Pengamat: Kabinet gemuk Prabowo berpotensi bebani keuangan negara
2024.10.22
Jakarta
Jumlah anggota kabinet Presiden Prabowo Subianto yang lebih dari seratus orang kemungkinan akan membebani keuangan negara dalam lima tahun pemerintahannya, menurut para pakar.
Presiden Indonesia kedelapan tersebut telah resmi melantik 48 menteri, lima pejabat setingkat menteri dan 56 wakil menteri dalam susunan Kabinet Merah Putih periode 2024–2029 di Istana Negara, Jakarta, Senin (21/10).
Dalam total anggota kabinet yang mencapai 109 orang itu, Prabowo memecah sembilan kementerian pada pemerintahan sebelumnya, menjadi 21 kementerian baru.
Presiden juga membentuk tujuh kementerian koordinator, yaitu bidang politik dan keamanan, hukum dan HAM, imigrasi dan pemasyarakatan, perekonomian, pembangunan manusia dan kebudayaan, infrastruktur dan pembangunan kewilayahan, dan pemberdayaan masyarakat serta pangan.
Dosen politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, mengatakan kabinet hasil kemenangan pemilu Februari lalu itu berpotensi membebani keuangan negara.
Jumlah kementerian yang melonjak menjadi 48, dari sebelumnya 34 di bawah kepemimpinan Presiden Joko “Jokowi” Widodo, akan membutuhkan anggaran yang tidak sedikit, kata Hendri.
Dengan lebih dari 100 menteri, wakil menteri dan kepala badan dinilai akan sulit memulai pemerintahan yang efektif dalam waktu dekat karena kementerian-kementerian baru membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri, ujar Hendri.
“Baru kerja normal tahun ke-3”
Beberapa kementerian, ungkap Hendri, bahkan memiliki dua atau tiga wakil menteri sekaligus, seperti di kementerian luar negeri.
Selain itu, perubahan lain terjadi di kementerian tersebut yang setelah 23 tahun dipimpin diplomat karier, kini diduduki kader partai Gerindra, yaitu Sugiono – memiliki tiga wakil menteri, yaitu Anis Matta dari Partai Gelora dan sebelunya adalah pimpinan Partai Keadilan Sejahtera, dan dua lainnya diplomat karier, Havas Oegroseno dan Arrmanatha Nasir.
“Kabinet ini mungkin baru bisa berjalan normal tahun ketiga. Tahun satu-dua itu biasanya untuk adaptasi dan sosialisasi seperti gedung baru dan nomenklatur baru,” kata Hendri dalam sebuah diskusi di Jakarta baru-baru ini.
“Tahun ketiga baru dilaksanakan program sementara tahun keempat sudah persiapan pemilu lagi.”
Oleh karenanya, kata dia, pemerintahan ini terkesan didesain untuk dua periode sehingga dibutuhkan evaluasi ketika dinilai gagal dalam beberapa waktu ke depan.
“Apakah mereka bisa selamatkan APBN? Saya ragu. Justru mereka ini yang mampu mengakali APBN. Kabinet yang baru dibentuk ini sangat gemuk dan sulit untuk bergerak dari kapasitas juga terkesan kompromistis,” kata dia.
Pembengkakan dana
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Muhammad Rizal Taufikurahman mengatakan hal senada terkait penambahan kementerian menjadi 48 dari 34 kementerian di era sebelumnya yang akan menambah alokasi anggaran.
“Ini menjadi beban baru bagi APBN. Kabinet gemuk akan punya tantangan sendiri apalagi di 100 hari pertama harus bisa buktikan bagaimana kelola kementerian dimonitoring, berkaitan dengan kinerja yang dicapai,” kata dia.
Peneliti di Paramadina Public Policy Institute, Septa Dinata, mengungkapkan pesimisme karena koalisi super gemuk ini merupakan kabinet terbesar di dunia dan mencetak sejarah dengan 53 menteri dan kepala badan
“Ini menjadi tantangan tersendiri bagi presiden baru bagaimana mengawasi dan memastikan, bekerja sesuai dengan tupoksi (tugas pokok dan fungsi). Belum lagi masalah overlapping antar lembaga,” kata dia.
