Menlu: 43 dari 1.209 WNI di Sudan berhasil dievakuasi ke KBRI
2023.04.20
Jakarta
Pemerintah menyatakan pada Kamis (20/4) bahwa baru 43 WNI yang berhasil dievakuasi ke KBRI Khartoum dari seribuan lebih warga Indonesia yang terjebak di tengah konflik di Sudan yang telah memasuki hari keenam dan telah memakan sekitar 300-an lebih korban jiwa.
"Tim KBRI sejauh ini telah mengevakuasi 43 WNI yang terjebak di lokasi pertempuran ke safe house di KBRI Khartoum," kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi saat memberikan keterangan pers, Kamis.
Jumlah WNI yang tercatat di KBRI Khartoum adalah 1.209, yang sebagian besar adalah pelajar dan mahasiswa yang bertempat tinggal di ibu kota Sudan itu.
Retno mengakui bahwa usaha evakuasi tersebut mengalami tantangan karena pertempuran antara pasukan militer Sudan Armed Forces (SAF) dan pasukan paramiliter Rapid Support Force (RSF) sejak Sabtu lalu masih terus berlangsung.
“Sekali lagi saya ingin garis bawahi bahwa keselamatan adalah prioritas utama,” kata Retno dalam press briefing di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan pemerintah terus mengupayakan evakuasi WNI yang masih terjebak di Sudan, setelah rencana gencatan senjata yang diinisiasi oleh Amerika Serikat gagal membuahkan hasil, ungkap Retno.
“Saya juga telah memimpin langsung rapat koordinasi persiapan evakuasi dengan lima perwakilan Indonesia di luar negeri, yaitu KBRI Khartoum, Kairo, Riyadh, Addis Ababa, dan KJRI Jedah. Koordinasi pada tingkat teknis atau working level akan terus dilakukan,” lanjut Retno.
Retno mangatakan pertempuran terjadi di Khartoum dan dua kota lainnya Omdurham dan Bahri.
Salah satu titik pertempuran adalah juga di Markas RFS, yang berlokasi di dekat Universitas Internasional Afrika, di mana banyak WNI bertempat tinggal.
Serangan juga terjadi pada objek vital, antara lain Istana Presiden, Markas Komando Militer dan Bandara Internasional Khartoum.
Perang dua faksi itu menyebabkan aliran listrik dan saluran air terputus sehingga membuat warga kesulitan menjalani puasa di bulan Ramadan, kata Menlu.
Banyak rumah sakit harus menghentikan kegiatannya karena tidak ada daya listrik, sementara kompleks perkantoran dan sekolah ditutup, dan banyak terjadi laporan penjarahan dan antrian panjang di toko kebutuhan pangan yang masih buka, ungkap Retno.
Menurut data WHO, korban meninggal telah mencapai 300 orang dan korban luka mencapai lebih dari 3000 orang.
Hingga saat ini, Retno mengatakan belum ada perwakilan negara lain yang berhasil mengevakuasi warga negaranya dari Khartoum, karena kondisi keamanan yang tidak memungkinkan.
Jeda kemanusiaan
Retno menambahkan, melalui perwakilan di New York, Indonesia mendesak Dewan Keamanan PBB segera melakukan pertemuan darurat untuk membahas desakan dilakukannya jeda kemanusiaan.
“Jeda kemanusiaan sangat penting artinya saat ini. Tanpa jeda kemanusiaan, maka akan sulit lakukan evakuasi dan memberikan bantuan kemanusiaan. Distribusi bahan pangan dan juga operasional rumah sakit akan terhambat,” ujarnya.
Menlu menambahkan pihaknya telah berupaya meminta perlindungan WNI kepada Kementerian Luar Negeri Sudan dengan meminta waktu bicara per telepon dengan Menlu Sudan. Namun, ujar dia, hingga saat ini belum ditanggapi.
Retno mengimbau WNI yang masih berada di Sudan dan keluarga di Indonesia untuk tetap tenang.
“Pemerintah akan berupaya sekuat tenaga semaksimal mungkin untuk memberikan perlindungan kepada warga negara kita yang berada di Sudan,” ujarnya.
Sebelumnya beberapa pihak mendesak Kementerian Luar Negeri untuk segera mengevakuasi WNI yang terancam keselamatannya akibat konflik di Sudan.
“Sangat penting untuk segera mengevakuasi seluruh WNI di Sudan termasuk para mahasiswa terdampak sampai kondisi keamanan dan politik stabil di sana,” kata Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid dalam keterangan yang diterima BenarNews beberapa waktu lalu.
Hidayat menerima laporan banyak hunian warga di sana yang berulang kali terkena peluru nyasar, dan mengalami keterbatasan logistik pangan. Padahal, ujar dia, mayoritas dari mereka sedang menjalankan puasa dan akan merayakan hari raya Idul Fitri.
“Baku tembak sudah terjadi di kawasan asrama mahasiswa dan apartemen yang banyak dihuni WNI. Warga khawatir konflik akan berkepanjangan, dan mitigasi perlu dilakukan untuk menjamin keselamatan mereka,” kata Hidayat.