Indonesia pesan 13 radar militer jarak jauh dari Prancis
2023.06.20
Jakarta
Indonesia telah memesan 13 radar militer jarak jauh dari Thales, perusahaan asal Prancis, untuk meningkatkan upaya pengawasan udara di seluruh kepulauan di Tanah Air, ungkap Kementerian Pertahanan pada Selasa (20/6).
“Betul, kami telah melakukan pemesanan,” kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Pertahanan Brigjen Edwin Adrian Sumantha kepada BenarNews.
Edwin mengatakan pembelian itu dilakukan melalui Badan Usaha Milik Negara PT Len Industri yang berfokus pada industri pertahanan.
Tetapi Edwin tidak memerinci nilai pembelian dan berjanji memberikan keterangan susulan. “Kami akan berikan update nanti,” kata Edwin.
Sementara itu, Kepala Dinas Penerangan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara Marsekal Pertama Agung Sasongkojati juga enggan berkomentar soal pembelian radar ini. Dia mengatakan wewenang pembelian berada di tangan Kementerian Pertahanan.
“Pada fase ini yang bisa menjawab adalah Kementerian Pertahanan. TNI Angkatan Udara hanya mengajukan spesifikasi teknis (persenjataan) yang dibutuhkan,” ujar Agung kepada BenarNews.
Berdasarkan pernyataan bersama Thales dan PT Len Industri, Indonesia memesan radar Ground Master 400 Alpha yang memungkinkan tentara nasional memadukan sistem deteksi dini terhadap semua jenis ancaman, mulai dari jet, rudal, helikopter, hingga pesawat tanpa awak.
“Kebangkitan konfrontasi geo-strategis telah meningkatkan permintaan perlindungan wilayah udara secara signifikan … Solusi pengawasan udara Thales yang dipilih PT Len akan memperkuat kedaulatan dan perlindungan wilayah udara Indonesia,” demikian bunyi pernyataan tersebut.
Thales mengklaim sudah menjual lebih dari 80 radar Ground Master 400 dan Ground Master 400 Alpha ke 19 negara sejauh ini.
GM400a adalah radar seluler yang memiliki jangkauan sejauh 515 kilometer dan mengintegrasikan kemampuan kecerdasan buatan untuk mengelola sejumlah besar data yang diterimanya, kata Presiden Thales International Pascale Sourisse kepada AFP.
Sourisse menambahkan, pembelian 13 radar generasi terbaru ini menunjukkan kepedulian Indonesia untuk memantau wilayah udara di sekitarnya, yang secara langsung terkait dengan situasi di Indo-Pasifik, di mana China menegaskan ambisinya.
Berdasarkan kontrak itu, Thales akan membangun radar dan sistem komputer untuk memproses informasi yang mereka terima. PT Len bertugas membangun stasiun tempat peralatan akan dipasang, serta komponen radar tertentu.
Direktur Utama PT Len Industri Bobby Rasyidin mengatakan hubungan kerja sama antara kedua perusahaan, yang terjalin sejak beberapa dekade lalu, telah memberikan keyakinan bahwa Thales merupakan mitra tepat untuk membantu memajukan pertahanan Indonesia.
“Kontrak radar ini merupakan bukti lebih lanjut dari kemitraan yang kuat dan visi yang selaras untuk membangun keahlian secara lokal,” ujar Bobby dalam pernyataan tertulis.
Elemen persenjataan vital
Khairul Fahmi, Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies, mengatakan radar merupakan salah satu teknologi yang sangat penting dalam operasi militer.
Perangkat tersebut, kata Fahmi, memungkinkan militer mendeteksi kehadiran obyek ancaman, seperti pesawat musuh, serangan rudal atau pengintaian oleh pesawat tanpa awak, dalam berbagai situasi, terutama yang tidak mampu dijangkau oleh mata manusia secara langsung.
“Indonesia berada di kawasan yang strategis sangat dinamis dan rentan konflik, sehingga penting bagi negara ini untuk membangun postur pertahanan yang memadai untuk mengatasi kerentanan dan menangkal ancaman,” kata Fahmi kepada BenarNews.
