Kaltim Evaluasi Izin Tambang Batu Bara

Gunawan
2016.05.13
Balikpapan
160513_ID_CoalMine_1000.jpg Areal pertambangan PT Kaltim Prima Coal di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Foto direkam, 12 Februari 2014.
Dok. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim

Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) sedang mengevaluasi 1.165 izin pertambangan batu bara yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten dan kota dalam sepuluh tahun terakhir di provinsi itu.

"Evaluasi ini untuk membenahi perizinan, tumpang tindih lahan hingga peruntukan izin analisa dampak lingkungan," kata Kepala Biro Humas Pemprov Kaltim, Tri Murti Rahayu kepada BeritaBenar, Jumat, 13 Mei 2016.

Dia menambahkan bahwa dasar hukum yang digunakan adalah Peraturan Gubernur (Pergub) tentang evaluasi izin pertambangan batu bara yang dikeluarkan tahun 2015 setelah kewenangan penerbitan izin tambang diserahkan kepada provinsi.

"Dua perusahaan tambang batu bara langsung dibekukan begitu Pergub dikeluarkan karena melanggar izin amdal lingkungan dengan melintasi area konservasi Sungai Kedang yang menjadi habitat satwa pesut mahakam," jelas Tri Murti, “sekarang tak ada tambahan izin baru setelah dikeluarkan moratorium.”

Menurut Tri Murti, Pemprov Kaltim juga menggandeng Komisi Pemberantan Korupsi (KPK) guna melakukan penindakan hukum terhadap perusahaan pertambangan yang memiliki piutang pembayaran kewajiban pajaknya.

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kaltim, Amrullah, menambahkan terdapat 150 izin tambang di daerah itu yang belum mengantongi sertifikat clear and clean (CNC).

Sebanyak 32 izin tambang masih dalam tahap evaluasi CNC dari Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Tanggal 12 Mei 2015 adalah batas akhir melengkapi sertifikasi CNC di kementerian tersebut.

“Pemprov Kaltim akan menerbitkan Surat Keputusan pencabutan izin tambang yang belum mengantongi sertifikasi CNC sesuai evaluasi Kementerian ESDM. Kami masih berkoordinasi dengan Kementerian dalam penindakan perusahaan tambang ini,” tegasnya.

Berusaha tingkatkan produksi

Di saat Pemprov sedang mengevaluasi izin tambang, dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Merah Johansyah, mengungkapkan bahwa dari pemantauan yang mereka lakukan, beberapa perusahaan malah berusaha meningkatkan produksi untuk menyiasati rendahnya harga di pasaran.

Perusahaan-perusahaan Perjanjian Karya Pengusahaan Batu Bara (PKP2B), katanya, berusaha meningkatkan produksi dengan memperluas area eksploitasi sehingga penerapan moratorium tambang nyaris tidak berguna bagi pelestarian lingkungan.

“Padahal perusahaan PKP2B adalah penyumbang kerusakan lingkungan paling besar. Izin konsesi pertambangan luas dan produksi mencapai puluhan juta metric ton per tahun. Selain moratorium, semestinya peningkatan produksi juga dihentikan,” tegas Merah kepada BeritaBenar.

Dia menyontohkan peningkatan produksi PT Indominco Mandiri yang mengancam kelestarian Sungai Santan di Kecamatan Maran Kayu, Kabupaten Kutai Kartanegara. Demi kandungan batu bara di bawahnya, katanya, Indominco berniat memindahkan 10 kilometer aliran air sungai ke lokasi lain.

Sungai Santan menjadi urat nadi bagi kehidupan masyarakat tiga dusun yaitu Santan Hulu, Santan Tengah, dan Santan Hilir. Aliran Sungai Santan berguna sebagai sumber air minum warga, irigasi pertanian, perkebunan, dan sumber ikan nelayan.

Kepala Humas PT Indominco Mandiri, Muhammad Nasution, menyatakan pihaknya memang berniat meningkatkan produksi batu bara menjadi 20 juta metric ton dari sebelumnya 15 juta metric ton, untuk menyiasati rendahnya harga batu bara yang berada di kisaran $US50 per ton.

Namun, katanya, Indominco sudah membatalkan rencana peningkatan produksi ini setelah ada penolakan warga. Apalagi Gubernur Kaltim membatalkan rekomendasi amdal lingkungan eksploitasi Sungai Santan.

“Karena tidak disetujui, akhirnya kami membatalkan peningkatan produksi,” ujar Muhammad saat dikonfirmasi BeritaBenar.

Merah juga menyebutkan pengusiran 55 kepala keluarga Suku Dayak Basap karena PT Kaltim Prima Coal (KCP) berniat membuka lahan baru pertambangan di Bengalon, Kutai Timur, yang merupakan tanah adat Dayak Basap.

“KPC sedang berkonflik dengan masyarakat. Mereka mengusir keberadaan warga Dayak Basap dengan berbagai cara,” tuturnya.

Menanggapi pernyataan dinamisator Jatam itu, Manager External Relation PT KPC, Hasrul Sani, yang dikonfirmasi BeritaBenar menyatakan bahwa pihaknya mengikuti prosedur yang berlaku dalam upaya peningkatan produksinya.

“Kami menerapkan upaya persuasif dalam pemindahan warga yang bermukim di wilayah izin pertambangan di Bengalon,” ujar Hasrul.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.