Kematian al-Baghdadi Dinilai Bisa Picu Aksi Balas Dendam Pro-ISIS
2019.10.28
Jakarta, Sabah, Malaysia, & Cotabato City, Filipina
Kematian pendiri sekaligus pemimpin Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) Abu Bakar al-Baghdadi diprediksi akan dapat memicu upaya balas dendam dari para pengikutnya di Indonesia, kata pengamat terorisme.
Aparat keamanan diminta meningkatkan kewaspadaan dana penjagaan keamanan, terutama pada sejumlah kedutaan besar negara yang terlibat dalam perburuan al-Baghdadi, seperti Amerika Serikat, Rusia, Suriah, dan Turki.
"Bisa saja ada pengikut yang nekat membalaskan dendam kematiannya, karena al-Baghdadi sangat diamini pengikutnya," kata pengamat terorisme Universitas Indonesia, Ridlwan Habib kepada BeritaBenar, Senin, 28 Oktober 2019.
"Mungkin juga ada yang terinspirasi al-Baghdadi yang meledakkan diri dengan bom rompi."
Dalam keterangannya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump memang menyebut al-Baghdadi meledakkan bom rompi sesaat setelah terdesak ketika bersembunyi di terowongan.
Lebih lanjut, Ridlwan memperkirakan ISIS bakal segera mengumumkan pengganti Abu Bakar al-Baghdadi demi menjaga keberlangsungan kelompok tersebut.
"Kepolisian tetap harus waspada. Karena meski al-Baghdadi mati, ideologinya tidak berubah," katanya.
Sedangkan pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh Lhokseumawe di Aceh, Al Chaidar menilai kematian al-Baghdadi untuk sementara bakal dapat meredam pertumbuhan simpatisan ISIS di beragam negara --termasuk Indonesia.
Musababnya, kata dia, baiat dukungan terhadap khilafah selama ini dialamatkan kepada pribadi al-Baghdadi. Perihal yang tak lagi dapat dilakukan setelah ia meninggal dunia.
"Khusus di Indonesia, mungkin akan ada yang beralih ke kelompok jihad lain, meski kemungkinan itu kecil karena di antara mereka juga saling mengkafirkan," ujar Al Chaidar.
Beberapa kelompok di Indonesia yang berafiliasi dengan ISIS pimpinan al-Baghdadi, antara lain, adalah Jamaah Ansharut Daulah (JAD) bentukan terpidana mati Aman Abdurrahman dan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso yang kini dipimpin Ali Kalora.
Adapun Jamaah Islamiyah yang terlibat dalam rangkaian bom pada tahun 2000-an, seperti rangkaian bom gereja di malam Natal pada tahun 2000 dan bom Bali pada tahun 2002 dan 2005 terafiliasi kepada al-Qaida.
"Namun menurut saya, aparat keamanan tetap harus waspada karena potensi pembelasan dendam dari simpatisan yang sudah berbaiat bisa muncul," lanjut Chaidar.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divhumas Polri Kombes Pol. Asep Adi Saputra mengatakan pengumuman kematian al-Baghdadi akan menjadi alarm waspada bagi kepolisian Indonesia meski selama ini kewaspadaan terhadap kelompok teror sudah maksimal.
"Semua jaringan yang ada, selama ini juga sudah dipantau oleh Densus 88. Tapi tetap, momen ini juga menambah kewaspadaan kami untuk mengantisipasi aksi balas dendam pendukung al-Baghdadi," ujarnya saat dihubungi.
Dari aksi terorisme di kawasan Thamrin Jakarta pada Januari 2016 yang menewakan delapan orang termasuk empat pelakunya, kasus bom bunuh diri di Surabaya pada Mei 2018 yang melibatkan dua keluarga dan sejumlah serangan terorisme pada tahun ini, semuanya terkait ISIS terutama kelompok JAD, demikian menurut kepolisian
Tidak dikenal di kalangan bawah
Tidak hanya Indonesia, negara-negara lain di Asia Tenggara juga meningkatkan kewaspadaan pasca berita tewasnya pemimpin kelompok ekstrim itu.
Di Filipina, di mana militan setempat yang terkait-ISIS melancarkan pengepungan besar yang menghancurkan kota selatan Marawi dua tahun lalu, Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana mengatakan ia yakin bahwa kematian al-Baghdadi "hanya sebuah kemunduran sesaat" bagi ISIS, mengingat jangkauan grup di seluruh dunia.
"Seseorang akan menggantikan tempatnya untuk memimpin ISIS. Mungkin tidak setenar Baghdadi,” kata Lorenzana kepada wartawan.
