Kelompok hak asasi kecam pemenjaraan aktivis penolak tambang emas di Banyuwangi
2023.03.27
Jakarta & Malang
Lembaga hak asasi manusia dan lingkungan pada Senin (27/3) mengecam pemenjaraan aktivis lingkungan yang menolak tambang emas di Jawa Timur sebagai tindakan yang mengancam kebebasan dan meminta Presiden untuk memberikan amnesti kepadanya.
Heri Budiawan, alias Budi Pego, warga Gunung Tumpang Pitu, Banyuwangi, ditangkap pada Jumat pekan lalu untuk menjalani putusan Mahkamah Agung (MA) yang menambah hukumannya menjadi 4 tahun penjara pada 2018 atas tuduhan menyebarkan propaganda komunisme, dari sebelumnya 10 bulan.
Hukuman tersebut telah berkekuatan hukum tetap sejak Desember 2018, tapi baik Budi dan kuasa hukumnya belum pernah sekali pun menerima salinan putusan MA, kata aktivis hak asasi manusia.
"Kami sangat menyesalkan penangkapan itu dan menilainya sebagai upaya mengkriminalisasi dan membatasi ruang geraknya dalam melakukan advokasi tambang," kata anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Anis Hidayah kepada BenarNews.
"Masih ada upaya PK (peninjauan kembali) dan kami akan mendorong untuk itu," tambah Anis.
Kecaman sama disuarakan kelompok hak asasi Amnesty International Indonesia yang menilai penangkapan tersebut sebagai wujud semakin sempitnya kebebasan bagi warga yang berupaya melindungi lingkungan.
"Penangkapan itu bisa memicu efek gentar bagi siapa saja yang memiliki pendapat berbeda dari kebijakan negara, terutama warga dan masyarakat yang berjuang menyelamatkan lingkungan," kata Direktur Eksekutif Amnesty di Indonesia, Usman Hamid, dalam keterangan tertulis.
Potongan video penangkapan Budi yang direkam oleh menantunya yang tersebar di kalangan aktivis lingkungan memperlihatkan Budi yang saat itu baru tiba di rumahnya dari mencari rumput untuk sapi peliharaannya tampak pasrah saat sekitar 20-an orang berpakaian preman menggelandangnya ke mobil.
Budi sempat menanyakan alasan penangkapannya pada pukul 17.00 WIB, 23 Maret 2023 itu. “Saya petugas dari Polres Banyuwangi,” kata salah seorang dari mereka sembari menunjukkan surat penangkapan dalam map merah yang dikeluarkan Kepolisian Resor Kota Banyuwangi.
Para penangkap Budi mengendari empat minibus dan salah satu mobil masuk ke dapur dalam penangkapan yang berlangsung cepat dan disaksikan juga oleh istri Budi, Indah, dan putri mereka.
Sesama pejuang lingkungan lainnya, Nur Hidayat menyambangi rumah Budi Pego sejam setelah penangkapan.
“Istri Mas Budi, Mbak Indah selalu menangis saat ditanya kejadian penangkapan,” ujar Nur kepada BenarNews. Budi Pego dan Nur Hidayat sama-sama menolak penambangan emas di Tumpang Pitu Banyuwangi. Hingga kini, keduanya tetap berkomitmen menolak tambang.
Tuduhan komunisme
Kasus Budi bermula pada Maret 2017, tatkala ia dan beberapa orang menolak keberadaan tambang emas di desa mereka. Mereka kemudian melancarkan protes dengan memasang sejumlah spanduk di beberapa titik.
Namun ia justru dituduh menyebarluaskan ajaran komunisme, Marxisme, dan Leninisme karena dalam salah satu spanduk termuat logo serupa palu arit.
Dalam wawancara dengan BenarNews pada Juli 2018, Budi mengaku tidak pernah membuat spanduk yang dijadikan dasar sangkaan pidananya itu karena tidak paham perihal komunisme. Ia juga menyebut tentara dan polisi mengetahui semua spanduk yang mereka pasang tidak memuat hal tersebut karena turut mendampingi pemasangannya.
"Mereka bilang spanduk itu menjadi alat bukti yang sedang diburu. Saya dijerat hanya dengan foto yang menunjukkan spanduk yang tak pernah saya buat," kata Budi kala itu.
