Dilaporkan Diperlakukan Buruk, Indonesia Hentikan Pengiriman Mahasiswa Magang ke Taiwan

Perwakilan Kantor Dagang Taipei membantah tuduhan tersebut.
Ami Afriatni
2019.01.03
Jakarta
180103_ID_Taiwan_800.jpg Dalam foto tertanggal 13 Desember 2009 ini para buruh asing di Taiwan termasuk pekerja migran asal Indonesia melakukan protes terhadap pemerintah setempat menuntut kondisi kerja yang lebih baik.
AP

Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menghentikan sementara perekrutan dan pengiriman mahasiswa magang ke Taiwan menyusul laporan dari Kantor Dagang Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei terkait dugaan mereka dipaksa bekerja dan makan makanan yang mengandung babi.

"Indonesia akan menghentikan sementara perekrutan serta pengiriman mahasiswa skema kuliah magang hingga disepakatinya tata kelola yang lebih baik," ujar Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Arrmanatha Nasir, dalam pernyataan yang diterima BeritaBenar, Kamis, 3 Januari 2019.

Kabar mengenai dugaan kerja paksa yang dialami tiga ratusan mahasiswa Indonesia di sejumlah pabrik di Taiwan pertama kali dibocorkan Pemimpin Partai Kuomintang (KMT) di Taiwan, Ko Chih-en, 27 Desember lalu.

Dilansir Taiwan News, Ko memaparkan enam perguruan tinggi diketahui mengirimkan ratusan mahasiswa melalui program New Southbound Policy (NSP) ke sejumlah pabrik sebagai buruh.

Di antara para mahasiswa tersebut terdapat 300 mahasiswa asal Indonesia di Universitas Hsing Wu.

Menurut Ko, mereka hanya diizinkan untuk mengikuti kelas dua hari seminggu dan sehari libur, sementara empat hari sisanya bekerja di pabrik, dimana mereka diharuskan mengemas 30 ribu lensa kontak dengan waktu kerja 10 jam sehari.

Ko menambahkan mereka bahkan disediakan makanan yang mengandung babi, meski diketahui kebanyakan mahasiswa tersebut adalah Muslim.

KDEI Taipei, kata Arrmanatha, telah menindaklanjuti laporan ini, dengan meminta keterangan dan berkordinasi dengan otoritas setempat guna mendalami bagaimana implementasi skema kuliah magang yang berlangsung sejak tahun 2017.

Di Taiwan, tercatat 6.000 mahasiswa Indonesia, dengan 1.000 orang di antaranya ikut skema kuliah magang di delapan universitas pada periode 2017-2018.

KDEI Taipei juga telah meminta otoritas setempat untuk mengambil langkah-langkah, sesuai aturan yang diperlukan guna melindungi kepentingan serta keselamatan mahasiswa peserta skema kuliah magang.

Membantah

Tetapi, Direktur Divisi Media Informasi Perwakilan Kantor Ekonomi dan Dagang Taipei (TETO) Indonesia di Jakarta, Kendra Chen, menyangkal kebenaran laporan dugaan kerja paksa seperti disebut Ko.

“Pagi ini sejumlah ofisial Kementerian Pendidikan Taiwan dan pihak TETO di Taipei telah mengunjungi universitas yang bersangkutan untuk mengecek isu tersebut. Sejumlah pelajar Indonesia di sana telah membantah isu yang dimaksud,” katanya kepada BeritaBenar.

Menurutnya, sebanyak 217 pelajar di Universitas Hsing Wu bahkan telah menandatangani selembar surat dan membuat video pernyataan untuk mendukung universitas tersebut.

“Mereka menilai isu tersebut dihembuskan sejumlah pihak yang memiliki tujuan tak baik,” tambahnya.

Pemerintah Taiwan, ujarnya, senantiasa menjamin kesejahteraan dan hak-hak kaum diaspora Indonesia di sana.

“Apakah mereka pelajar, TKI dan keluarga mereka. Kementerian-kementerian dan agen-agen terkait tak akan membiarkan masalah seperti ini terjadi,” tegasnya.

Pernyataan MUI

Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta klarifikasi kasus tersebut ke perwakilan dagang Taiwan di Jakarta.

MUI meminta Taiwan untuk menghormati Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang kebebasan beragama dengan tidak memaksakan kehendak.

"Jika memang ada pelanggaran, sebaiknya dihindari segala bentuk kebijakan yang merugikan dan berlawanan dengan hukum internasional," ujar Ketua MUI Pusat Bidang Hubungan Luar Negeri, Muhyiddin Junaidi, kepada BeritaBenar.

Keputusan Kementerian Luar Negeri untuk menghentikan sementara pengiriman pelajar dan mahasiswa magang ke Taiwan disambut baik MUI.

"Saya menilai itu adalah langkah yang positif guna menghindari memburuknya hubungan bilateral kedua negara," ujar Muhyiddin.

Sedangkan anggota Komisi I DPR RI, Martin Hutabarat mendesak pemerintah melalui atase perdagangan dan dinas intelijen di Taipei agar proaktif mengecek kebenaran informasi itu, kemudian mengajak pemerintah Taiwan untuk bekerja sama menyikapinya.

"Saya kira Taiwan akan serius membantu Indonesia untuk mengklarifikasi kebenaran berita tersebut demi hubungan baik kedua negara. Kuncinya pemerintah kita harus cepat bergerak mencari informasinya," ujar Martin kepada BeritaBenar.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.