Para pejabat militer menempatkan pasukan di Filipina selatan yang bergolak pada tingkat kesiagaan tinggi Senin untuk kemungkinan "serangan simpati" setelah pengumuman Presiden Trump tentang kematian Baghdadi.
Tetapi Letjen Cirilito Sobejana, komandan Komando Mindanao Barat Angkatan Darat Filipina, mengatakan kepada BeritaBenar bahwa al-Baghdadi tidak dikenal di kalangan bawah kelompok-kelompok militan di negara itu.
“Di sini, di Filipina selama pembekalan penjagaan saya dari antara mereka yang telah menyerah kepada kami, mereka tidak benar-benar tahu tentang [pemimpin ISIS ini] al-Baghdadi,” kata Sobejana, menambahkan dampaknya tidak akan besar, kecuali memang ada yang menginstruksikan untuk melakukan pembalasan.
Terorisme akan terus berlanjut
Di Malaysia yang mayoritas Muslim dengan jumlah penduduk 33 juta, hanya satu serangan ISIS yang berhasil dilakukan. Namun demikian, aparat di negara jiran itu mengkhawatirkan serangan “lone-wolf”yang melibatkan individuals yang teradikalisasi melalui media online, demikian kata pemimpin unit kepolisian penanggulangan terorisme, Ayob Khan Mydin Pitchay.
"Ancaman teror akan terus ada jika kita gagal menanggulangi ideologi yang disebarkan oleh ISIS atau kelompok lain yang memiliki ideologi yang sama," katanya kepada BeritaBenar.
Sejak Januari 2018, pihak berwenang Malaysia telah menangkap lebih dari 450 orang terkait dugaan terorisme. Tetapi puluhan tersangka telah dibebaskan, menurut angka pemerintah yang dikumpulkan oleh BeritaBenar.
Serangan teror pertama terkait ISIS di Malaysia terjadi pada 26 Juni 2016, ketika sebuah ledakan granat melukai delapan pengunjung di klub malam Movida di kota Puchong dekat Kuala Lumpur.
Tetapi Malaysia juga menghadapi ancaman dari simpatisan ISIS lokal dan kelompok-kelompok militan regional, termasuk Abu Sayyaf, yang diduga anggota-anggotanya telah ditangkap selama penumpasan polisi di Sabah dalam beberapa bulan terakhir.
Malaysia telah meluncurkan patroli maritim trilateral dengan Indonesia dan Filipina setelah Abu Sayyaf dan pimpinannya Isnilon Hapilon, yang juga adalah kepala ISIS yang ditunjuk di Asia Tenggara, melakukan pertempuran Sengit di Marawi selama lima bulan dua tahun lalu.
Pertempuran Marawi menewaskan 1.200 orang itu menyoroti perbatasan Malaysia yang mudah ditembus. Analis keamanan percaya banyak pejuang asing yang bergabung dengan Hapilon menggunakan Sabah sebagai landasan untuk menembus Filipina selatan yang rawan konflik.
Militansi memiliki tradisi panjang di Asia Tenggara, termasuk di wilayah dengan penduduk Muslim di negara mayoritas non-Muslim seperti di Mindanao di Filipina selatan di Thailand selatan, di mana pemberontakan terjadi pada tahun 2004 dengan tujuan untuk memisahkan tiga provinsi di Thailand selatan (Deep South), yakni Yala, Pattani, dan Narathiwat dan berusaha menghidupkan kembali kesultanan Patani merdeka.
Tetapi pihak berwenang Thailand awal bulan ini membantah ada hubungan antara ISIS dan pemberontak di Deep South, kendati ada penangkapan baru-baru ini terhadap seorang siswa Thailand di Mesir atas dugaan menjadi bagian dari kelompok teror itu.
"Penyelidikan kami tidak menemukan hubungan antara orang-orang di tiga provinsi paling selatan dan Negara Islam (ISIS)," kata Wakil Perdana Menteri Prawit Wongsuwan kepada wartawan.
Analis keamanan Don Pathan mengatakan kepada BeritaBenar bahwa pembunuhan al-Baghdadi tidak diyakini berdampak pada kelompok-kelompok militan di Asia Tenggara.
"Kelompok-kelompok seperti Abu Sayyaf dan Maute mungkin telah menyatakan aliansi dengan ISIS," katanya, "tapi mereka beroperasi secara independen."
Dennis Jay Santos di Davao City, Filipina turut berkontribusi dalam laporan ini.