Indonesia Pimpin Pertumbuhan Ekonomi di Asia Tenggara

Ismira Lutfia Tisnadibrata
2016.04.01
Jakarta
160401_ID_Economy_1000 Sejumlah warga mengendarai sepeda motor di jalan protokol ibukota Jakarta, 30 Maret 2016.
AFP

Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara tahun ini akan membaik di tengah tekanan pertumbuhan ekonomi China yang melambat.

Dalam laporannya Asian Development Outlook (ADO) 2016 yang diluncurkan Rabu, 30 Maret 2016, ADB memperkirakan produk domestik bruto Indonesia meningkat menjadi 5,2% tahun ini dan 5,5% pada 2017 dari 4,8% pada 2015.

ADB menyebutkan Indonesia akan memimpin pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Tenggara, yang diperkirakan akan tumbuh lebih kuat seiring dengan kenaikan output tahun ini ke 4,5% dan 4,8% di 2017, dari 4,4% pada 2014.

“Konsumsi pribadi dan investasi akan lebih banyak menyumbang bagi pertumbuhan (ekonomi Indonesia) tahun ini dan tahun depan, sementara inflasi akan menurun,” ujar ekonom senior ADB, Priasto Aji dalam jumpa pers peluncuran ADO 2016.

Dia juga mengatakan, proyeksi ADB menunjukkan penurunan ekonomi Indonesia telah mencapai titik terendahnya dan akan meningkat mulai tahun ini.

Investasi publik diperkirakan meningkat tahun ini, seiring menguatnya berbagai proyek infrastruktur baru dan investasi juga telah meningkat menjadi 5,1% karena pemerintah yang terus berinvestasi di bidang infrastruktur.

Menurut Aji, konsumsi rumah tangga diprediksi naik tahun ini, yang diperkirakan akan didorong oleh kucuran dana desa dan pembayaran gaji ke-14 bagi pegawai negeri sipil (PNS).

“Hal ini bisa menjadi kompensasi terhadap dampak El Nino pada tahun lalu yang mengakibatkan petani gagal panen atau panen yang tertunda sehingga mereka melakukan pembelanjaan,” ujar Aji.

Ekonomi China bebani Asia

Kekuatan ekonomi terbesar di Asia yaitu China akan terus melambat, seiring menurunnya ekspor, berkurangnya pasokan tenaga kerja dan reformasi pasokan dan pengurangan terhadap kelebihan kapasitas industrinya.

Menurut ADB, output China tahun ini diperkirakan akan berada di posisi 6,5% dan 6,3% di 2017, yang menurun dari 6,9 di 2015.

“Perlambatan pertumbuhan China dan belum meratanya pertumbuhan dunia jadi beban yang menekan pertumbuhan keseluruhan di China,” ujar Steven Tabor, country director ADB Indonesia.

Tabor menyebutkan China menyumbangkan lebih separuh pertumbuhan di Asia, yang tahun ini dan tahun depan diperkirakan 5,7%. Makanya, tekanan perlambatan pertumbuhan di China diperkirakan akan mencapai 0,3 poin persentase di seluruh Asia.

Dia menambahkan pertumbuhan Asia akan meningkat meski lemah karena harga komoditas pokok seperti kopi, teh, pangan, minyak atau batubara yang melemah tak akan mengalami peningkatan drastis, sementara perekonomian Asia bergantung pada komoditas.

“Kecenderungannya akan sama karena pertumbuhan ekonomi global berjalan lambat dan mengakibatkan permintaan menurun, sementara pasokan masih tetap banyak, sehingga ada kelebihan pasokan karena belum ada pengurangan kapasitas produksi,” jelas Tabor.

Risiko bagi Indonesia

Walau prospek ekonomi Indonesia meningkat seiring peningkatan belanja pemerintah di bidang infrastruktur, ADB memperingatkan akan ada resiko bila proyek-proyek tersebut mengalami penundaan.

“Hal ini akan mengakibatkan penurunan bagi pemasukan pemerintah, dan menghambat pertumbuhan serta mengurangi kepercayaan pelaku bisnis,” ujar Aji.

Dia menambahkan resiko lain termasuk harga pangan tinggi yang mengakibatkan inflasi tidak terduga, pengurangan konsumsi dan menimbulkan keraguan bagi sentimen positif investor.

Di sisi lain, 11 paket reformasi ekonomi yang telah diluncurkan Pemerintahan Joko Widodo, sejak September 2015 diperkirakan terus meningkatkan iklim investasi di Indonesia, seiring belanja publik yang lebih tinggi.

Paket ekonomi terbaru ke-11 diumumkan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Istana Presiden, Selasa, 29 Maret 2016.

Pramono mengatakan pokok-pokok paket kebijakan seperti menyediakan fasilitas pembiayaan ekspor lengkap dan terpadu untuk modal kerja, penyaluran biaya buat usaha mikro, kecil dan menengah yang berorientasi ekspor.

Selain itu, juga ditetapkan tingkat suku bunga 9% per tahun efektif, menerapkan Indonesia Single Risk Management dalam sistem Indonesia National Single Window (INSW) untuk perizinan dalam kegiatan ekspor impor dan percepatan proses bongkar muat di pelabuhan atau dwelling time, yang sering dianggap sebagai satu masalah utama dalam perekonomian di Indonesia.

“Kewajiban penerapan single risk management pada Agustus 2016, dan diperluas untuk beberapa kementerian dan lembaga lain sehingga akhir 2016, diharapkan dapat berpengaruh pada penurunan dwelling time menjadi 3,5 hari secara nasional,” jelas Pramono.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.