Jokowi Kutuk Serangan Bom di Lahore

Tia Asmara
2016.03.28
Jakarta
160328_ID_Pak_1000 Dua anak Pakistan yang terluka dalam serangan bom bunuh diri sedang dirawat di rumah sakit Lahore, 28 Maret 2016.
AFP

Pemerintah Indonesia mengutuk keras serangan bom bunuh diri yang menewaskan sedikitnya 72 orang dan melukai 412 lainnya di Lahore, Pakistan, Minggu malam, 27 Maret 2016 waktu setempat.

Presiden Joko “Jokowi” Widodo menyatakan kecamannya atas serangan yang terjadi saat perayaan Paskah tersebut melalui akun twitter resminya, @jokowi.

“Indonesia mengutuk keras serangan bom di Lahore. Teror atas nama apapun tidak dibenarkan. Dukacita mendalam utk korban, rakyat Pakistan –Jkw,” cuit Jokowi, Senin pagi.

Serangan bom bunuh diri terjadi, Minggu malam sekitar pukul 18.30 waktu setempat di taman publik Gulshan-e-Iqbal. Saat itu, banyak keluarga sedang berkumpul di sekitar taman untuk merayakan Paskah.

Petugas setempat menyatakan pelaku meledakkan dirinya di kerumuman anak-anak dan perempuan sehingga banyak yang tewas dan mengalami luka-luka.

Saksi mata seperti dilansir sejumlah kantor berita asing menjelaskan keadaan menjadi kacau setelah ledakan.

Pesta dan keceriaan Paskah berubah menjadi menakutkan dan mencekam. Orang-orang dilaporkan berlarian menyelamatkan diri dan banyak anak-anak menangis karena terpisah dari orangtua mereka.

Suara dan dampak ledakan juga cukup besar. Api membumbung tinggi sementara hentakan bom membuat kaca-kaca rumah penduduk di sekitar taman itu pecah dan bergetar.

Bertanggung jawab

Juru bicara Jamaah–ul–Ahrar, Ehsanullah Ehsan mengklaim pihaknya bertanggung jawab terhadap serangan yang sengaja menargetkan umat Nasrani dan sekaligus membawa pesan kepada Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif.

“Kami sudah memasuki wilayah Lahore dan akan terus melancarkan aksi teror,” ujar Ehsan seperti dikutip BBC.

Lahore adalah ibukota Punjab, provinsi terbesar dan terkaya Pakistan. Kota yang dekat dengan perbatasan India itu juga merupakan markas politik PM Sharif.

Jamaah-Ul-Ahrar merupakan pecahan Taliban Pakistan yang selama ini melancarkan aksi teror dengan target kelompok masyarakat tertentu dan aparat keamanan.

Pakar terorisme dari The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya menyebutkan bahwa meskipun tidak berafiliasi langsung dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), banyak anggota Taliban yang terpecah kemudian bergabung dengan ISIS.

“Namun tetap saja haluan politik Taliban dan organisasi tidak terhubung dengan ISIS. Taliban fokus untuk mendirikan Imarah Islam di wilayah Afghanistan dan menjadikan jejaring yang ada di Pakistan sebagai sayap suportingnya,” ujarnya saat diwawancara BeritaBenar.

Harits menambahkan, fenomena politik di Pakistan berbeda jauh dengan Indonesia. Selama ini, serangan bom lebih dominan karena keberpihakan Pemerintah Pakistan terhadap operasi militer Amerika Serikat (AS) yang menargetkan kelompok militan di wilayah Afghanistan maupun perbatasan Pakistan-Afghanistan.

“Sikap Pemerintah Pakistan tersebut yang memicu perlawanan dari dalam negeri oleh kelompok militan secara sporadis dan kontinyu, plus operasi yang dikendalikan dari luar wilayah Pakistan,” jelasnya.

Seperti diketahui bahwa Pakistan menjadi mitra penting AS dalam perang melawan terorisme. Wilayah Pakistan dijadikan basis militer AS dengan penempatan alat tempur dan personel.

“Ini menjadi alasan menahun bagi kelompok militan untuk memberikan perlawanan. Kondisi politik seperti ini relatif beda dengan situasi di Indonesia,” paparnya.

Tidak perlu panik

Harits menyebutkan kendati kasus-kasus pemboman di sejumlah negara belakangan ini bisa menjadi inspirasi dan stimulan serangan di Indonesia, tapi pemerintah tidak perlu panik.

“Meningkatkan kewaspadaan itu sudah menjadi kewajiban pemerintah, tapi harus proporsional dan tidak perlu berlebihan,” ujarnya.

Dia menambahkan, potensi serangan teroris di manapun selalu ada tanpa terkecuali Indonesia.

“Yang membedakan adalah di Indonesia, skala atau intensitasnya kecil dan dengan kualitas lebih rendah,” ujar dia.

Hal senada dikatakan seorang anggota Komisi I DPR RI, TB. Hasanudin. Menurutnya, Indonesia tidak perlu berlebihan dalam meningkatkan kesiagaan keamanan terkait bom Lahore karena situasi di Pakistan lebih disebabkan keadaan politik dan konflik.

“Masyarakat harus tenang, tidak perlu berlebihan. Kewaspadaan diperlukan setiap ada kaitan teroris apalagi sekarang marak dukungan terhadap ISIS,” ujar politisi PDI Perjuangan tersebut.

Tidak ada korban WNI

Kementerian Luar Negeri juga menyampaikan rasa simpati dan dukacita mendalam kepada rakyat dan Pemerintah Pakistan atas serangan bom tersebut.

“KBRI di Islamabad melaporkan bahwa hingga saat ini tidak ada informasi mengenai adanya WNI yang menjadi korban dalam serangan bom tersebut,” ujar Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi dalam siaran pers yang diterima BeritaBenar.

Dia menambahkan, KBRI Islamabad terus berkoordinasi dengan otoritas keamanan dan rumah sakit di Lahore untuk mendapat informasi lebih jauh akan kemungkinan WNI yang menjadi korban.

“KBRI telah menghimbau WNI di Pakistan, khususnya Lahore untuk tetap tenang dan meningkatkan kewaspadaan terhadap perkembangan situasi serta menghindari pusat-pusat keramaian yang rawan menjadi sasaran serangan,” tambah Retno.

Dia juga menekankan pentingnya komunitas internasional untuk meningkatkan kerja sama dalam memerangi ekstrimisme dan radikalisme yang semakin meningkatkan serangan dalam beberapa pekan terakhir.

Disebutkan bahwa jumlah WNI yang berada di Pakistan berjumlah 920 orang.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.