Pada Mei 2017, Budi bersama tiga warga lain diperiksa oleh kepolisian setempat dan ditetapkan sebagai tersangka penyebarluasan paham yang dilarang di Indonesia tersebut.
Budi menjalani sidang perdana pada September 2017 dan divonis 10 bulan penjara pada Januari 2018 oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi, namun sepanjang persidangan jaksa tidak pernah menghadirkan spanduk yang disebut memuat logo palu arit tersebut.
Dua bulan berselang, Pengadilan Tinggi Jawa Timur memperkuat putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi.
Budi lantas mengajukan kasasi, namun MA menambah hukumannya menjadi 4 tahun.
Sejak putusan tersebut diterbitkan, Budi mengatakan belum pernah sekali pun menerima salinan putusan kasasi MA. Walhasil, tambah Usman, "Kami mendesak agar Heri (Budi) segera dibebaskan tanpa syarat!"
“Eksekusi biasa”
Juru Bicara MA, Suharto, menepis tudingan kriminalisasi terhadap Budi dan mengatakan bahwa semua warga negara merupakan subjek hukum sehingga siapapun yang melawan hukum bisa diproses.
“Semua orang dimata hukum sama, jadi siapapun baik menteri, anggota DPR, aktivis HAM dan lingkungan memiliki kedudukan sama tidak berbeda di mata hukum,” kata Suharto kepada BenarNews, seraya menambahkan bahwa MA siap menggelar sidang PK secara terbuka andaikata Budi mengajukannya.
Mengenai eksekusi yang berselang beberapa tahun usai putusan dibacakan, Suharto berdalih MA tidak pernah menunda eksekusi.
"Terkait eksekusinya kenapa baru sekarang? Kalau petikan putusan, dia bisa dieksekusi tanpa menunggu salinan. Tapi untuk kepastian waktu eksekusi itu kewenangan jaksa, jadi sebaiknya ditanyakan jaksa sebagai eksekutornya,” kata Suharto.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Banyuwangi Mardiyono menyampaikan bahwa tidak ada alasan khusus kenapa baru saat ini hukuman untuk Budi dilaksanakan.
“Eksekusi biasa, tidak ada alasan khusus. Jaksa punya tunggakan eksekusi. Tidak hanya Budi Pego, ada perkara lain juga,” ujar Mardiyono kepada BenarNews. Sedangkan jaksa yang menangani perkara telah mutasi ke wilayah kerja lain. Sehingga setelah dua tahun, jaksa baru melaksanakan eksekusi.
“Polisi membantu menjemput Budi Pego. Ada permintaan tertulis kepada polisi,” ujarnya, mengatakan bahwa bahwa kejaksaan meminta bantuan polisi untuk membantu mengeksekusi atas putusan tingkat kasasi MA terhadap terpidana Budi Pego.
Hak pejuang lingkungan
Berdasarkan catatan Amnesty International, sepanjang Januari 2019 hingga Mei 2022, setidaknya terdapat 37 kasus penyerangan terhadap pembela lingkungan hidup dan hak atas tanah di Indonesia, dengan korban mencapai 172 orang. Catatan korban terbanyak terjadi pada 2020 yakni 79 orang.
Ditambahkan Anis, Budi Pego sejatinya tidak dapat dieksekusi karena haknya sebagai pembela hak asasi manusia dijamin oleh Deklarasi Pembela HAM dan undang-undang di Indonesia.
"Kami meminta Presiden Jokowi (Joko Widodo) untuk memberikan amnesti kepada Heri," kata Anis.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur Wahyu Eka Setyawan menilai, perkara yang menyeret Budi memang cenderung mengada-ada sedari awal.
"Anehnya eksekusi dijalankan setelah 4 tahun putusan menggantung hak-hak Heri. Bahkan sampai hari ini, tim kuasa hukum belum menerima salinan putusan, tapi dengan semena-mena ia ditahan," kata Wahyu dalam keterangan kepada BenarNews.
"Ini menunjukkan bahwa Indonesia belum serius berkomitmen melindungi hak-hak warga negara, terutama sektor lingkungan hidup padahal sudah ada aturan perlindungan pengelolaan hidup," ujar Wahyu.
Undang-undang tentang lingkungan hidup menyatakan bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut pidana maupun perdata.