Indonesia Minta Cina Transparan Soal Penyelidikan Kasus Kerja Paksa di Kapal
2020.06.11
Jakarta

Pemerintah Indonesia meminta Cina menyelidiki kasus dugaan kekerasan dan kerja paksa di kapal pencari ikan berbendera Cina secara adil dan terbuka menyusul kasus kematian tujuh anak buah kapal (ABK) dari Indonesia yang bekerja di laut dalam delapan bulan terakhir.
“Indonesia berharap untuk menerima hasil yang adil dan transparan atas penyelidikan kasus ABK oleh pihak otoritas Cina,” ujar Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi dalam konferense pers di Jakarta, Kamis (11/6).
Kedutaan Besar Cina di Jakarta tidak segera merespons permintaan BenarNews untuk mengomentari pernyataan Retno.
Dalam kejadian terbaru, dua pelaut Indonesia, Andry Juniansyah (30) dan Reynalfi (22), melarikan diri dengan meloncat dari kapal ikan berbendera Cina, Lu Qing Yuan Yu 901, saat kapal tengah melintasi Selat Malaka akhir pekan lalu.
Setelah tujuh jam mengapung di lautan, Andry dan Reynalfi kemudian diselamatkan oleh nelayan sekitar Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau, dan dibawa ke kantor polisi setempat. Mereka dalam keadaan sehat.
Saat ini, ujar Retno, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri tengah menyelidiki kasus ini bersama dengan otoritas kepolisian Cina.
Retno mengatakan pihaknya sudah menyatakan keprihatinannya atas terulangnya kasus kekerasan di atas kapal berbendera Cina.
“Mereka (para kru) sudah menceritakan cerita yang sama soal perlakuan buruk yang diterima dalam kapal. Proses hukum terus berjalan,” kata dia.
Sebelumnya, April 2020, muncul berita empat warga Indonesia yang bekerja di kapal pencari ikan Cina tewas, tiga diantaranya meninggal dunia di atas kapal kemudian jenazahnya dilarung ke laut pada akhir Desember 2019 dan Maret 2020.
Satu lainnya meninggal dunia di Busan, Korea Selatan, pada 27 April 2020 saat kapal sedang bersandar.
Kematian tersebut menjadi pembicaraan publik setelah sebuah video yang menggambarkan para pekerja Cina dari atas kapal melarung jenazah seorang ABK Indonesia ke laut, tersebar di media sosial.
Ada 46 warga Indonesia yang bekerja di empat kapal berbendera Cina yang terdiri dari 15 orang bekerja di Long Xing 629, 8 WNI di Long Xin 605, 20 WNI di Long Xin 606 dan 3 WNI di kapal Tian Yu 8, menurut Kemlu.
Sebanyak 44 diantaranya telah kembali ke Indonesia pada April dan awal Mei 2020, sementara dua lainnya masih berada dalam kapal Long Xing 629 untuk berlayar. “Pada 9 Juni lalu, Kemlu memfasilitasi dua WNI tersebut kembali pulang ke Jakarta, mereka telah menjalani tes PCR dan test kesehatan yang valid dari otoritas bandara Soekarno Hatta,” ujar Retno.
“Artinya semua ABK sudah kembali ke Indonesia,” tambahnya.
Terkait kasus kekerasan di kapal Long Xing 629, Retno mengatakan Bareskrim Polri sudah menahan tiga tersangka yang menyalurkan nelayan untuk bekerja di kapal ikan Cina.
“Mereka saat ini sedang dalam investigasi polisi dan terancam terkait keterlibatan perdagangan orang,” kata Retno.
Satgas tangkap agen penyalur
Sementara itu, Kamis (11/6) dini hari, Satgas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Bareskrim Polri menangkat Syafruddin, agen penyalur dua ABK asal Indonesia yang meloncat dari ke kapal ikan milik Cina, Lu Qing Yuan Yu 901 pada akhir pekan lalu.
Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Kepulauan Riau, Kombes Arie Dharmanto, mengatakan Syafruddin ditangkap di kediamannya di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat. Penangkapan dilakukan dengan kerja sama tim Polda Metro Jaya serta Bareskrim Polri.
"Tersangka atas nama Syafruddin dibawa ke Bareskrim untuk dilakukan interogasi dan dilakukan pengembangan perkara," kata Arie saat dikonfirmasi BenarNews.
Syafruddin diduga melakukan penipuan melalui perekrutan dan pengiriman pekerja migran dengan janji gaji besar, "juga tidak sesuai kesepakatan untuk bekerja sebagai buruh pabrik di Korea Selatan," tambahnya.
Menurut Fenny, istri dari Andry, salah satu pelaut yang meloncat dari kapal ikan di Selat Malaka, suaminya berangkat dengan bantuan Syafruddin dari PT Duta Putra Group, yang menjanjikan dia bekerja di salah satu perusahaan asal Korea Selatan dengan gaji puluhan juta per bulan.
Polisi sudah menangkap pejabat tiga perusahaan penyalur ABK yaitu WG dari PT Alfira Pratama Jaya, KMF dari PT Lakemba Perkasa Bahari dan JK dari PT Sinar Muara Gemilang.
Ketiganya dijerat pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan tindak Pidana Perdagangan Orang.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat, Brigjen Awi Setiyono, mengatakan kepolisian masih sulit menggali kronologi perekrutan lantaran psikis Andry dan Reynalfi yang masih terguncang.
"Kedua ABK ini masih syok berat dan sedang menjalani konseling, sehingga keterangan yang mereka berikan masih belum optimal," kata Awi dalam telekonferensi, Kamis.
"Namun, beberapa informasi yang penyidik sudah dapatkan seperti nama kapal, nama kru dan orang yang merekrut. Sehingga Satgas TPPO Bareskrim sudah bergerak," tambah Awi.
Koordinator DFW Indonesia, Mohammad Abdi Suhufan mengatakan alasan loncatnya kedua ABK karena tidak tahan perlakuan kapten dan kru di kapal berbendera Cina tersebut.
Selain menerima kekerasan fisik, dua pelaut ini juga tidak pernah menerima upah bekerja selama lima bulan sejak pertama kali melaut pada Januari 2020, kata Abdi.
Abdi menambahkan, selain mengalami penipuan, kedua ABK juga mengalami beragam intimidasi seperti makian, dipaksa tetap bekerja pada jam istirahat, hingga kekerasan fisik seperti ditendang.