukup, dari tujuh menjadi 30 hari.
Polri membantah
Tetapi, juru bicara Markas Besar Polri Irjen. Pol. Anton Charliyan membantah tudingan yang menyebutkan ada kesalahan prosedur yang dilakukan Densus 88 dalam proses penangkapan Siyono yang berbuntut pada kematiannya.
Menurutnya, sebelum kejadian yang mengakibatkan Siyono tewas, dia didampingi dua anggota yang bertugas menyetir mobil dan mengawasinya dalam perjalanan menuju lokasi penyimpanan senjata.
Ketika borgolnya dibuka, Siyono melakukan perlawanan kepada anggota Densus 88 yang mengawalnya dan berusaha merebut senjata dari anggota Densus 88 sehingga terjadi perkelahian yang berakhir dengan tewasnya Siyono, kata Anton.
Dalam perkelahian itu, tambah Anton, Siyono terbentur sudut dalam mobil dan anggota Densus pun mengalami luka dan memar ketika berusaha menaklukkan Siyono.
“Kami berduka atas kecelakaan itu, dan kecelakaan itu bukan rekayasa. Kami pun rugi atas meninggalnya dia karena dia mempunyai keterangan kunci mengenai keberadaan ratusan senjata,” ujar Anton.
“Sangat tidak masuk akal bila kami mau menghilangkan dia karena informasi kami jadi buntu,” tambahnya.
Menurut Anton, penangkapan Siyono dan barang bukti “tumpukan senjata” yang dicari adalah hasil pengembangan dari penangkapan terduga teroris berinisial AW.