Kisah Istri Terduga Teroris yang Ditangkap Densus 88 di Poso
2016.01.08
Palu
Keinginan perempuan 42 tahun itu untuk menjenguk suaminya pupus sudah karena tak diizinkan bertemu. Padahal Faizah Lakawati khusus datang bersama anaknya dari Poso ke Palu dengan maksud ingin mengetahui kondisi suaminya, Parakasi (45).
Parakasi ditahan di Markas Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah (Mapolda Sulteng) di Palu sejak pekan lalu, karena dituduh sebagai kurir kelompok bersenjata Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Santoso.
Meski didampingi Tim Pengacara Muslim (TPM), Faizah Lakawati (bukan Susilawati seperti diberitakan sebelumnya) tetap tidak bisa bertemu suaminya, yang ditangkap tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri di Desa Labuan, Kecamatan Lage, Kabupaten Poso, 31 Desember 2015 lalu.
Perempuan bercadar yang akrab disapa Umi Ifah mengisahkan penangkapan dia dan suaminya. Pagi itu sekitar pukul 10:00 WITA, dia sedang dibonceng suaminya di atas sepeda motor. Mereka sedang dalam perjalanan pulang usai bekerja di kebun karena sehari-hari pasangan suami istri itu berprofesi sebagai petani.
Lalu, dia melihat sejumlah orang berhenti di tepi jalan, seperti sedang memperbaiki sepeda motor yang rusak. Tiba-tiba dari arah belakang sebuah mobil Toyota Avanza menghalangi jalan pasangan suami istri itu. Umi Ifah dan suaminya dipaksa masuk ke dalam mobil oleh sekelompok pria bersenjata api lengkap.
"Dua orang yang perbaiki motor dan keluar dari mobil langsung menarik paksa suami saya untuk masuk ke dalam mobil. Sedangkan saya dimasukkan ke dalam mobil lain yang tiba pada waktu bersamaan," tutur Umi Ifah kepada BeritaBenar setelah gagal bertemu suaminya di Mapolda Sulteng.
Umi Ifah menuturkan, perlakuan tim Densus 88 sangat tak manusiawi dan melanggar prosedur kepolisian. Aparat keamanan tak menunjukkan surat penangkapan kepada mereka saat pasangan suami istri itu diringkus.
"Kami berdua ditarik seperti penjahat. Saat itu, suami saya coba melawan dengan mencabut parangnya karena kami anggap mereka itu perampok. Tapi tidak sempat melawan suami saya langsung dilumpuhkan. Saya sempat berteriak minta tolong tapi tidak ada yang bantu," ungkap Umi Ifah, dengan mata berkaca-kaca.
Dia baru mengetahui bahwa orang-orang yang menangkapnya tim Densus 88 setelah berada dalam mobil. Hal itu diketahuinya ketika seorang dari para pria bersenjata itu memberitahu kalau mereka tim Densus 88.
Penggeledahan
Setelah penangkapan di tengah jalan, Umi Ifah tak tahu ke mana dia dibawa karena matanya ditutup kain hitam. Tapi belum berapa jauh mobil berjalan, Umi Ifah kaget karena ternyata dia sudah sampai di depan rumahnya.
"Beberapa anggota Densus 88 turun dan langsung masuk ke rumah. Di dalam rumah hanya ada anak saya. Mereka melakukan penggeledahan. Saya tidak tahu apa yang mereka cari dan ambil dari rumah saya," ujarnya.
Saat tim Densus 88 berada dalam rumah, Umi Ifah mengaku anaknya sangat takut dan trauma berat. "Siapa yang tidak trauma kalau didatangi begitu. Apalagi mereka pakai senjata api, Jelas anak-anak ketakutan. Cara-cara seperti itu kan sangat tidak baik," paparnya.
Beberapa saat kemudian, Umi Ifah dan suaminya diangkut ke Mako Brimob Poso di Kelurahan Moengko.
"Jarak rumah saya tidak begitu jauh ke Moengko. Dalam pemeriksaan, kami tetap dipisah. Saya tidak lama diperiksa, kemudian dilepaskan. Suami saya terus diperiksa hingga dibawa ke Polda Sulteng," imbuhnya seraya menambahkan dia sangat sedih karena tidak bisa bertemu suaminya.
Dampingi keluarga terduga teroris
Seorang anggota TPM Andi Akbar mengatakan, pihaknya akan mendampingi seluruh keluarga terduga teroris yang ditangkap Densus 88. Tak hanya itu, TPM mengaku siap memberikan bantuan hukum sampai tuntas kepada mereka yang ditangkap itu.
"Yang pasti ini akan kami kawal sampai selesai. Kami menunggu hasil pemeriksaan yang dilakukan penyidik Densus. Kalau sudah selesai dan ditemukan hal-hal yang tak sesuai dengan hasil kami, sudah pasti kami akan prapengadilan,” ujarnya kepada BeritaBenar.
Menurut Akbar, sejauh ini Densus telah melakukan kesalahan dalam penangkapan orang, termasuk ketika menciduk Umi Ifah dan suaminya. Dia menambahkan bahwa selain Umi Ifah, ada dua perempuan lain ikut dalam rombongan tersebut ke Mapolda Sulteng, tapi gagal bertemu suami mereka.
"Proses penangkapan itu sudah sangat melanggar dan tak sesuai prosedur yang ada. Masak menangkap orang tanpa menunjukkan surat perintah dan tanya-tanya dulu. Yang ada mereka langsung main paksa. TPM sedang pelajari untuk ditempuh langkah hukum selanjutnya," jelasnya.
Sikap Komnas HAM
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Sulteng, Dedy Askari yang ditanya BeritaBenar, menyatakan bahwa pihaknya akan bertemu keluarga terduga teroris. Tujuannya untuk mendapat informasi terkait penangkapan yang dilakukan Densus 88.
"Kami pelajari dulu soal penangkapan. Kalau ditemukan unsur-unsur yang melanggar HAM pasti kita tindaklanjuti. Bahkan Komnas HAM bisa sampai ke jalur penuntutan terhadap Densus kalau benar melanggar HAM," tegasnya.
Dedy mengatakan, akan berkoordinasi dengan TPM Sulteng untuk mempermudah pihaknya memperoleh data dan informasi dari para istri terduga teroris tersebut.
Kepala Bidang Humas Polda AKBP Hari Suprapto yang dikonfirmasi mengatakan, pemeriksaan dan penyelidikan terkait tujuh terduga teroris yang ditangkap, akhir tahun lalu diambil alih oleh Densus 88. Dengan begitu, Polda tak dapat memberikan kebijakan terkait permintaan para istri terduga teroris untuk bertemu suami mereka.
"Kedatangan istri-istri terduga teroris itu ingin bertemu suaminya dan meminta polisi melepaskan suaminya. Itu tidak bisa kami lakukan karena segala sesuatu yang terkait kasus terorisme diambil alih Densus dan Mabes Polri," jelas Hari singkat.