“Kesepakatan yang diumumkan itu saya kira menunjukkan komitmen dan upaya pemerintah untuk membangun kapabilitas pertahanan negara yang memiliki efek deteren atau daya tangkal, modern dan profesional.”
Namun pemerintah tetap perlu diingatkan untuk selalu memperhatikan aspek transfer dan adopsi teknologi, kemandirian industri pertahanan dan itikad mengubah skema belanja menjadi investasi pertahanan, kata dia.
Indonesia berada pada posisi geografis yang strategis sehingga membutuhkan banyak sekali alat pertahanan, kata Fahmi.
Indonesia menghadapi tantangan dan ancaman yang tidak kecil, tambah Fahmi, sehingga dituntut untuk mampu menghadirkan kemampuan penegakan kedaulatan dan penjagaan teritorial yang kuat, baik di laut, darat maupun udara.
“Pembangunan pertahanan Indonesia tidak diarahkan untuk mengembangkan kekuatan agresif-ofensif melainkan defensif aktif. Belanja kebutuhan lebih ditujukan untuk peremajaan, modernisasi dan menjawab potensi ancaman.,” kata dia.
Sejak tahun 2007, Indonesia telah berupaya memodernkan alat utama sistem senjatanya melalui skema Minimum Essential Force (MEF) atau Kekuatan Pokok Minimum.
“[Saat ini] baru ingin mencapai target minimum, bukan pengembangan kekuatan militer besar-besaran,” kata Fahmi.
Upaya mencapai MEF dibagi ke dalam tiga tahap, di mana tahap pertama dimulai pada 2010-2014 dan tahap kedua pada 2015-2019.
“Mestinya harus mencapai 100 persen pada akhir tahap ketiga, 2020-2024,” kata Fahmi.
Pengamat militer dari Marapi Consulting, Beni Sukadis mengatakan Ground Master 400 Alpha dapat mendeteksi pesawat dari jarak jauh dan melacaknya secara akurat, memberikan informasi tentang posisi, kecepatan, dan arah pesawat.
“Pembelian ini sangat bermanfaat dilihat dari aspek kemampuan radar yang sangat presisi. Ini sangat penting bagi perlindungan kedaulatan negara dan integritas wilayah dari pelanggaran wilayah udara oleh pesawat asing baik sipil maupun militer,” ucap Beni kepada BenarNews.
Beni mengatakan Indonesia perlu membeli banyak alat pertahanan karena kemampuan pertahanan negara masih lemah. Hampir 60 persen persenjataan berusia lebih dari 30 tahun, sehingga pengadaan senjata harus memprioritaskan barang baru, bukan bekas.
“Pembelian alat utama sistem persenjataan adalah investasi masa depan bagi pengembangan pertahanan Republik Indonesia,” ucap dia.
Pakar Keamanan Universitas Indonesia Arie Afriansyah menganggap wajar pembelian radar pengintai udara dari Prancis. Menurut dia, sudah seharusnya Indonesia memiliki teknologi semacam itu untuk menjaga wilayah udara.
“Negara punya tugas menjaga kedaulatan wilayah termasuk udara. Dengan demikian, diharapkan Indonesia bisa lebih mampu dalam menjaga ruang udaranya,” kata Arie kepada BenarNews.
Kementerian Pertahanan pada Rabu (14/6) mempertahankan keputusannya untuk membeli 12 jet tempur Mirage bekas dari Qatar dengan kontrak senilai US$734,5 juta (Rp11 triliun) untuk meningkatkan kemampuan TNI Angkatan Udara di tengah kekurangan Indonesia atas pesawat siap tempur.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengatakan dirinya juga sedang berupaya mengakuisisi pesawat tempur Mirage 2000-9 milik Uni Emirat Arab tanpa memerinci nilainya.
Berdasarkan data Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), belanja militer Indonesia mencapai Rp133,41 triliun pada 2022. Jumlah tersebut meningkat 5,97% dibandingkan pada tahun sebelumnya sebanyak Rp125,89 triliun.
Tria Dianti di Jakarta berkontribusi dalam berita ini.