Komitmen Bersama, Wujudkan Kampung Bebas Asap Rokok di Surabaya
2016.09.15
Surabaya
Bagi Sri Minarti tinggal di Bulaksari 7 adalah anugerah besar karena kampungnya berhasil menciptakan kawasan bebas asap rokok di Surabaya, Jawa Timur, selain terus konsisten dengan gerakan penghijauan.
“Kampung kami telah bebas asap rokok sejak 6 tahun lalu,” ujar perempuan 45 tahun yang menjadi pencetus kampung bebas asap rokok, yang juga ketua Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) setempat, saat disambangi BeritaBenar di Kampung Bulaksari 7, Selasa, 13 September 2016.
Menurut Sri, Peraturan Daerah Kota Surabaya tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok menjadi pemicu awal.
Aparat RT 7/RW 6 Bulaksari 7 sangat mendukung. Kampung ini dihuni 67 Kepala Keluarga (KK) atau 231 jiwa yang sebagian besar berprofesi sebagai karyawan swasta.
Ketua RT 7/RW 6, Prayitno (tengah), berkumpul dengan warga Kampung Bulaksari 7 Surabaya, Jawa Timur, 13 September 2016. (Yovinus Guntur/BeritaBenar)
Ketua RT 7/RW 6, Prayitno mengatakan warga taat terhadap aturan ini meski masih juga yang merokok. Yang sering mempersoalkan adalah orang luar.
Selama enam tahun, jelas Prayitno, setidaknya ada 125 teguran diberikan kepada pendatang.
"Semua yang ditegur warga luar kampung, seperti pedagang, sales dan yang melintas. Respon mereka saat ditegur, ada yang marah dan ada yang mengaku tidak tahu. Teguran itu kami catat di buku teguran," ujarnya.
Asbak besar dirusak
Menjadikan Bulaksari 7 sebagai kampung bebas asap rokok bukan pekerjaan mudah. Selama 6 tahun, banyak peristiwa dan “teror” dialami, di antaranya perusakan asbak rokok yang terletak di depan, tengah dan belakang kampung.
Asbak besar sengaja diletakkan di setiap pintu masuk kampung agar tamu mematikan rokoknya sebelum masuk ke kampung.
“Sudah tiga kali asbak besar yang disediakan dirusak. Karena kami perbaiki lagi, perusaknya mungkin bosan juga,” ungkap Sri sambil tersenyum.
Meski menerapkan aturan bebas asap rokok, tapi tak memberikan sanksi bagi yang melanggar. Mereka hanya diberi pemahaman terhadap aturan yang telah disepakati bersama.
Aturan ini, kata Sri, juga berlaku bagi warga yang membuka toko atau warung. Semua toko yang ada di Bulaksari 7, tidak ada satupun yang menjual rokok.
Bagi warga perokok, mereka secara sadar akan keluar kampung untuk merokok, seperti di depan gapura.
Agus, warga setempat yang perokok, tak mempermasalahkan aturan di kampungnya. Baginya, aturan tersebut baik, terutama untuk kesehatan anak-anak.
Agus mengaku saat ingin merokok, ia cukup keluar rumah menuju asbak besar di ujung gang.
"Kebetulan saya bukan tipe perokok berat. Jadi merokok saat ingin saja. Pas inginnya di rumah, ya tinggal jalan saja ke ujung gang," cetusnya.
Lain lagi cerita Hasan. Pemuda berusia 21 tahun ini seringkali "mencuri" kesempatan merokok dalam kamarnya.
"Saya merokok dalam kamar biasanya saat tengah malam. Meskipun di luar rumah sepi, saya tidak ingin melanggar kesepakatan yang ada," tegasnya.
Bahaya rokok
Sri mengatakan, kampung bebas asap rokok seharusnya tidak hanya ada di Bulaksari 7, tetapi di seluruh Surabaya, karena rokok sangat berbahaya bagi kesehatan dan perkembangan anak.
“Warga kami awalnya ada yang sakit karena rokok. Mereka yang sembuh dan berhenti merokok biasanya memberi kesaksian dan pemahaman tentang rokok,” jelasnya.
Beberapa daerah di Indonesia antara lain Banda Aceh dan Jakarta juga memberlakukan lingkungan bebas asap rokok di area publik seperti rumah sakit, kantor pemerintah dan tempat umum lain. Ada yang berjalan, tetapi banyak juga dilanggar.
Dampak bahaya rokok juga diungkapkan dosen Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Yudhiakuari Sincihu. Menurutnya, dalam satu batang rokok terdapat 4.000 sampai 7.000 senyawa kimia yang berbentuk partikel dan gas.
Pria yang akrab disapa Yudhi ini mengatakan, setiap bungkus rokok selalu ditulis nikotin dan tar.
“Dua unsur ini sering dianggap yang paling berbahaya, padahal banyak partikel lain yang lebih berbahaya,” ujarnya.
“Senyawa kimia lain dalam sebatang rokok adalah sianida, metanol, arsenik dan bahan baku kutek kuku. Senyawa inilah sangat buruk bagi kesehatan.”
Rokok juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah dan membuat denyut jantung naik. Seluruh sistem tubuh, seperti jantung, ginjal, hati dan saluran darah akan terganggu.
Rokok juga membahayakan lingkungan. Bagi para perokok pasif, katanya, mereka lebih rentan tiga kali lipat terhadap penyakit kanker paru dan jantung koroner.
“Sedangkan anak yang berada di lingkungan perokok, akan mengalami gangguan pertumbuhan dan kecerdasannya,” tutur Yudhi.
Komitmen bersama
Berdasarkan riset Atlas Tobbacoy, Indonesia menduduki rangking satu jumlah perokok tertinggi di dunia. Setelah itu berturut-turut disusul Rusia, China, Filipina, dan Vietnam.
Total ada 90 juta warga perokok di Indonesia dengan rincian dua dari tiga pria Indonesia adalah perokok. Usia perokok pemula di Indonesia dimulai dalam rentang usia 10 – 14 tahun.
Walikota Surabaya, Tri Rismaharini mengatakan bahwa keberadaan kampung bebas asap rokok membuktikan jika ada kemauan untuk komitmen bersama, tidak diperlukan aturan pemerintah.
Pemerintah, kata Risma, hanya perlu berkomunikasi dengan warga sampai masyarakat merasa teredukasi akan nilai-nilai, mau bergerak sendiri, dan tidak tergantung pada pemerintah.
"Intinya warga harus memahami kebutuhan mereka sendiri dan melakukan gerakan bersama," ujarnya seraya berharap akan banyak lagi kampung bebas asap rokok di Surabaya.