Negara-negara Islam Meminta Indonesia Sebagai Garda Depan Melawan ISIS
2015.02.21
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siroj, baru-baru ini bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membicarakan isu terkait dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Said menggaris bawahi inti penting dalam pertemuan tersebut.
"Negara-negara Islam meminta kepada Pak Presiden agar Indonesia di garis paling depan dalam melawan ISIS dan melawan radikalisme. ISIS telah berhasil efektif merusak Islam daripada non-Muslim, Islam jadi tercoreng," katanya setelah pertemuan dengan Presiden Jokowi di Jakarta (26 Feb)Kompas melaporkan.
Said mengungkapkan jumlah warga Indonesia yang pergi ke Irak dan Suriah sudah mencapai 514 orang. ISIS merekrut warga dengan usia berkisar antara 25 sampai 35 tahun. Jumlah ini juga dikonfirmasi oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Indonesia, Saud Usman Nasution.
"Kami akan terus bekerja sama dengan semua elemen masyarakat untuk mencegah perekrutan besar-besaran dari internet atau media cetak," Saud menegaskan upaya BNPT untuk mencegah pengaruh ISIS.
Rekrutmen
Jumlah pengingkut ISIS meningkat drastis setelah sebuah video yang bertujuan merekrut warga. Isi video tersebut menganjurkan agar warga Muslim di publish dalam YouTube pertama kali tanggal 23 Juli, 2014. Dalam video tersebut, pendukung ISIS dari Indonesia , Abu Muhammad al-Indonesi (nama asli Bahrumsyah) mengajak warga untuk bergabung berjuang bersama ISIS membentuk negara Islam dibawah sistem kekhalifahan.
Pemerintah Indonesia mengantisipasi perkembangan ISIS dengan seksama termasuk melarang ISIS untuk hidup dan berkembang Indonesia, memblokir website yang menyebarkan nilai-nilai radikal, dan mencabut paspor bagi warga Negara Indonesia yang berencana keluar negri untuk bergabung dengan ISIS di Iraq atau Suriah.
“Kami akan mencabut paspor mereka yang berencana ke luar negeri untuk bergabung dengan ISIS dan mereka yang sedah keluar negeri bersama ISIS. Mereka tidak akan diizinkan pulang," kata Menko Politik, Keamanan dan Hukum Tedjo Edhy Purdijatno kepada The Straits Times tanggal 14 Jan.
Peneliti dan pakar terorisme dari the International Crisis Group (ICG), Sidney Jones, memperingatkan pemerintah Indonesia tentang ancaman ISIS setelah kedatangan para Mujahid dari Iraq dan Suriah.
“Mereka kembali ke Indonesia dengan membawa keahlian yang lebih tinggi, ideologi yang lebih kuat, jaringan yang lebih luas serta keahlian mengoperasikan senapan,” katanya kepada tribunenews.com seperti dikutip dalam Jakarta Post (26 Feb.).
Dalam diskusi di Jakarta tanggal 26 Feb., Jones mengingatkan pemerintah bahwa beberapa daerah di Indonesia tergolong rawan. Sidney menyebutkan Solo, Bima, Lampung dan Makasar adalah tempat dimana kebanyakan pendukung ISIS bertemu dan melalukan perekrutan. Sidney mengingatkan anggota ISIS di Indonesia bisa lebih ganas dari organisasi ISIS di luar negeri.
Dikesempatan yang sama Sidney menganjurkan pemerintah Indonesia untuk tetap waspada dan berjaga-jaga. Meskipun ISIS telah secara resmi dilarang di Indonesia serta mengancam akan mencabut kewarganegaraan bagi mereka yang berjuang bersama ISIS, namun ideologi dan radikalisasi yang terus berkembang akan terus mengancam stabilitas keamanan di Indonesia.
Kerja sama bilateral dan regional
Pemerintah Indonesia telah menjalin kerjasama dengan negara-negara tetangga dan negara lain yang juga berkomitmen untuk melawan ISIS.
Tanggal 17 Feb. lalu ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan bertemu dengan duta besar Yordan untuk Indonesia, Walid Al Hadid.
Dalam pertemuan tersebut Zulkifli mengekspresikan kekuatirannya tentang ISIS. Keduanya setuju bahwa Muslim harus menolak kebiadaban ISIS.
"Kami takut bahwa tindakan kekerasan ISIS akan menyebabkan Islamic fobia, terutama di Barat," katanya.