Presiden Jokowi Dorong Sinergi Lembaga Negara di Sidang Tahunan MPR
2015.08.14
Dalam pidatonya di Sidang Tahunan MPR di Senayan, Jakarta, Jumat, 14 Agustus 2015,
Presiden Joko “Jokowi” Widodo meminta lembaga-lembaga negara untuk bersinergi menyejahterakan rakyat Indonesia.
"Mari kita bersama-sama gelorakan semangat untuk mengedepankan kepentingan bangsa dan negara. Mari kita bangun Tanah Air, Tanah Tumpah Darah kita dengan ikhlas dan penuh tanggung jawab," kata Jokowi.
Jokowi mengatakan, setiap lembaga mempunyai peran yang berbeda, sebagaimana diamanatkan konstitusi.
Namun, kata Jokowi, perbedaan itu harus disingkirkan untuk kedaulatan rakyat.
"Indonesia punya peluang menjadi negara dengan kekuatan ekonomi besar," katanya.
"Itu ditentukan oleh kekompakan dan kinerja lembaga-lembaga negara. Kekompakan akan membuat pemerintahan menjadi lebih stabil."
Lembaga-lembaga negara memang kerap berpolemik akhir-akhir ini, terutama perseteruan antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
Perseteruan ini dipicu sekelompok hakim agung yang menolak keterlibatan komisi dalam proses seleksi hakim.
Sebelumnya, Kepolisian Republik Indonesia dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga berseteru. Kedua lembaga seperti berlomba saling menyeret para petinggi kedua lembaga ke jalur hukum.
KPK menjerat calon Kepala Polisi Komisaris Jendera Budi Gunawan. Sebagai gantinya, kepolisian menjerat beberapa petinggi KPK. Tensi panas kedua lembaga bahkan masih terasa sampai sekarang.
Rekonsiliasi pelanggaran HAM
Jokowi juga mendorong penyelesaian kasus pelanggaran HAM dengan rekonsiliasi.
"Rekonsiliasi adalah langkah awal pemerintah menegakkan kemanusiaan di Indonesia," kata Jokowi lagi.
Beberapa kasus pelanggaran HAM memang belum menemukan titik temu sampai saat ini. Kasus Trisakti atau Semanggi, misalnya, tak mampu menyeret dalang intelektual meski Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pernah menerbitkan rekomendasi pertanggungjawaban.
Tak sedikit juga, nama-nama yang termaktub dalam rekomendasi tersebut yang kini telah meninggal dunia sehingga penyelesaian kasus lewat jalur hukum tak lagi bisa dilakukan.
"Pemerintah ingin rekonsiliasi nasional sehingga generasi mendatang tidak terus memikul beban masa lalu. Anak-anak harus bebas menatap masa depan yang terbentang luas," kata Jokowi.
Pemerintah Dituding Ingkar Janji Soal Penyelesaian Kasus HAM
Pidato Jokowi soal penyelesaian HAM dengan rekonsiliasi dikecam Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS).
Menurut Koordinator KontraS, Haris Azhar, Joko Widodo telah mengingkari janji yang pernah dilontarkannya.
"Presiden harusnya tak lupa bahwa ia pernah berjanji membentuk tim khusus penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat," kata Haris kepada BeritaBenar.
"Janji itu pun tertuang dalam Nawacita --program kerja Jokowi-- dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Jadi, pidato soal HAM yang disampaikan Presiden Jokowi adalah hal stagnan,” tukas Haris.
Sikap Jokowi soal penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM memang menjadi perbicangan menarik sebelum Sidang Tahunan MPR. Pasalnya, Presiden Jokowi sempat didesak untuk melontarkan permintaan maaf terbuka kepada keluarga korban pelanggaran HAM dalam pidato tahunan.
Desakan itu dilontarkan Komnas HAM dan sempat dibahas di Kementerian Koordinator Politik Hukum dan HAM.
Sikap itu semakin dinanti karena pihak Istana Negara menyimpan rapat-rapat sikap mereka jelang pidato sidang tahunan.
Jalan panjang demokrasi
Pengamat demokrasi Indonesia Sutoro Eko Yunanto dari Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta mengatakan bahwa pelaksanaan demokrasi Indonesia telah berada pada jalur yang tepat tetapi masih banyak ketimpangan yang harus dibenahi.
“Upaya konsolidasi sudah ada tetapi dalam pelaksanaannya ini memang belum sempurna. Karena itu masyarakat dan pemerintah harus bersama-sama meningkatkan peran mereka,” katanya kepada BeritaBenar hari Jumat.
Menurut peneliti yang akrab disapa Toro ini, peran perempuan dalam pengambilan kebijakan publik juga harus ditingkatkan.
“Selama ini partisipasi perempuan dalam pemilu sudah baik, tetapi keikutsertaan mereka sebagai wakil rakyat dan dalam pengambilan kebijakan masih minimum,” katanya seraya menambahkan bahwa setelah 70 tahun merdeka harusnya jumlah ini bisa lebih besar.
“Jangan sia-siakan kesempatan ini,” katanya.
Dimas Gantari ikut memberikan kontribusi dalam artikel ini.