Amerika Serikat, dengan populasi sekitar 346 juta orang hanya memiliki 15 eksekutif departemen setingkat kementerian. Sementara China sebagai negara dengan populasi terbesar di dunia dengan 1,4 miliar penduduk hanya memiliki 21 kementerian.
Pakar Politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor menambahkan pembentukan kabinet semacam ini merupakan pemborosan anggaran belanja.
Firman memperkirakan ada kenaikan sekitar Rp 390 miliar per tahunnya untuk menopang pengeluaran seperti pengadaan gedung, fasilitas, gaji dan tunjangan pegawai yang mengisi kementerian baru tersebut.
“Keberhasilan kabinet ini sangat bergantung pada kepemimpinan Prabowo. Jika tidak efektif, kabinet berisiko menghasilkan kebijakan yang tidak terkoordinasi dengan baik,” ujar dia dalam sebuah wawancara dengan BenarNews.
Peneliti Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Galau D. Muhammad, mengatakan sangat jauh untuk bisa berpikir kabinet ini akan menyerupai target kabinet zaken yang siap kerja karena berdasarkan analisis kabinet tersebut sarat akan kepentingan balas budi.
Studi CELIOS menunjukkan bahwa mayoritas nama yang mengisi jabatan kabinet berasal dari politisi partai pengusung atau pendukung Prabowo-Gibran. “Secara kumulatif, 72 persen dari jumlah pejabat merupakan pendukung Prabowo-Gibran dalam pemilu 2024 kemarin. Kondisi ini menunjukkan bagi kursi kabinet diperuntukkan sebagai ajang balas budi politik,” ujar dia kepada BenarNews.
Galau mengatakan berdasarkan analisa CELIOS, ada potensi pembengkakan anggaran hingga Rp1,95 triliun selama lima tahun ke depan akibat koalisi gemuk atau Rp 777 miliar per tahunnya untuk gaji, anggaran dan biaya operasional.
Angka ini, ujarnya, belum termasuk beban belanja barang yang timbul akibat pembangunan fasilitas kantor lembaga baru.
Galau menambahkan kerugian yang dihadapi negara akibat koalisi gemuk tak hanya sebatas pada pemborosan fiskal, tapi juga memperlebar angka ketimpangan.
Dia mengatakan bahwa meskipun angka Rp1,95 triliun kecil dibanding total anggaran APBN Rp 3.000 triliun, tapi jika dilihat lagi nama menteri ada yang memiliki perusahaan, dan ada yang berafiliasi dengan BUMN.
“Ini bisa menciptakan ketimpangan baru di masyarakat karena pejabat itu mendapatkan keuntungan ganda dari posisi kekuasaannya,” ujar Galau.
‘Kabinet yang lebih fokus”
Menanggapi hal tersebut, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi mengatakan Indonesia merupakan negara besar sehingga butuh kabinet yang jauh lebih fokus.
"Sebetulnya bukan kabinet gemuk, melainkan kabinet yang jauh lebih fokus," kata Hasan di Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin (21/10).
Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan akan mempelajari terkait dampak yang dikhawatirkan ini. “Nanti kita pelajari dulu ya,” katanya usai dilantik, kemarin di Istana Kepresidenan.
Dalam Pidato kenegaraan pertamanya usai dilantik, Presiden Prabowo mengajak jajarannya untuk tidak menutup mata atas kebocoran anggaran yang kerap kali terjadi seperti korupsi dan penyimpangan kolusi di antara para pejabat politik.
“Kita harus menghadapi kenyataan, bahwa masih terlalu banyak kebocoran penyelewengan korupsi di negara kita. Ini adalah yang membahayakan masa depan kita dan masa depan anak-anak kita dan cucu-cucu kita,” ujar dia.