Jokowi akan Bebaskan Abu Bakar Ba’asyir
2019.01.18
Jakarta & Solo
Presiden Joko “Jokowi” Widodo akan segera membebaskan terpidana terorisme Abu Bakar Ba’asyir yang kini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Tapi, pemerintah belum menjelaskan mekanisme pembebasan pimpinan Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI) itu.
Rencana pembebasan Ba’asyir disampaikan Yusril Izha Mahendra, kuasa hukum Tim Kampanye Nasional pasangan calon presiden dan wakil presiden Jokowi-Ma’ruf Amin saat mengunjungi Ba’asyir di LP Gunung Sindur, Jumat, 18 Januari 2019.
“Saya juga sudah laporkan kepada Presiden. Pertama-tama karena pertimbangan kemanusiaan, mengingat usia Beliau yang sudah 81 tahun dalam keadaan sakit dan memerlukan perawatan,” kata Yusril kepada wartawan.
Menurutnya, Ba’asyir menerima tawaran itu, dan ingin segera kembali ke Solo, Jawa Tengah, untuk berkumpul bersama keluarganya.
Baa’syir juga disebut menyepakati syarat-syarat yang diajukan pemerintah, namun Yusril tidak merinci persyaratan apa saja itu.
Yusril berjanji kepada Ba’asyir untuk menyelesaikan proses pembebasan dalam beberapa hari ke depan.
“Beliau ingin beristirahat di rumah, tidak banyak melakukan kegiatan. Beliau mengatakan saya tidak menerima tamu-tamu pun, tidak apa-apa, yang penting saya dengan keluarga,” ujarnya.
Ba’asyir bersyukur dan berterima kasih kepada Presiden Jokowi yang bersedia membebaskannya.
"Pak Yusril sudah saya kenal sejak lama. Beliau orangnya berani, sehingga banyak yang memusuhinya. Tetapi saya juga tahu, Beliau menempuh jalan yang benar," katanya.
Lewat pesan singkat kepada BeritaBenar, Yusril menyebut Jokowi memahami pemikiran Ba’asyir dan memudahkan segala syarat pembebasan itu.
“Beliau mengatakan hanya taat kepada Islam, bukan kepada yang lain. Kami, termasuk Presiden memahami jalan pikiran Beliau, karena itu Pak Jokowi setuju membebaskan Beliau,” katanya.
Jokowi menyatakan rencana pembebasan tokoh kelompok Jamaah Islamiah (JI) telah diinisiasi sejak setahun lalu dan pemerintah juga membuat pertimbangan panjang.
“Ini pertimbangan yang panjang. Pertimbangan dari sisi keamanan dengan Kapolri, dengan pakar, terakhir dengan Pak Yusril. Tapi prosesnya nanti dengan Kapolri,” katanya kepada wartawan.
Jokowi juga menegaskan pertimbangan pemerintah membebaskan Ba’asyir karena faktor kesehatan.
“Ya, yang pertama memang alasan kemanusiaan. Artinya Beliau kan sudah sepuh, ya pertimbangannya kemanusiaan,” imbuhnya.
Namun, Jokowi belum bisa menjelaskan metode pembebasan maupun syarat yang diajukan pemerintah kepada Ba’asyir.
“Nanti yang lebih detail tanyakan ke Kapolri,” ujarnya.
Bukan grasi
Pengacara Ba'asyir belum memperoleh informasi mengenai bentuk pembebasan Ba’asyir.
"Ustadz tidak pernah mengajukan grasi," kata Ketua Pembina Tim Pengacara Muslim (TPM) Mahendradatta.
Ba’asyir telah menjalani hukuman 9 tahun dari 15 tahun hukuman yang divonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2011 karena terbukti merancang dan mendanai pelatihan militer JI di pegunungan Jalin, Aceh Besar, tahun 2010.
JI ialah kelompok teroris yang berada dibalik sejumlah aksi teror di Indonesia, termasuk serangan Bom Bali I tahun 2002 yang menewaskan 202 orang.
Menurut Mahendradatta, Ba'asyir sebenarnya berhak mengajukan pembebasan bersyarat sejak akhir tahun lalu, tapi tidak memanfaatkannya.
Pelaksana Tugas Kepala LP Gunung Sindur, Agus Salim, mengatakan belum menerima salinan terkait pembebasan Ba’asyir dan yang bersangkutan masih dalam pengawasan pihaknya.
“Kami menunggu perintah dari Pak Menteri, dari Dirjen, dari Kakanwil. Kalau sudah ada suratnya baru kami laksanakan,” katanya saat kepada BeritaBenar.
Pihak keluarga Ba’asyir menyambut baik rencana pembebasan itu.
Abdurrahim Ba’asyir, salah satu putra Ba’asyir mengaku kabar itu telah diterima keluarganya dari pihak Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Ia mengatakan bahwa keluarga telah lama menunggu kabar itu setelah proses pembebasan bersyarat terhenti pada 28 Desember lalu.
“Alhamdulillah, Presiden akhirnya menyetujui Beliau bebas,” ujarnya saat dihubungi.
Menurutnya, rencana pembebasan sempat berlarut-larut karena pemerintah mengusul agar Ba’asyir mengajukan grasi.
Tapi, Ba’asyir menolak semua tuduhan yang dialamatkan padanya, sehingga ia menolak mengajukan grasi.
“Permasalahan lebih pada isu berat yang ditimpakan kepada Beliau, itu tampaknya yang membuat beberapa kalangan seperti pejabat sulit untuk sepakat,” ujarnya.
Sangat politis
Pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh Lhoksemawe di Aceh, Al Chaidar menilai, pembebasan Ba’syir sarat kepentingan politik Jokowi menjelang pemilihan presiden pada 17 April nanti.
Menurutnya, Jokowi yang akan bertarung dengan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, ingin menarik hati pendukung Ba’asyir dan simpati umat Islam.
“Apalagi informasi pertama pembebasannya disampaikan kuasa hukum calon presiden Jokowi-Ma’ruf Amin. Kenapa bukan menteri yang sampaikan,” kata Al Chaidar.
Ba’asyir, menurutnya, masih memiliki karisma kuat dalam lingkungan kelompok radikal yang menginginkan Indonesia menjadi negara berlandaskan syariat Islam.
Dengan membebaskan Ba’asyir, pemerintah seolah berupaya bermain api, kata Al-Chaidar.
“Meski kondisi sudah uzur tapi apa yang Beliau sampaikan didengar oleh kelompok-kelompok radikal. Menurut saya sangat berisiko membebaskan Beliau walaupun hanya tahanan rumah,” ujarnya.
Pendapat senada dikatakan peneliti terorisme dari Yayasan Prasasti Perdamaian, Thayep Malik, yang tidak memungkiri kebebasan Ba’asyir akan memunculkan semangat dari pendukungnya.
“Nanti Ba’asyir akan didatangi oleh para pengikutnya,” katanya seraya berharap kepada keluarga untuk menjaga Ba’asyir tidak berhubungan dengan orang-orang radikal.
“Abu Bakar Ba’asyir adalah tokoh penting dalam gerakan jihad di Indonesia.”
Namun, Sidney Jones, Direktur Institut Analisis Kebijakan Konflik (Institute for Policy Analysis of Conflict/IPAC) berpendapat Ba’asyir bukan lagi ancaman.
"Saya pikir, dia sudah lama tidak lagi menjadi pemain penting," katanya. "Pembebasan dia tidak berarti akan meningkat kegiatan terorisme secara tiba-tiba.”