Seorang Jaksa Ditetapkan Sebagai Tersangka Penerima Suap dari Djoko Tjandra
2020.08.12
Jakarta
Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Rabu (12/8) menahan jaksa agung muda, Pinangki Sirna Malasari, setelah ditetapkan sebagai tersangka penerima suap untuk membantu memuluskan pengurusan dokumen peninjauan kembali kasus terpidana korupsi Bank Bali, Djoko Soegiarto Tjandra.
Sementara Mabes Polri terus mengusut pihak-pihak yang membantu Djoko mengurus dokumen kewarganegaraannya saat pengusaha tersebut berstatus buron selama 11 tahun.
Penetapan tersangka terhadap Jaksa Pinangki dilakukan Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, pada Selasa malam (11/8). Pinangki ditangkap di kediamannya di Jakarta.
“Ditahan di Rumah Tahanan Salemba cabang Kejaksaan Agung, nanti akan dipindahkan ke Rutan khusus wanita Pondok Bambu, Jakarta Timur,” kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan, Agung Hari Setiyono, kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Rabu.
Hari mengatakan, Pinangki disinyalir menerima hadiah senilai 500 ribu Dolar AS (sekitar 7 miliar Rupiah) dari Djoko sebagai imbalan untuk mengatur kemenangan peninjauan kembali kasus hak tagih atau cessie Bank Bali tersebut.
“Hasil pemeriksaan masih berlanjut. Masih dilakukan kroscek atau penyidikan berapa sebenarnya jumlah yang diterima,” kata Hari.
Jaksa Pinangki sempat menjadi sorotan setelah fotonya bersama Djoko Tjandra dan pengacara Anita Kolopaking viral di media sosial pada pertengahan Juli 2020.
Kejagung kemudian melakukan pemeriksaan internal terhadap Pinangki. Dari hasil penyelidikan diketahui bahwa pertemuan itu berlangsung di sebuah tempat di Kuala Lumpur, Malaysia.
Hasil pemeriksaan internal Kejagung, Pinangki dinyatakan melanggar disiplin dan dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung pada 29 Juli 2020.
Pinangki bisa dikenakan hukuman penjara maksimal 5 tahun karena pegawai negeri dilarang menerima hadiah atau janji sesuai dengan yang diatur dalam UU Tindak Pidana Korupsi.
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman berharap Kejagung tidak hanya menjerat Pinangki, tapi juga menjerat Djoko sebagai pemberi suap.
"Karena tidak mungkin oknum Jaksa P ini hanya menerima tanpa ada yang memberi. Dan dalam kasus korupsi, gratifikasi, maupun suap atau penerimaan janji, itu pasti kemudian dilakukan oleh dua orang minimal, dua pihak lah," kata Boyamin, dalam pernyataannya yang dikirim kepada wartawan.
Sebelumnya MAKI juga telah melaporkan adanya dugaan keterlibatan oknum pejabat tinggi di Kejagung lain yang berhubungan dengan Djoko.
"Ini saya laporkan ke Komisi Kejaksaan untuk ditelusuri apa isi pembicaraan pejabat tinggi itu dengan Joko Tjandra. Dari mana nomor HP berasal? Pasti ada yang memberikan dan itu harus dilacak ke sumber-sumber sebelumnya," kata Boyamin.
Kasus KTP Djoko Tjandra
Sementara itu, Bareskrim Polri akan memanggil Lurah Grogol Selatan, Asep Subhan, sebagai saksi dalam pengungkapan kasus pencetakan dokumen Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) Djoko Tjandra saat masih berstatus buron.
Kartu tersebut dikeluarkan Asep tersebut digunakan Djoko untuk mengurus administrasi gugatan peninjauan kembali atas kasusnya.
“Lurah Grogol Selatan dipanggil Selasa depan (18 Agustus),” kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol. Ferdy Sambo kepada wartawan di Mabes Polri.
Ferdy tidak menjelaskan lebih jauh apa yang akan digali penyidik dari Lurah Grogol Selatan. Ia hanya memastikan keterangan Asep dibutuhkan penyidik untuk mendalami orang-orang yang membantu terpidana kasus Bank Bali tersebut.
Pengacara Djoko, Anita Kolopaking, dikabarkan menghubungi Asep pada 3 Juni 2020 untuk mengurus dokumen identitas kliennya tersebut.
Anita ketika itu menanyakan apakah kliennya masih tercatat sebagai warga di Kelurahan Grogol Selatan, Jakarta, atau tidak, karena masa berlaku KTP Djoko telah habis sejak 2009.
Asep lalu mengabarkan Anita bahwa nama Djoko masih ada dalam data dan bisa mengajukan pembuatan e-KTP baru. Asep, seperti dikutip dari laporan Kumparan.com, mengaku dirinya tidak mengetahui bahwa Djoko adalah buron Kejaksaan Agung.
Asep juga ikut menemani Anita dan Djoko, saat melakukan perekaman data e-KTP di Satuan Pelaksana Kependudukan dan Catatan Sipil (Satpel Dukcapil) Kelurahan Grogol Selatan pada 8 Juni 2020. Kartu atas nama Djoko Tjandra pun jadi dalam waktu tak sampai 1 jam.
Atas perannya itu, Asep Subhan dinonaktifkan sementara dari jabatannya pada akhir Juli lalu.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengatakan Asep telah melanggar prosedur penerbitan e-KTP. “Ini fatal, tidak seharusnya terjadi, yang bersangkutan telah dinonaktifkan dan akan dilakukan penyelidikan lebih jauh," ujar Anies kepada wartawan.
Tersangka baru
Bareskrim Polri mengatakan telah menetapkan satu tersangka baru dalam kasus surat jalan palsu Djoko Tjandra saat masih buron.
"Karena sesuatu dan lain hal maka pelaksanaan gelar perkara penetapan tersangka kasus surat jalan palsu DST (Djoko Soegiarto Tjandra) hari ini batal," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono, seraya menambahkan pengumuman itu kemungkinan dilakukan pada Jumat mendatang.
Dua orang telah menjadi tersangka dalam kasus surat perjalanan palsu untuk Djoko. Mereka adalah mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri, Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo, dan Anita Kolopaking, pengacara Djoko Tjandra.
Awi tak merinci alasan pengunduran gelar perkara dan penetapan tersangka baru dalam kasus ini.
Namun ia mengatakan, pada Jumat esok, Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri juga akan menggelar perkara tersangka baru dalam dugaan suap dan gratifikasi terkait penghapusan red notice Djoko Tjandra.