Indonesia kirim nota diplomatik ke Papua Nugini atas penembakan nelayan

TNI: tidak bisa dibenarkan penembakan terhadap awak kapal meskipun dia mencuri ikan, ada prosedur yang harus diikuti.
Tria Dianti
2022.08.25
Jakarta
Indonesia kirim nota diplomatik ke Papua Nugini atas penembakan nelayan Para nelayan mempersiapkan jaring mereka untuk mencari ikan pada malam hari di perairan Surabaya, 17 Februari 2022.
[Juni Kriswanto/AFP]

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) pada Kamis (25/8) menyatakan telah mengirimkan nota diplomatik resmi dan meminta penjelasan kepada pemerintah Papua Nugini menyusul kematian seorang nelayan Indonesia yang diduga ditembak kapal patroli Papua Nugini.

Nelayan asal Merauke berusia 48 tahun, Sugeng, tewas setelah kapal yang dinakhodainya ditembaki oleh tentara Papua Nugini pada Senin karena diduga melanggar perbatasan dan melakukan penangkapan ikan ilegal di wilayah negara tetangga.

“Kemlu sudah melakukan pemanggilan kuasa usaha ad interim Kedubes Papua Nugini pada 24 Agustus 2022,” kata Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Kemlu, Joedha Nugraha, seraya menambahkan posisi duta besar di kedutaan Papua Nugini di Jakarta masih kosong.

“Kemlu sangat menyesalkan insiden kematian nelayan Indonesia, atas nama Sugeng, yang merupakan nakhoda dari KMN Calvin-02,” ujarnya kepada wartawan, “kami meminta penjelasan pemerintah Papua Nugini atas insiden penembakan ini dan meminta dilakukan investigasi secara menyeluruh.”

Kemlu, ujar dia, juga meminta diterapkannya hukuman tegas jika ditemukan pelanggaran prosedur termasuk kemungkinan penggunaan kekuatan yang berlebihan.

“Kemlu juga meminta konfirmasi atas penahanan dua kapal lainnya, yaitu KMN Arsila 77 yang diawaki tujuh kru, dan KMN Baraka Paris diawaki enam kru, dan meminta akses kekonsuleran segera diberikan untuk dapat menemui nelayan tersebut,” ujarnya.

Joedha menjelaskan, dalam tanggapannya, pihak kedutaan Papua Nugini mengonfirmasi adanya patroli rutin yang dilakukan pada saat insiden terjadi dan berjanji menyampaikan permintaan Indonesia ke pihak terkait di Port Moresby.

Sebelumnya, Komandan Pangkalan Utama TNI AL IX/Merauke Brigjen Gatot Mardiyono mengatakan penembakan kepada kru kapal seharusnya tidak boleh dilakukan. Apalagi, tanpa melalui sejumlah tahapan prosedur tetap (protap) aturan hukum internasional.

Ia menjelaskan, perintah untuk berhenti bisa dilakukan dengan beberapa tahap. Pertama dengan menggunakan radio, jika tidak mau maka boleh menggunakan tembakan peringatan ke atas, lalu jika tidak berhenti, tembakan boleh diarahkan ke air kanan dan kiri. Jika tidak berhenti juga, boleh menembak air di depan kapal sehingga timbul riak.

Terakhir, boleh menembak ke arah mesin kapal dan badan kapal yang tidak ada kru agar kapal tersebut rusak dan berhenti.

Ia menduga penembakan diduga dilakukan dari jarak dekat berdasarkan penyelidikan di lokasi dan luka yang dialami korban.

Hukuman setimpal

Anggota keluarga dari korban meninggal, Agus Porsiana, berharap pemerintah Indonesia bisa segera menangani masalah ini karena menyangkut pelanggaran hak asasi manusia.

“Ini kan sudah melibatkan antar negara, semoga pemerintah bisa menemukan pelaku dan dihukum setimpal sesuai hukum yang berlaku,” kata dia saat dihubungi BenarNews.

