Pengamat: Konflik Dalam Kabinet Karena Lemahnya Posisi Jokowi

Dewi Safitri
2015.11.09
Jakarta
kabinet kerja jokowi-kala Presiden Joko Widodo saat mengumumkan susunan Kabinet Kerja Jokowi – JK pada 26/10/2014 di Istana Negara, Jakarta.
AFP

Ketidakkompakan dalam Kabinet Kerja Presiden Joko “Jokowi” Widodo mulai terlihat sejak beberapa bulan terakhir. Sejumlah menteri saling bersilang pendapat. Bahkan, nyaris berkonflik secara terbuka.

Sehari setelah dilantik 12 Agustus lalu, Menteri Koordinator Kemaritiman, Rizal Ramli mengkritik Menteri BUMN Rini Suwandi terkait rencana pembelian 35 unit pesawat Airbus-350 untuk maskapai plat merah, Garuda.

Berikutnya, Rizal juga mengkritik program penyediaan listrik 35.000 megawatt yang dibebankan pada Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Menurutnya, proyek ini terlalu ambisius dan berpotensi gagal.

Menteri ESDM Sudirman Said yang tak menggubris kritikan disebutnya “keblinger”. Malah, Wakil Presiden Jusuf Kalla yang membalas kritik Rizal, ditantangnya dalam “debat terbuka”.

Belakangan Rizal mempersoalkan pula besaran tarif listrik, direksi Pelindo dan beberapa hal lain.

Presiden Jokowi rupanya tak nyaman dengan sikap kritis semacam ini. Dalam sidang kabinet 2 November lalu, dengan wajah gusar, presiden memperingatkan menteri agar tak ribut di depan publik.

"Silakan menyampaikan kalau setuju atau tidak setuju dalam rapat. Jangan sampai sudah diputuskan dalam rapat di luaran masih ada yang berbunyi tidak setuju," ujar Jokowi dengan nada dingin di depan sidang yang diliput wartawan.

Sangat mengganggu

Ketidakkompakan para menteri, menurut pengusaha Sofyan Wanandi, bukan hanya membuat presiden tak nyaman, tetapi juga kalangan pelaku bisnis.

"Sangat mengganggu dunia usaha. Saya sudah sampaikan sejak beberapa bulan lalu, ini memberi sinyal membingungkan. Antar-menteri beda pendapat kurang bagus," kata Sofyan, yang juga anggota penasehat ekonomi presiden.

Dia memuji teguran keras Jokowi dan mendukung penggantian menteri apabila sikap mau ribut tak kunjung berubah.

"Menteri itu pada kegenitan sendiri-sendiri. Saling berbantah itu untuk menunjukkan bahwa dia lebih hebat di antara yang lain," sindir Sofyan tanpa merinci siapa menteri yang dimaksudnya.

Saling serang di antara para menteri, tambahnya, membuat dunia bisnis dan industri meraba-raba arah kebijakan pemerintah meski sudah resmi diumumkan. Akibatnya, ekonomi tak berjalan cepat karena pengusaha memilih bersikap “lihat dan tunggu”.
Sofyan menduga para menteri kerap bentrok karena Jokowi belum cukup mengenal sosok yang cocok untuk membantu kinerjanya.

Tapi anggota tim komunikasi istana, Eko Sulistyo menyatakan, percekcokan antara para menteri menunjukkan pola komunikasi yang tak lancar di bawah koordinator kementerian.

"Kan ada empat posisi Menko, nah itu mestinya jadi simpul koordinasi antar-menteri di bawah Menko," katanya kepada BeritaBenar, akhir pekan lalu.

Posisi lemah

Keributan terakhir dalam kabinet menyeruak ketika Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pujiastuti memprotes Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Thomas Lembong yang membuka keran impor berbagai produk, mencakup makanan olahan berbahan ikan termasuk tongkol dan teri beku.

Susi yang sedang gencar mengatrol produksi ikan dan membatasi masuknya produk pesaing ke pasar lokal, jengkel. Permendag itu dianggap akan menafikan upaya Susi dan jajarannya untuk menjadikan ikan Indonesia sebagai raja di negeri sendiri dan mendongkrak nilai ekspor.

"Sudah diatur jelas dalam tata cara penyusunan Permen, di mana ada mekanisme sinkronisasi antar-kementerian. (Kasus) ini berarti sinkronisasi nggak jalan," jelas Eko.

Namun pengamat politik kawakan dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit menyatakan, keberanian menteri berkonflik sesama koleganya dalam kabinet menunjukkan lemahnya posisi presiden.

Sebagian menteri menyadari bahwa Jokowi tidak didukung kekuatan besar termasuk pasukan keamanan dan partai politik.

"Maka mereka berani (berkonflik) meski sudah diperingatkan sebelumnya. Seperti polisi juga berani membantah presiden. Begitu juga dengan Jaksa Agung dari partai pendukung pemerintah juga begitu," tutur Arbi.

Dia mengaku tak yakin Presiden Jokowi punya cukup kekuatan untuk memecat para menteri bermasalah yang saling “serang” satu sama lain.

"Karena dia (Jokowi) tak punya basis dukungan riil, kecil. (Akibatnya) ia disandera oleh berbagai pihak karena tidak berada di atas mereka," tambahnya.

Arbi meyakini perbaikan kondisi ekonomi akan mendorong menguatnya pengaruh Jokowi. Namun saat ini, posisinya yang lemah memungkinkan konflik antar-menteri terus berlanjut.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.