Indonesia Desak Malaysia Buka Akses Kekonsuleran

Presiden Joko Widodo menjamin bahwa pemerintah akan terus berupaya memberikan pendampingan hukum bagi Siti Aisyah.
Tia Asmara
2017.02.23
Jakarta
170223_ID_Aisyah_1000.jpg Duta Besar Malaysia untuk Indonesia, Dato Seri Zahrain Muhamed Hashim, menggelar jumpa pers di Jakarta, 23 Februari 2017.
Tia Asmara/BeritaBenar

Pemerintah Indonesia mendesak otoritas Malaysia untuk membuka akses kekonsuleran bagi pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur agar bisa segera bertemu Siti Aisyah, perempuan Indonesia yang ditangkap otoritas Malaysia karena diduga terlibat dalam pembunuhan Kim Jong-nam – kakak tiri Kim Jong-un, pemimpin Korea Utara.

"Kami akan terus mendesak Malaysia agar bisa mendapatkan akses kekonsuleran," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir kepada wartawan di Jakarta, Kamis, 23 Februari 2017.

Kim Jong-nam meninggal dunia dalam perjalanan ke rumah sakit setelah Aisyah (25) dan seorang perempuan asal Vietnam, Doan Thi Huong (28), menyemprotkan sesuatu ke wajah Kim saat ia menunggu penerbangan ke Macau di Bandara Internasional Kuala Lumpur, 13 Februari lalu.

"Setelah konfirmasi itu kita baru bisa mengambil langkah-langkah untuk melindungi WNI itu, hukumnya bagaimana, pendampingan bagaimana," jelas Arrmanatha yang akrab disapa Tata.

Hingga kini, Tata mengatakan belum ada komunikasi resmi dari pihak otoritas Malaysia ke KBRI atau pengacara retainer yang ditunjuk, Gooi & Azura yang berbasis di Kuala Lumpur, terkait perkembangan kasus Aisyah.

"Mungkin ada kendala bahasa, mungkin mirip bahasa tapi kami hanya ingin memastikan kalau keadaannya baik-baik saja," tambahnya.

Meski diketahui berpaspor WNI, lanjut Tata, KBRI perlu kepastian kewarganegaraan orang yang ditahan karena selama ini semua pihak memberitakan berdasarkan asumsi.

"Tapi kita belum bisa mengatakan bahwa orang yang ditahan adalah WNI karena kita belum tahu bahwa orangnya ini sama dengan paspornya," ujar Tata.

Dia menambahkan Indonesia menghormati segala proses hukum dan UU Malaysia, tapi pihaknya menyayangkan Malaysia yang telah mengabaikan Konvensi Wina tahun 1963 tentang kekonsuleran, dimana kewajiban negara yang menahan untuk memberikan informasi kepada negara yang warga negaranya ditahan.

Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal mengharapkan Malaysia segera menyampaikan perkembangan kasus Aisyah.

"Kalau ada fakta hukum baru tentang Aisyah harusnya polisi Malaysia menyampaikan kepada pengacara yang kami tunjuk, bukan ke media. Ini kan proses hukum," ujarnya.

Sejumlah laporan memberitakan kalau masa penahanan Aisyah diperpanjang selama 14 hari dan dari hasil penyelidikan diketahui perempuan asal Serang, Banten itu melakukan tindakan tersebut secara sadar dan tahu bahwa cairan yang disemprotkan mengandung racun.

Terkait pernyataan polisi Malaysia itu, pemerintah Indonesia enggan menanggapinya.

"Mereka seharusnya fokus kepada penyidikan dan tidak perlu menyampaikan informasi yang hanya akan memperluas spekulasi," ujar Iqbal.

Sesuai prosedur

Duta Besar Malaysia untuk Indonesia, Dato Seri Zahrein Muhamed Hashim, mengatakan peraturan kepolisian di Malaysia tidak membolehkan tertuduh ditemui siapapun ketika investigasi masih berlangsung untuk menghindari campur tangan pihak lain yang bisa mempengaruhi proses penyelidikan.

"Sangat penting investigasi polisi untuk tidak diganggu dan dicampuri pihak manapun dan biasanya memang memakan waktu lama," katanya kepada wartawan di Kedubes Malaysia.

Zahrain mengakui, Malaysia tahu akses kekonsuleran wajib diberikan bagi setiap negara asing yang terjerat kasus di negaranya dan itu akan dilakukan setelah proses pengutusan polisi selesai.

“Ingat, kasus ini masih penyelidikan. Ketika penyelidikan sudah selesai, terserah polisi Malaysia apakah mau mendakwa para tersangka atau membebaskan mereka karena tidak ada cukup bukti,” jelas Zahrain.

Zahrein menjamin keselamatan Aisyah selama masa investigasi dan menegaskan bahwa proses yang dijalani sama dengan kasus kriminal manapun.

"Saya percaya keselamatan dan kebajikan Aisyah akan terjaga di Malaysia, sebagaimana di Indonesia," katanya.

Kepala Kepolisian Indonesia Jenderal Tito Karnavian menilai hasil investigasi merupakan hak otoritas Malaysia yang wajar dilakukan.

"Silahkan didalami saja. Benar atau tidaknya keterangan mereka itu hak mereka karena jika terjadi di Indonesia juga kita tidak akan semudah itu juga mengikuti keterangan tersangka," jelasnya kepada wartawan, Rabu, 22 Februari 2017.

Namun Tito mengingatkan agar otoritas Malaysia tidak memaksakan hasil penyelidikan.

"Kalau dia memang tidak salah, tidak boleh dipaksakan. Tapi kalau memang dia bersalah terbukti fakta hukum jelas, ya harus diproses sesuai dengan sistem hukum di situ," kata Tito.

Dampingi

Sementara itu, Presiden Joko “Jokowi” Widodo menjamin bahwa pemerintah akan terus berupaya memberikan pendampingan hukum bagi Aisyah.

"Saya sudah sampaikan ke Menteri Luar Negeri agar didampingi terus lewat pengacara yang sudah ditunjuk agar diberikan perlindungan kepada Siti Aisyah. Apa pun biar semuanya ini terang benderang, apakah dia ini korban atau bukan," ujarnya.

Jokowi mengatakan dia menghormati proses hukum yang sedang dilakukan atas Aisyah dan menegaskan pentingnya untuk segera diberikan akses konsuler agar negara dapat tetap hadir mendampingi.

"Ini kan semuanya masih berlangsung, masih berproses, masih ada interogasi-interogasi. Jadi nanti kalau sudah kelihatan kepastiannya, saya sampaikan," pungkasnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.