Ia mengatakan kapal yang ditumpangi kakaknya, Sugeng, tak sebanding dengan kapal patroli Papua Nugini yang besar dan dilengkapi dengan senjata.

Ia mengaku mendapatkan kabar dari awak kapal yang lain sekitar Senin siang melalui komunikasi radio kepada pemilik kapal.

“Kemudian keesokan harinya pihak pemerintah menghubungi kami. Kami berharap mendapat bantuan jaminan pendidikan anak-anak dari almarhum Sugeng,” ujar dia seraya menambahkan Sugeng memiliki tiga orang anak yang masih duduk di bangku sekolah.

Kronologi penembakan

Salah satu kru KMN Calvin-02, Damni (34), menceritakan kronologi dimulai saat kapal mencari ikan di perairan Pulau Turi, Papua Nugini, pada Senin pagi. Kemudian, pukul 12.30 WIB kapal mengangkat jaring saat memperoleh informasi dari radio kalau ada peringatan kapal patroli Papua Nugini.

Sekitar pukul 13.00 WIB, terlihat kapal patroli bernomor lambung 401 mengejar ke arah KMN Calvin -02 dengan menurunkan satu speed boat sea rider berawak 10 orang aparat keamanan perbatasan.

“Tanpa adanya tembakan peringatan, kapal tersebut mensejajarkan diri ke lambung kanan kapal ikan dan melepaskan rentetan tembakan ke ruang kemudi kapal. Kapal itu, kemudian berputar ke lambung kiri dan menembakkan lagi tembakan,” kata Damni kepada BenarNews.

Damni mengatakan dia dan tujuh rekan lainnya bersembunyi di kamar mesin. Ia kemudian melihat nahkoda kapal, Sugeng terbaring di lantai ruang kemudi dengan posisi telungkup.

“Saya sendiri memutuskan untuk naik ke dek atas karena merasa kasihan dengan Pak Sugeng. Dan segera melambaikan karung putih kepada aparat keamanan,” ujar dia.

Kapal patroli Papua Nugini lantas mengumpulkan seluruh kru kapal nelayan Indonesia itu untuk diperiksa sebelum akhirnya dilepaskan kembali untuk berlayar ke Merauke karena adanya korban jatuh.

“Kedepannya semoga tidak ada lagi hal serupa terjadi. Kami memang mungkin salah namun jangan hilangkan nyawa kami,” kata Damni.

Kapal patroli yang diberi nama HMPNGS Ted Diro 401 ini, termasuk kapal berjenis Guardian Class yang diberikan oleh pemerintah Australia kepada 13 negara kepulauan di kawasan Asia Pasifik.

Kapal patroli dengan panjang 39,5 meter dan lebar 8 meter itu sanggup berlayar sejauh 5.600 km dengan kecepatan maksimumnya 20 knots.

Salah prosedur

Pakar Batas Maritim dari Universitas Gadjah Mada, I Made Andi Arsana, menjelaskan dalam hukum maritim pelanggaran bisa ditetapkan jika sudah ada garis batas yang jelas antar dua negara.

“Melewati laut negara lain itu tidak masalah, yang salah itu kalau terbukti ambil ikan, tetapi apakah boleh ditembak? Jelas tidak. Harus ada proses peradilan,” kata dia kepada BenarNews.

Ia mengakui sering adanya pengusiran yang dilakukan aparat keamanan perbatasan terhadap kapal ikan asing. Tetapi tidak wajar jika pengusiran yang dilakukan dengan cara ditembak.

Apalagi, ujar dia, batas laut hanya bisa dilihat melalui alat navigasi seperti GPS di kapal. Sementara, banyak kapal tradisional tidak memilikinya.

“Harus diminta pergi baik-baik. Kasus ini jelas suatu kesalahan. Tidak bisa seperti itu. Pemerintah harus bertindak cepat dan tegas untuk mengusut dan meminta pertanggungjawaban Papua Nugini dengan melayangkan nota protes,” tegasnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.