2 Anggota JAK Ditangkap, Jaksa Tuntut JAD Dibekukan
2018.07.26
Jakarta
Dua terduga teroris yang diyakini anggota Jamaah Ansharut Khalifah (JAK) ditangkap polisi di Palembang, Sumatera Selatan, sementara itu jaksa menuntut kepada majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan untuk membekukan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Dalam persidangan yang digelar Kamis, 26 Juli 2018, jaksa Jaya Siahaan juga menuntut pada majelis hakim untuk menetapkan JAD sebagai organisasi terlarang dan membayar biaya denda sebesar Rp5 juta.
"JAD telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana terorisme yang dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi," kata Jaya.
Merujuk keterangan sejumlah saksi dari berbagai persidangan yang telah berlangsung, JAD didirikan Aman Abdurrahman pada 2014, tak lama setelah ISIS terbentuk di Suriah.
Pada awal deklarasi, Aman menunjuk orang dekatnya, Abu Musa alias Marwan sebagai amir atau pimpinan JAD.
Tak lama menduduki pucuk pimpinan organisasi, Abu Musa yang berangkat ke Suriah menyerahkan jabatan amir kepada Zainal Anshori, sebelumnya merupakan amir wilayah Jawa Timur.
Sedangkan Aman, yang diakui pengikutnya sebagai tokoh spiritual JAD telah berstatus terpidana mati, setelah dianggap menindoktrinasi sejumlah orang untuk melakukan teror di Indonesia sepanjang 2016 hingga 2017.
Dalam dakwaan yang dibacakan pada Selasa lalu, JAD disebut terkait serangan teror di Thamrin, Jakarta Pusat; bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur; dan pelemparan bom ke Gereja Oikumene Samarinda, Kalimantan Timur.
Terkait tuntutan itu, kuasa hukum JAD Asludin Hatjani mengatakan akan mengajukan pembelaan atau pledoi dalam sidang lanjutan, Jumat, 27 Juli 2018. Sedangkan Ketua JAD Zainal Anshori tidak akan mengajukan pembelaan terpisah.
"Hanya dari penasihat hukum," kata Asludin, tanpa memerinci poin-poin pembelaan yang disiapkan.
Kapolres Jakarta Selatan, Kombes Pol. Indra Jafar, mengatakan pihaknya mengerahkan sekitar 100 personel bersenjata untuk mengamankan sidang tersebut.
"Sama seperti pengawalan sidang pertama," kata Indra saat ditemui di kompleks pengadilan.
Dua ditangkap
Kapolda Sumatra Selatan, Irjen. Pol. Zulkarnain Adinegara mengatakan tim Densus 88 dibantu kepolisian setempat kembali menangkap dua pria yang diyakini anggota JAK dan masih ada kaitan dengan tujuh terduga teroris yang ditangkap, 18 Juli lalu.
“Mereka masih diperiksa oleh penyidik. Masih kita selidiki dan cari tahu dimana saja anggota mereka yang lain,” katanya saat dihubungi BeritaBenar.
Dalam sepekan terakhir, aparat Polda Sumatra Selatan dan tim Densus 88 Polri telah menangkap sembilan terduga teroris dari jaringan JAK tersebut.
Kesembilan orang itu ditangkap di Kabupaten Banyuasin dan Palembang. Dua orang yang terbaru ditangkap pada Rabu.
Menurut Zulkarnain, pihaknya memiliki waktu empat bulan untuk mengembangkan penyelidikan terhadap para terduga teroris tersebut, sebelum melimpahkan berkas perkara kepada jaksa.
“Itu sesuai dengan aturan yang baru, bisa diperpanjang sampai empat bulan,” ujarnya.
Dalam penangkapan tujuh terduga teroris sebelumnya, polisi mengamankan sejumlah barang bukti berupaya busur dan anak panah, serta sebuah pipa parolan yang diduga hendak dirakit menjadi bom.
Zulkarnain mengaku belum bisa merinci rencana serangan yang hendak dilakukan kelompok tersebut.
“Masih terus didalami. Yang jelas mereka terkait satu sama lain,” ujarnya.
Ia juga menyebutkan pemburuan kelompok teroris di wilayahnya untuk mengamankan pelaksanaan Asian Games yang semakin dekat. Sebab Palembang menjadi salah satu tuan rumah penyelenggaraan even olahraga Negara-negara di Asia itu.
Zulkarnain juga menyebut pihaknya akan terus mendalami dan memburu jaringan JAK yang disebut-sebut masih berada di provinsi itu.
"Kita upayakan langkah preventif, kita cegah sel-sel kelompok teroris masuk ke wilayah Sumatra Selatan. Kita ingin suasana kondusif," katanya.
Lebih aktif di Sumatra
JAK dipimpin Abu Husnah asal Solo, Jawa Tengah. Kelompok ini juga menyatakan berbaiat kepada ISIS. Tapi doktrin JAK, menurut pengamat terorisme, lebih lunak ketimbang JAD.
Pengamat terorisme Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, Al Chaidar, mengatakan berbeda dengan JAD, JAK tak melakukan serangan secara serampangan dalam berjihad. Organisasi ini lebih mengedepankan penyebaran paham yang mereka anut.
“Jadi kegiatannya lebih banyak kepada dakwah-dakwah jihad dan latihan-latihan melakukan serangan,”ujarnya saat dihubungi BeritaBenar.
Menurutnya, pengikut JAK lebih banyak tersebar di pulau Sumatra, terutama di Riau, Sumatra Barat, dan Sumatera Selatan.
“Mereka umumnya adalah para mantan napi teroris atau napi biasa yang kemudian teradikalisasi saat dalam lapas dan menyebarkan paham radikal mereka,” ujarnya.
Sementara pengamat terorisme dari Yayasan Prasasti Perdamaian, Taufik Andrie, menilai meski lebih lunak dari JAD, JAK tetap ancaman. Apalagi beberapa anggota kelompok ini merupakan orang-orang yang pernah berada di Suriah.
“Mereka terafiliasi kuat dengan organisasi-organisasi teroris lain. Bisa saja terlihat jinak tetapi bisa saja mereka melakukan sesuatu,” ujarnya.
Taufik mengapresiasi langkah Densus 88 Polri yang terus melakukan upaya pencegahan. Namun, ia berharap upaya merangkul kelompok yang dianggap memiliki paham radikal juga perlu terus dilakukan.
“Upaya penindakan harus sejalan dengan upaya pencegahan agar tidak menimbulkan masalah yang menjadi bom waktu,” ujarnya.