Putra eks-pimpinan JI diadili atas tuduhan fasilitasi anggota latihan di Suriah

Pengamat terorisme mengatakan Askary Sibghotulhaq berpotensi menjadi pimpinan Jemaah Islamiyah menggantikan ayahnya, Para Wijayanto.
Arie Firdaus & Tria Dianti
2023.01.26
Jakarta
Putra eks-pimpinan JI diadili atas tuduhan fasilitasi anggota latihan di Suriah Dalam foto tampilan sebuah layar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Kamis, 26 Januari 2023 ini, terdakwa Askary Sibghotulhaq (paling kiri, mengenakan baju bernomor 48) menghadiri sidang perdananya secara daring dari Rumah Tahanan Brimob di Cikeas, Bogor, atas tuduhan memfasilitasi pemberangkatan anggota Jemaah Islamiyah untuk berlatih militer di Suriah satu dekade lalu.
Arie Firdaus/BenarNews

Putra mantan pimpinan Jemaah Islamiyah (JI) menjalani sidang perdana Kamis (26/1) atas tuduhan memfasilitasi pemberangkatan anggota kelompok terlarang di Indonesia itu untuk berlatih militer di Suriah satu dekade lalu.

Terdakwa Askary Sibghotulhaq membuka jalan agar anggota JI dapat berlatih bersama Free Syrian Army (FSA), yang merupakan kelompok bersenjata penentang Presiden Suriah Bashar al-Assad, atas permintaan ayahnya yang merupakan pemimpin JI saat itu, Para Wijayanto, kata jaksa penuntut dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Para yang ditangkap pada 2019 divonis tujuh tahun penjara pada 2020 setelah terbukti bersalah atas tuduhan tindak pidana terorisme dan upaya membangun kembali organisasi yang telah dilarang di Indonesia itu.

Dikatakan jaksa, Askary, yang juga beralias Farid Abror, memasuki Suriah melalui Turki pada 2013 bersama dua orang lain pada malam hari untuk menyiasati pemeriksaan petugas perbatasan.

"Terdakwa memberikan uang sekita Rp50 juta kepada FSA untuk membeli tiga pucuk senjata AK47 yang akan digunakan selama di sana. Terdakwa berada selama satu bulan di Suriah," kata jaksa.

Askary, 32, terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara jika terbukti bersalah berdasarkan undang-undang pemberantasan terorisme.

Askary, yang ditangkap pada April 2022 di Bandung, menjalani sidang perdana melalui video dari rumah tahanan Brimob di Cikeas, Bogor, Jawa Barat.

Gelombang pertama anggota JI di Suriah tiba pada hari kepulangan Askary bersama dua orang lain ke Indonesia, tapi ia mengaku tidak mengetahui total anggota kelompok yang datang ke Suriah, kata jaksa.

Total, Askary memberangkatkan lima gelombang anggota JI untuk berlatih militer di Suriah, kata jaksa. 

JI juga sempat mendekati sejumlah kelompok bersenjata lain di Suriah yakni Ahror Syam, ISIS, dan Jabhat al-Nusra —namun upaya latihan dengan ketiga kelompok itu tidak menjadi kenyataan, menurut dakwaan jaksa.

"Misi ke FSA hanya batu loncatan untuk mengenal lebih dalam kondisi Suriah. Ketika muncul faksi lain di Suriah, Para Wijayanto mengirim banyak tim untuk mencari jalur kombatan baru," ujar jaksa.

Dalam dakwaanya, jaksa juga menuduh Para mengutus Askary bersama seorang anggota JI untuk berangkat ke Vietnam setahun sebelumnya untuk mempelajari sistem bungker yang digunakan dalam Perang Vietnam serta mendalami tata cara penggunaan senjata api AK47.

JI, yang terafiliasi organisasi teroris al-Qaeda, dinyatakan sebagai organisasi terlarang oleh pemerintah pada 2007 setelah melakukan rangkaian tindakan teror di Indonesia, salah satunya serangan bom Bali pada 2002 yang menewaskan 202 orang.

Kendati tak lagi melancarkan aksi teror di Tanah Air dalam sepuluh tahun terakhir dan belum memiliki pemimpin (amir) pasca-penangkapan Para, sejumlah pengamat menilai JI masih menyimpan potensi ancaman karena terus merekrut anggota baru.

