Keluarga Mary Jane, terpidana mati kasus narkotika, temui Komnas HAM

Mary Jane Veloso ditangkap pada April 2010 dengan 2,6 kg heroin di kopernya dan kemudian dijatuhi hukuman mati.
Arie Firdaus
2023.06.22
Jakarta
Keluarga Mary Jane, terpidana mati kasus narkotika, temui Komnas HAM Putra sulung Mary Jane, Mark Danielle Candelaria (berbaju putih) dan ibu Mary Jane, Celia Veloso (berbaju hijau) memberikan keterangan di kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pada Kamis 22 Juni 2023.
Arie Firdaus/BenarNews

Keluarga Mary Jane Veloso, terpidana mati asal Filipina yang menyelundupkan heroin ke Indonesia, pada Kamis (22/6) menemui Komisi Nasional Hak Asasi Manusia guna meminta lembaga tersebut memperjuangkan pembebasan Mary Jane dari eksekusi mati.

Beberapa hari menjelang eksekusi mati yang dijadwalkan pada 29 April 2015, Mary Jane mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung, namun ditolak. Setahun sebelumnya, dia mengajukan permohonan grasi kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo, tapi juga ditolak.

Eksekusi mati itu sendiri ditunda pada menit terakhir setelah Manila meminta kasus itu ditinjau kembali.

Kuasa hukum Mary Jane, Agus Salim, mengatakan pihaknya mempertimbangkan pengajuan peninjauan kembali atau grasi untuk kedua kalinya, namun akan menunggu proses peradilan dugaan perdagangan orang yang dilakukan Maria Kristina Sergio tuntas di Filipina.

Kristina merupakan orang yang menawarkan pekerjaan untuk Mary Jane di Indonesia pada 2010 dan menyediakan koper yang belakangan didapati memuat 2,6 kilogram heroin.

"Kami menunggu proses hukum di sana, apakah ada fakta-fakta yang bisa digunakan sebagai novum [bukti baru] untuk peninjauan kembali," kata Agus Salim kepada BenarNews.

Pengadilan Filipina, kata Agus Salim, berencana mendengarkan keterangan Mary Jane di persidangan, namun masih terkendala perihal bagaimana keterangannya akan diberikan.

"Teknis masih dibahas, apakah jaksa Filipina yang akan ke sini atau ia (Mary) diperiksa di Kedutaan Besar Filipina di Jakarta," lanjut Agus Salim.

Anggota keluarga Mary Jane yang datang ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), antara lain, kedua orang tuanya yakni Cesar Veloso (67) dan Celia Veloso (63) serta kedua putranya yaitu Mark Danielle Candelaria (20) serta Mark Darren Candelaria (14).

Saat Mary Jane divonis hukuman mati pada 2010, kedua putranya kala itu masih berusia masing-masing tujuh dan satu tahun.

Turut mendampingi mereka Direktur Eksekutif Filipino Migrante Center Joanna Concepcion.

Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah, yang menerima kunjungan keluarga Mary Jane, mengatakan akan menerbitkan rekomendasi kepada pemerintah yang memuat bahwa Mary Jane diduga kuat merupakan korban tindak pidana perdagangan orang.

Sejauh ini, terang Anis, pihaknya juga telah berbicara dengan komisi hak asasi manusia Filipina membahas proses persidangan Kristina di Filipina dan dalam waktu dekat akan menemui Kedutaan Besar Filipina di Jakarta untuk membahas ihwal tersebut.

"Komnas HAM akan menerbitkan rekomendasi, bahwa ada dugaan kuat ia (Mary Jane) merupakan korban perdagangan orang," kata Anis dalam keterangan pers.

Sebelum bertemu Komnas HAM, keluarga Mary Jane juga sempat mendatangi Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak.

Mereka juga sempat menemui Persekutuan Gereja-gereja Indonesia pada Rabu (21/6) guna meminta dukungan keringanan hukuman atau pembebasan Mary Jane.

Joanna Concepcion menambahkan bahwa rangkaian pertemuan dengan beberapa lembaga di Indonesia dibutuhkan demi mendorong pengurangan hukuman atau pembebasan Mary Jane.

"Proses hukumnya kan di sini sehingga kami harus berusaha keras di sini," kata Joanna kepada BenarNews.

Pemerintah Filipina secara langsung sempat meminta grasi atas Mary Jane di sela-sela pertemuan Presiden Ferdinand Marcos Jr dengan Jokowi, pada September 2022.

Sekretaris Pers Kepresidenan Filipina kala itu menyatakan, ihwal itu juga telah dibahas Kementerian Luar Negeri negaranya telah membahas kemungkinan tersebut dengan Kementerian Luar Negeri Indonesia.

Mengenai progres dari upaya Pemerintah Filipina tersebut, Joanna mengatakan, "Tidak ada kabar sampai sekarang. Tidak ada."

Wakil Menteri Luar Negeri Filipina, Eduardo De Vega, berharap otoritas Indonesia dapat mengampuni Mary Jane.

"Menurut kami, sebagai anggota ASEAN dan rekan, pemerintah Indonesia akan mengabulkan permintaan kita," kata De Vega, dikutip dari Inquirer.

"Ms Veloso punya banyak aliansi, tidak cuma pemerintah Filipina, tapi juga beberapa orang di Indonesia."

Mary Jane kini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan, Yogyakarta, kota tempat dia ditangkap pada 2010.

Kunjungan keluarga kali ini merupakan yang kedua bagi Mary Jane setelah divonis mati — pertama pada 2017.

Putra sulung Mary Jane, Danielle, mengaku senang dapat kembali menemui ibunya. Dia berharap sang ibu dapat segera dibebaskan dan kembali berkumpul bersama keluarga di Filipina.

"Saya melihat banyak dukungan terhadap ibu. Semoga ini menjadi tahun terakhir (dipenjara) dan dia bisa bergabung kembali dengan keluarga," kata Danielle.

"Saya sangat senang akhirnya bisa bersama keluarga lagi. Kami senang bisa berpelukan dan makan bersama."

Kebahagiaan serupa diutarakan Ibu Mary Jane, Celia Veloso, yang mengatakan, "Dia (Mary Jane) sangat senang bertemu kedua anaknya. Dia tidak berhenti memeluk anak-anaknya."

Celia Veloso pun berharap Mary Jane dapat segera dibebaskan agar bisa selalu bersama kedua anaknya di Filipina.

"Sangat menyakitkan bagi kami bahwa Mary Jane sudah dipenjara 13 tahun di sini, tapi hanya bisa dikunjungi beberapa kali. Saya tahu dia adalah korban perdagangan manusia."

Indonesia sampai saat ini masih mengadopsi hukuman mati, terutama untuk pidana narkotika, terorisme, dan pembunuhan berencana, hingga kejahatan terhadap negara.

Sepanjang 2022, Amnesty Internasional mencatat Indonesia telah menjatuhkan vonis hukuman mati kepada 112 orang, turun dua angka dibanding tahun sebelumnya. Dari keseluruhan angka tersebut, 105 di antaranya terlibat kasus narkotika, lima orang terlibat kasus pembunuhan, dan dua orang lainnya terlibat kejahatan seksual.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.