Polisi Tangkap 14 Terduga Anggota Jemaah Islamiyah di 3 Provinsi di Sumatra
2021.12.17
Jakarta
Berdasarkan informasi dari militan yang telah ditangkap sebelumnya, kepolisian kembali menangkap 14 terduga anggota jaringan organisasi terlarang Jemaah Islamiyah (JI) di tiga provinsi di Sumatra, demikian pernyataan pejabat terkait, Jumat (17/12).
Densus 88 antiteror Polri pada Kamis menangkap empat terduga anggota JI di Batam, Provinsi Kepulauan Riau, sembilan di Sumatra Utara, dan seorang lain di Sumatra Selatan, kata Juru Bicara Polri Komisaris Besar Ahmad Ramadhan.
Ahmad tidak merinci identitas serta tuduhan terhadap 14 orang tersebut, seraya mengatakan, "(Mereka) masih diperiksa intensif di markas kepolisian daerah masing-masing."
Ia juga enggan menjawab saat ditanya apakah rangkaian penangkapan terkait kemungkinan serangan teror menjelang Natal dan pergantian tahun.
"Masih didalami Densus 88," lanjutnya.
Kepala Polda Kepulauan Riau Inspektur Jenderal Aris Budiman mengatakan penangkapan di Batam tidak berkaitan dengan upaya pengamanan Natal dan Tahun Baru.
"Tidak ada hubungan. Memang ada buktinya, lalu dilakukan tindakan hukum," ujar Aris kepada kantor berita Antara.
Kamsi, selaku kuasa hukum dari Tim Pengacara Muslim (TPM) yang kerap mendampingi tersangka teroris enggan berkomentar atas penangkapan ini dengan dalih menunggu pemeriksaan oleh kepolisian.
Penangkapan ini adalah yang kedua dalam tiga hari terakhir, setelah Densus 88 pada Senin (13/12) juga menangkap empat terduga anggota JI di Sumatra Selatan dan seorang di Lampung.
Mereka yang ditangkap di Sumatra Selatan adalah Ariansyah, Ali Imron Rosyadi, Endra Kurniawan, dan Firman Abdullah Sutamie.
Sementara satu lainnya, Para Denis, ditangkap di Lampung.
Dikatakan Kabag Bantuan Operasional Densus 88 Kombes Aswin Siregar pada Rabu, Ariansyah alias Pak Dek adalah Ketua Kelompok JI “Regu 2 Konsul Palembang, Korda IV, Korwil Lampung”.
Ariansyah, kata Aswin, juga instruktur pada Adira Cakrawala yang merupakan kelompok pelatihan bela diri anggota JI.
Pada Juli 2019, Ariansyah sempat pula menginstruksikan peserta Adira Cakrawala untuk memusnahkan barang bukti setelah sejumlah pimpinan JI dicokok polisi, kata Aswin.
Bersama Ali Imron, Endra, dan Firman, Ariansyah juga menyembunyikan anggota JI lain bernama Sumarno – yang belakangan telah tertangkap.
Sekitar sebulan lalu, Densus 88 juga menangkap salah seorang pengurus Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zain An-Najah di Bekasi.
Zain disebut aparat sebagai salah satu anggota Dewan Syuro JI dan Ketua Dewan Syariah Lembaga Baitul Maal Abdurrahman bin Rauf (BM-ABA).
Lembaga ini dikatakan polisi mengoordinir pengumpulan dana untuk kegiatan JI lewat kotak-kotak amal yang disebar di banyak kota di Indonesia.
Sepanjang tahun ini, Polri telah menangkap lebih dari 320 orang yang diduga anggota JI.
Jumlah itu meningkat dibanding dibanding tahun sebelumnya, saat Detasemen Khusus Antiteror menangkap 232 orang sepanjang tahun.
Dalam pernyataan pada November lalu, Kepala Biro Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono mengatakan penangkapan Para Wijayanto yang disebut amir atau pimpinan JI pada Juni 2019 berperan besar dalam pengungkapan jaringan kelompok.
Para yang divonis tujuh tahun penjara pada Juli 2020, disebut Rusdi telah menjabarkan struktur dan pola rekrutmen JI.
JI yang terafiliasi organisasi teroris al-Qaeda telah dinyatakan sebagai organisasi terlarang oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2007 usai terbukti menjadi dalang rangkaian teror di Indonesia, salah satunya Bom Bali pada 2002 yang menewaskan 202 orang.
Sejumlah pengamat mengatakan, JI kini memang tak lagi menunjukkan "wajah" garang dalam pergerakannya.
Pengamat terorisme dari Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi (PAKAR) Adhe Bhakti kepada BenarNews beberapa waktu lalu mengatakan bahwa JI saat ini berkamuflase guna menghindari sergapan aparat keamanan.
Salah satunya dengan melibatkan perempuan dalam kegiatan pengumpulan dana di Lembaga BM-ABA. Fenomena yang disebut Adhe tidak pernah ada di dalam JI pada permulaan kemunculannya di awal 2000-an
"Mereka tidak pernah melibatkan perempuan sebelumnya," kata Adhe.
Kendati mulai terbuka, peneliti dari Society Against Radicalism & Violent Extremism (SeRVe) Indonesia, Dete Alijah menilai JI masih belum akan menggunakan perempuan sebagai martir, seperti yang dilakukan Jemaah Ansharut Daulah (JAD) beberapa waktu lalu.
JAD yang berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) sempat mendorong perempuan sebagai pelaku teror.
"Paradigma mereka masih lama, bahwa perempuan masih supporting role," kata Dete kepada BenarNews.
"Anggota pria JI masih berpikir bahwa lebih baik perempuan tidak tahu. Mereka masih melihat perempuan sebagai reproduksi melahirkan jihadis baru."
Berbeda dengan JAD, anggota perempuan JI yang tertangkap masih dihitung jari. Salah satunya Putri Munawaroh yang menyembunyikan keberadaan Noordin M. Top. Noordin yang terlibat dalam beberapa aksi teror di tanah air pada awal 2000-an tewas dalam serbuan polisi pada 2009.
Munawaroh dihukum tiga tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2010.