Keluarga Korban Tak Puas atas Hasil Investigasi Kecelakaan Lion Air
2019.10.23
Jakarta
Sebagian besar keluarga korban pesawat Lion Air JT-610, Rabu (23/10) menyatakan ketidakpuasan terhadap hasil investigasi terkait penyebab jatuhnya pesawat yang merengut jiwa seluruh seluruh awak dan penumpang Boeing 737 MAX-8 setahun lalu.
“Mereka nggak jelas rekomendasikan itu ke siapa, yang bakal diberikan sanksi siapa, yang salah siapa? Ga ada dijelaskan,” kata Happy Samsul Qomar (52), ayah dari korban Muhammad Rafi Andrian, tentang pemaparan hasil investigasi Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT) atas musibah Lion Air yang jatuh pada 29 Oktober 2018.
Ia juga mengeluhkan bahasa yang digunakan para investigator KNKT dalam menjelaskan ke pihak keluarga sulit dimengerti.
“Seharusnya menghadapi orang awam, KNKT menggunakan bahasa umum dan mudah dimengerti, tapi ini teknis sekali saya banyak yang nggak paham penjelasan mereka,” imbuhnya.
Dalam pemaparannya, KNKT menyebutkan problem mekanis dan desain dengan sistem kontrol penerbangan disebut sebagai salah satu penyebab kecelakaan. Terutama, berkaitan dengan apa yang disebut Manoeuvring Characteristics Augmentation System (MCAS) yang sejatinya untuk mempermudah terbangnya pesawat.
“Berdasarkan asumsi Boeing yang salah itu, MCAS yang bergantung pada sensor tunggal dianggap sudah tepat dan memenuhi persyaratan sertifikasi,” demikian bunyi paparan yang diperoleh BeritaBenar.
Namun, tambah laporan itu, MCAS dirancang untuk bergantung pada sensor Angle of Attack (AOA) tunggal, sehingga membuat alat tersebut rentan terhadap input yang salah dari sensor itu.
“Tidak adanya panduan tentang MCAS atau penggunaan trim lebih rinci dalam manual penerbangan manual dan dalam pelatihan pilot membuat kru penerbangan kesulitan menghadapi kerusakan tanpa adanya pedoman,” tambah paparan itu.
Disebutkan juga bahwa peringatan AOA DISAGREE tidak diaktifkan dengan benar selama pengembangan Boeing 737 MAX-8. Akibatnya, peringatan tersebut tidak muncul selama penerbangan walaupun dengan sensor AOA yang salah.
Selain itu, kurangnya dokumentasi penerbangan pesawat dan catatan perawatan (buku manual log) membuat teknisi perawatan di Jakarta dan kru penerbangan JT-610 tidak tahu mengenai adanya informasi tersebut.
“Ini membuat lebih sulit bagi masing-masing untuk mengambil tindakan yang sesuai,” sebut paparan itu.
Pemaparan KNKT kepada keluarga korban ini dilakukan dua hari sebelum hasil final penyelidikan dipaparkan ke publik .
“Hari ini khusus diadakan untuk keluarga korban agar mereka mendapatkan informasi pertama atas hasil investigasi KNKT sebelum kami umumkan nanti,” kata Wakil Ketua KNKT, Haryo Satmiko ketika dikonfirmasi BeritaBenar.
Monoton, tak ada yang baru
Kekecewaan juga tampak pada Anton Suhadi (30) yang merupakan perwakilan dari keluarga korban Rian Hariandi.
Rian adalah salah satu dari 189 penumpang dan kru di dalam pesawat naas yang jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, dalam rute Jakarta-Pangkal Pinang itu.
Menurutnya, hasil investigasi KNKT monoton dan tidak ada yang baru.
“Itu-itu saja yang dijelaskan,” katanya.
Walaupun KNKT tidak bisa menyalahkan siapapun, tambahnya, namun harapan keluarga setidaknya ada indikasi apa dan siapa yang menyebabkan kecelakaan pesawat.
“Katanya ini final tapi kami bingung, kejadian ini kenapa dan karena apa, tidak jelas,” ujar Anton.
Dalam penjelasan itu, tambahnya, disebutkan kemudi pesawat terus bergetar namun tidak dilaporkan pesawat dalam laporan kerusakan.
“Dalam hal ini KNKT dan Kemenhub tidak tegas, seharusnya diberikan sanksi kepada Lion Air,” tegas Anton.
Seperti Anton, Happy mengharapkan KNKT memberikan kejelasan terkait penyebab jatuhnya pesawat dan siapa sebenarnya yang salah, apakah Boeing atau Lion Air.
“Kalau tadi seperti mengambang saja, yang saya tangkap nampaknya ada kesalahan komunikasi pilot dan kopilot, ini bagaimana sanksinya,” ujarnya.
Selain itu, tambahnya, kondisi pesawat dinyatakan layak terbang tapi kenyataan baru beberapa saat terjadi kecelakaan.
“Jadi apa kesimpulannya apakah kesalahan dari pihak pilot, atau apa hasil dari KNKT apa rekomendasi ke pihak maskapai,” katanya.
“Seperti ada yang ditutupi pihak Lion Air, ditambah lagi ketika pihak Boeing mengaku salah, pihak Lion seperti berlindung di bawah kesalahan Boeing, padahal Lion Air juga berkontribusi salah,” tambahnya.
Namun demikian, ada juga keluarga korban yang mengatakan menerima penjelasan KNKT.
Suhendri Dwi Prasetyo yang merupakan perwakilan keluarga Joyo Nuroso mengaku ikhlas atas kejadian itu dan tak memperpanjang kasus tersebut.
“Kami tidak akan menuntut Lion atau Boeing. Tadi sudah dijelaskan dan cukup jelas kalau ada kendala teknis yang sebabkan kecelakaan itu,” pungkasnya.
Belum terima ganti rugi
Keluarga korban yang kecewa juga mempermasalahkan hal ganti rugi yang tak kunjung diberikan oleh pihak Lion Air padahal menurut mereka itu sudah menjadi kewajiban berdasarkan UU yang berlaku.
“Padahal itu hak keluarga kenapa ditunda-tunda,” ujar Anton.
Ia mengatakan tidak semua menerima hak ganti rugi dari maskapai yang memberikan alasan menunggu proses hukum yang sedang berjalan.
Sejauh ini hanya 69 korban dari 189 korban penumpang Lion Air yang sudah diberikan ganti rugi.
Seperti dilansir laman kantor berita The Associated Press, dana senilai USD50 juta telah disiapkan perusahaan Boeing untuk diberikan bagi 346 korban tewas dalam kecelakaan Boeing 737 Max-8 di Indonesia dan Ethiopia.
Petugas klaim mengatakan pihaknya sudah menerima beberapa aplikasi pengajuan dari beberapa keluarga dan batas untuk pengajuan dana kompensasi adalah 31 Desember 2019.