Sepanjang kepemimpinan Para, JI juga mengubah pendekatan kelompok dengan mengizinkan anggota serta simpatisannya untuk terlibat dalam organisasi resmi dan proses demokrasi di Indonesia, perihal yang sebelumnya diharamkan, kata pengamat.

Beberapa bulan usai pulang dari Suriah pada 2013, Askary juga sempat diutus Para ke Sri Lanka untuk menemui seseorang yang disebut terkait jaringan jihad global serta berupaya memasuki India untuk menemui anggota Lashkar-e-Taiba pada 2015, kata jaksa.

Tapi dia tertahan di bandara karena namanya didapati termasuk dalam daftar teroris. Ia kemudian dideportasi ke Indonesia.

Dakwaan menyatakan tak lama usai sampai di Tanah Air, Askary kemudian diangkat Para menjadi Ketua Hubungan Internasional JI, tapi dicopot dari jabatan tersebut usai sang ayah ditangkap Detasemen Khusus Antiteror pada 2019 demi mempermudah pelarian dirinya.

Kamsi, kuasa hukum Askary, enggan berkomentar lebih lanjut terkait dakwaan jaksa penuntut. 

"Dakwaan tentu sudah sesuai BAP (Berita Acara Pemeriksaan) di kepolisian. Kami ikuti proses, mendengarkan saksi yang dihadirkan jaksa untuk nantinya menyiapkan pembelaan," kata Kamsi.

Sidang lanjutan digelar pada Kamis depan untuk mendengarkan keterangan saksi. 

Peneliti terorisme dari Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi (PAKAR) Adhe Bhakti mengatakan, Askary memang tergolong anggota berkualifikasi tinggi di JI seperti ayahnya sehingga berpotensi menjadi pimpinan organisasi di masa mendatang.

"Ia pernah dikirim ke luar negeri untuk latihan perang yang merupakan peningkatan kualifikasi bagi anggota JI. Semacam naik kelas," kata Adhe kepada BenarNews.

Adhe mencontohkan naiknya Para ke pucuk pimpinan JI dengan mengalahkan sejumlah kandidat senior. Ia mendapat “nilai tambah” karena berpengalaman mengikuti latihan militer di Mindanao, selatan Filipina.

"Itu menjadi pertimbangan ekstra sehingga ia (Para) dianggap layak menjadi pimpinan JI," ujar Adhe.

Pakar Terorisme dari Universitas Indonesia, Stanislaus Riyanta menambahkan, selain pertimbangan pengalaman militer, JI juga punya karakter turun temurun keluarga sehingga Askary memang menjadi salah satu sosok penting.

“JI bukan seperti kelompok lain yang menyebarkan doktrin singkat. Mereka bukan menyebarkan propaganda melalui model online tapi melalui pelatihan intens,” kata Stanislaus kepada BenarNews.

“Dan sepengetahuan saya, Askary memang mempunyai pengaruh yang kuat dan berbahaya. Jadi (kaderisasi) memang harus diputus dari sekarang.”

Pakar terorisme dari International Association for Counterterrorism and Security Professionals (IACSP) Rakyan Adibrata mengatakan Askary memang seperti disiapkan Para untuk menjadi pemimpin darurat JI.

“Secara kematangan organisasi dan ideologi, (Askary) ya orang yang cocok jadi amir,” kata Rakyan kepada BenarNews, seraya menambahkan bahwa Askary juga menikahi putri tokoh JI Abu Husna.

“Dia juga bisa beberapa bahasa, Arab Saudi, Inggris, dan Bahasa Pastun (bahasa suku di Afganistan). Ia memang disiapkan secara mental oleh ayahnya.”

Meski tergolong penting di JI, namun Rakyan ragu Askary bakal divonis berat oleh majelis hakim. Pasalnya dia belum pernah terlibat kasus terorisme apapun di Indonesia.

“Dia tidak punya rekam jejak jelek di dalam negeri. Saya agak ragu Askary bisa dihukum dalam waktu lama karena belum pernah terlibat kejahatan sama sekali,” tutur Rakyan.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.