LUIS, Ormas Radikal yang Anti-Terorisme
2017.06.29
Solo
Bukan hal sulit bagi Endro Sudarsono menceritakan penangkapannya bersama petinggi Lasykar Umat Islam Surakarta (LUIS). Aksi sweeping di Sosial Kitchen, Solo, akhir tahun lalu membuatnya harus merasakan sel penjara selama 5 bulan 12 hari di Polda Jawa Tengah.
Endro, juru bicara LUIS, bersama Ketua Edi Lukito, Wakil Ketua Salman Al Farizi, dan Sekretaris Yusuf Suparno divonis bebas setelah dituntut enam bulan penjara oleh jaksa dengan tuduhan turut serta dalam perkumpulan yang bertujuan melakukan kejahatan.
“Selama ini, kami dianggap radikal karena melakukan sweeping dan kemudian menutup paksa. Kenyataannya kami selalu melibatkan pihak berwajib dalam setiap aksi,” ujarnya ketika ditemui BeritaBenar di Masjid Baitussalam Tipes, Serengan, Solo, Rabu, 28 Juni 2017.
Endro mengaku setiap melakukan aksi, LUIS membawa banyak orang. Tetapi sebanyak apapun massa, katanya, tak pernah anggota LUIS yang membawa senjata api, senjata tajam, maupun peledak.
Menurutnya, sering ada pihak yang mengatasnamakan LUIS tetapi melakukan aksi tanpa berkoordinasi dengan polisi, membawa senjata serta melakukan penganiayaan.
Salah satunya adalah ketika terjadi penganiayaan di Sosial Kitchen yang menurut LUIS harus ditutup karena mempertunjukkan tarian striptis dalam sajian hiburannya.
“Kami tidak pernah menganiaya, tidak ada kata-kata jahat saat aksi. Kalau ada, itu bukan orang LUIS yang melakukan tetapi penyusup,” terangnya.
Dikenal radikal
LUIS menjadi organisasi massa (Ormas) dengan stigma radikal bukan tanpa alasan. Sejak dideklarasikan 19 Desember 2000, LUIS aktif melakukan sweeping di restoran-restoran, salon-salon kecantikan dan tempat peribadatan tak berizin.
LUIS lahir bersamaan dengan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang di dalamnya ada Abu Bakar Baasyir –narapidana terorisme yang kini mendekam di penjara.
Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat telah menetapkan MMI sebagai teroris global, karena dituding melakukan serangkaian aksi di Indonesia, termasuk bertanggung jawab atas serangan ketika peluncuran buku karangan Irshad Manji, Mei 2012.
Namun, keputusan tersebut dipertanyakan sejumlah pihak karena MMI dinyatakan tidak melakukan aksi teror dan anti terhadap Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Malah, MMI sudah tidak aktif lagi dalam beberapa tahun terakhir.
Abu Bakar Baasyir sebelum mendirikan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) sempat menjadi penasihat LUIS. Aktivis LUIS yang berjumlah 25 orang termasuk ormas Islam dengan seluruh anggotanya mengenyam pendidikan tinggi.
Anggota LUIS menyebut dirinya sebagai aktivis nahi munkar, frasa dari bahasa Arab yang merupakan perintah untuk mengajak kepada kebaikan dan menjauhi keburukan.
Selain memiliki aktivitas rutin mengaji setiap Kamis malam, rapat koordinasi pada Selasa malam, pengajian keluarga besar LUIS sebulan sekali serta jalan-jalan di minggu kelima, LUIS juga beraksi yang menyasar tempa hiburan dan rumah ibadah tanpa izin.
“Saat aksi kami selalu koordinasi dengan pihak berwajib, kami baru turun ke lapangan kalau laporan kami tentang keberadaan penyakit masyarakat tidak ditindaklanjuti,” ujar Endro, yang juga seorang guru di Pondok Pesantren Al Mukmin di Ngruki, Sukoharjo.
Salon kecantikan di Sukoharjo dan Solo banyak menjadi sasaran LUIS karena diketahui melakukan praktik prostitusi terselubung. Setelah menerima laporan warga, mereka menyamar menjadi pelanggan dan mencari bukti berupa foto mengenai kebenaran informasi itu.
Kasat Reskrim Polresta Solo, Kompol Agus Puryadi tak serta merta membenarkan terkait koordinasi yang dilakukan LUIS dengan pihak kepolisian saat akan melakukan aksi selain demo.
“Ketika akan melakukan demo memang kami dihubungi. Tapi untuk aksi-aksi mereka di lapangan (sweeping), polisi ditelepon di tengah aksi berlangsung,” ujar Agus saat dikonfirmasi.
Endro mengakui aksi lapangan jauh lebih banyak intensitasnya dari pada kegiatan rutin. Pengakuan itu dibenarkan Al Munawar, seorang tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Surakarta.
“Saya mengetahui LUIS sebagai ormas yang sering kali bertindak bila ada sesuatu yang menurut mereka tidak benar atau mengarah pada kemunkaran,” ujarnya.
Munawar yang juga pengurus Lembaga Perdamaian Lintas Agama dan Golongan sering kali menjadi mediator setelah LUIS melakukan aksinya.
“Sering kali LUIS melakukan apa yang seharusnya dilakukan polisi,” tuturnya.
Juru bicara Endro Sudarsono Lasykar Umat Islam Surakarta (LUIS) ketika diwawancara di di Solo, Jawa Tengah, 28 Juni 2017. (Kusumasari Ayuningtyas/BeritaBenar)
Membela terduga teroris
LUIS juga sering berpihak pada terduga teroris yang ditangkap Densus 88 atau keluarga pelaku teror karena, menurut Endro, mereka adalah korban.
“Mereka kadang ditangkap untuk kasus yang menurut kami membingungkan, tidak jelas dan belum melakukan (aksi teror) sudah ditangkap, makanya kami memandang mereka korban,” katanya.
LUIS antara lain pernah melakukan pendampingan advokasi untuk Siyono, warga Klaten yang tewas saat dalam pemeriksaan Densus 88 pada Maret 2016 dan istri Nurrohman – pelaku bom bunuh diri di Mapolresta Solo, Juni 2016.
Meski begitu, Endro memastikan tidak ada aktivis LUIS yang tertangkap sebagai teroris atau terindikasi simpatisan ISIS karena seluruh anggota LUIS menolak terorisme dan ISIS.
“Seradikal apapun LUIS di mata masyarakat, kami sangat anti teroris. Banyak yang kami tidak cocok seperti muslim tidak boleh menumpahkan darah sesama muslim, teroris itu apalagi ISIS kan melakukannya,” ujarnya.
Peneliti dari Yayasan Prasasti Perdamaian, Thayyep Malik mengatakan LUIS memang berbeda dengan organisasi jihad. “Mereka lebih banyak bergerak pada isu-isu lokal di tengah masyarakat,” ujarnya.
Menurut dia, LUIS lebih berfungsi sebagai wadah ormas Islam di Solo yang jumlahnya sangat banyak, sehingga ketika LUIS beraksi massanya bisa mencapai ratusan bahkan ribuan meski pengurus intinya hanya 25 orang.