Kementerian Pertahanan ajukan tambahan dana untuk tuntaskan konflik Papua

Aktivis HAM sebut tambahan alutsista justru memperpanjang konflik dengan menjadikan Papua zona militer penuh.
Arie Firdaus
2024.05.08
Jakarta
Kementerian Pertahanan ajukan tambahan dana untuk tuntaskan konflik Papua Seorang laki-laki Papua dalam pakaian tradisional dengan wajah digambari bendera Bintang Kejora yang dilarang di Indonesia, berdiri memunggungi seorang polisi saat melakukan demonstrasi menuntut referendum kemerdekaan Papua di Yogyakarta, 1 Desember 2023.
Devi Rahman/AFP

Kementerian Pertahanan telah mengajukan penambahan anggaran khusus kepada pemerintah untuk penuntasan konflik di Papua, demikian disampaikan salah satu pejabat kementerian pada Rabu (8/5).

Penambahan anggaran untuk persenjataan (alutsista) tersebut dikecam sejumlah aktivis hak asasi manusia (HAM) dengan menyebut tindakan tersebut justru akan memperpanjang konflik di wilayah paling timur Indonesia itu.

Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Donny Ermawan Taufanto dalam dalam kegiatan pembekalan perwira TNI dan Polri di Markas Komando Sekolah Staf Komando TNI Angkatan Laut di Jakarta mengatakan anggaran tambahan tersebut akan digunakan untuk melengkapi persenjataan prajurit yang bertugas di Papua, seperti sensor dan helikopter.

"Prajurit kami maupun polisi dalam hal pengenalan medan tidak sebaik OPM (Organisasi Papua Merdeka – kelompok separatis bersenjata Papua). Mereka tahu medan, fisik mereka bagus, dan saya rasa kami bisa mengatasi kekurangan tersebut dengan teknologi," kata Donny, tanpa merinci besaran tambahan anggaran yang diajukan, namun mengatakan bahwa anggaran yang diajukannya itu belum turun.

"Kami akan berikan beberapa helikopter tambahan, pesawat, peralatan sensor untuk mendeteksi, dan sebagainya," ujar Donny, yang mengatakan bahwa pendekatan ekonomi dan kesejahteraan akan tetap diterapkan di wilayah yang kaya sumber alam namun kesejahteraan penduduknya masih tertinggal dibanding provinsi Indonesia lainnya itu.

Menurut Donny, pemerintah Indonesia telah melakukan banyak hal untuk perbaikan ekonomi warga Papua.

"Pemerintahan Jokowi sebetulnya sudah bagus. Ada pendekatan kesejahteraan kepada masyarakat Papua. Berbagai jalan raya sudah dibangun dan ekonomi sudah dimajukan, tapi masih ada kadang-kadang tindakan kriminal," ujarnya.

"Jadi selain pendekatan kesejahteraan, pemerintahan juga menggunakan pendekatan keamanan."

Presiden Jokowi pada Rabu kembali menggelar rapat terbatas soal Papua dengan sejumlah menteri.

Mereka yang hadir, antara lain, Menteri Pertahanan yang juga presiden terpilih Prabowo Subianto, Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan, dan Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Ikut pula Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa dan Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmojo.

"Bappenas menyusun percepatan pembangunan Papua. Kami kan juga mengadakan pendekatan kesejahteraan di sana," kata Suharso dalam keterangan kepada wartawan di Istana Kepresidenan, sambil menyebut bahwa pendidikan dan kesehatan merupakan sektor yang menjadi perhatian.

“Salah prioritas” dan “kurang tepat”

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, Emanuel Gobay, mengatakan masyarakat sipil telah menjadi korban utama akibat rangkaian konflik bersenjata yang terjadi di Papua.

Ia merujuk fenomena masyarakat di sejumlah kabupaten yang meninggalkan daerah mereka akibat konflik bersenjata sejak 2018 di mana pada saat itu kelompok separatis menembak mati 19 pekerja konstruksi jalan raya dan seorang tentara di Nduga, Provinsi Papua Pegunungan.

Sejak 2018 sampai 2023, LBH Papua mencatat terdapat lebih dari 76.200 pengungsi dari tujuh kabupaten akibat konflik bersenjata.

Maka jika pemeritah menambah anggaran khusus untuk alutsista, Emanuel berpendapat, "Konflik justru pasti akan meningkat. Pengungsi mau bertambah berapa orang lagi?"

Alih-alih menambah anggaran untuk alutsista, Emanuel menilai Kementerian Pertahanan semestinya menggunakan anggaran tersebut untuk pemenuhan pendidikan, kesehatan, dan perumahan bagi masyarakat Papua.

Ia menyebut kasus pemutusan beasiswa pendidikan bagi beberapa mahasiswa Papua yang dilakukan pemerintah daerah dengan alasan kehabisan dana, yang semestinya bisa dituntaskan andaikata dana tambahan tersebut digunakan untuk membayar dana pendidikan para mahasiswa.

"Menurut saya, Kementerian Pertahanan salah melihat prioritas," kata Emanuel kepada BenarNews.

Peneliti Papua dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Adriana Elisabeth menilai langkah menambah anggaran khusus untuk alutsista di Papua sebagai “kurang tepat”.

Menurut Adriana, permasalahan geografis yang dijadikan alasan Kementerian Pertahanan sejatinya sudah diketahui sedari awal.

"Situasi sulit, seperti geografi berbeda, kan bukan baru sekarang dialami TNI dan Polri," ujar Adriana kepada BenarNews.

Dia menambahkan bahwa anggota TNI dan Polri yang ditempatkan di Papua jauh lebih besar dari estimasi anggota kelompok separatis bersenjata, yaitu 19 ribu berbanding sekitar 2.000 orang.

"Maka, apa tidak ada cara lain selain menambah persenjataan?"

Adriana mengkhawatirkan, penambahan anggaran untuk alutsista justru akan membuat Papua menjadi zona militer sepenuhnya.

"Di satu sisi akan menaikkan isu Papua menjadi isu internasional. Apa kita mau menjadikan itu perhatian internasional?" katanya.

BenarNews menghubungi Juru Bicara Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat sayap militer OPM, tapi belum beroleh balasan.

Konflik di Papua terus memakan korban jiwa, baik dari kalangan militer atau polisi, masyarakat sipil, serta kelompok separatis bersenjata.

Pada tahun lalu, tercatat 61 korban tewas akibat konflik, termasuk 26 anggota TNI, tiga polisi, dan 32 warga sipil, menurut TNI pada Maret. Pada tahun 2024, sejauh ini dua tentara dan tiga polisi telah terbunuh, kata militer.

Pada Januari, dua warga sipil --satu di antaranya meninggal dunia—karena ditembak pasukan gabungan TNI/Polri yang menduga mereka sebagai anggota kelompok separatis bersenjata.

Pada April, seorang anak berusia 12 tahun meninggal dunia usai terjebak dalam kontak tembak antara kelompok separatis dan pasukan TNI/Polri di Distrik Sugapa, Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah.

"Penambahan kekuatan militer dan senjata malah memperumit masalah di Papua," kata pegiat hak asasi manusia di Papua, Yones Douw, kepada BenarNews.

Yones berpendapat, pemerintah di Jakarta semestinya mempertimbangkan secara serius penyelesaian masalah Papua lewat diplomasi, seperti penuntasan masalah Aceh.

"Di sana (Aceh) bisa dilakukan, kenapa di Papua tidak?" ujar Yones.

Victor Mambor di Jayapura turut berkontribusi dalam laporan ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.