Indonesia Desak Myanmar Ciptakan Kondisi Aman untuk Pemulangan Pengungsi Rohingya
2021.01.21
Jakarta
Indonesia pada Kamis (21/1) menekankan perlunya Myanmar untuk menciptakan kondisi aman di negara bagian Rakhine untuk kembalinya ratusan ribu pengungsi Rohingya di Bangladesh ke negara asal mereka, seiring dengan pernyataa dukungan menteri luar negeri dari negara-negara Asia Tenggara atas rencana repatriasi tersebut.
Sementara itu, kelompok anggota parlemen hak asasi manusia (HAM) Asia Tenggara pada Kamis mengecam keras Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN) tersebut karena "mendorong pemulangan pengungsi Rohingya ke tempat yang sama sekali tidak aman."
Awal pekan ini, Bangladesh juga mendesak Myanmar untuk memperbaiki situasi di negara bagian Rakhine utara untuk pemulangan pengungsi Muslim Rohingya, ketika kedua negara membahas pemulangan tentatif mulai kuartal kedua tahun ini.
“Marsudi berharap pemerintah Myanmar dapat segera menciptakan kondisi aman di Rakhine agar repatriasi bisa berjalan secara sukarela, aman dan bermartabat,” demikian kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dalam pertemuan virtual Menteri Luar Negeri ASEAN , Kamis.
Retno meminta adanya proses verifikasi terhadap keamanan para pengungsi Rohingya saat kembali ke negara asal.
“Indonesia tekankan pentingnya kerja lebih keras agar implementasi dapat lebih diintensifkan,” kata Retno dalam keterangan pers virtual di Jakarta,
ASEAN mendukung rencana Myanmar memulai proses repatriasi etnis Rohingya dari Bangladesh pada tahun ini serta berjanji untuk terlibat lebih dalam membantu terciptanya perdamaian di Negara Bagian Rakhine.
“Kami menyambut baik upaya Pemerintah Myanmar dalam mengatasi situasi di Negara Bagian Rakhine, termasuk memulai proses repatriasi sesuai dengan perjanjian bilateral bersama Bangladesh,” kata Menteri Luar Negeri Brunei Darussalam Dato Erywan Pehin Yusof dalam keterangan tertulis usai pertemuan virtual itu.
Pada Rabu, Kementerian Luar Negeri Bangladesh mengatakan Myanmar menyepakati pemulangan sekitar 800 pengungsi Rohingya dari penampungan Cox’s Bazar menyusul mediasi dua negara yang difalisitasi Pemerintah Cina.
Bangladesh mengajukan Maret sebagai waktu pemulangan, namun Myanmar meminta tenggat diundur hingga Juni karena alasan logistik, sebut Menteri Luar Negeri Masud Bin Momen dikutip dari harian Bangladesh, The Daily Star.
Negosiasi repatriasi ini adalah yang ketiga kali dilakukan kedua negara. Pada November 2018 dan Agustus 2019 kesepakatan serupa pernah dibuat namun dibatalkan karena penolakan pengungsi yang masih khawatir dengan kondisi keamanan di Rakhine.
Merespons perkembangan tersebut, Dato Erywan mengatakan ASEAN akan terus mendukung Myanmar dalam menciptakan perdamaian dan stabilitas,mempromosikan harmoni dan rekonsiliasi di antara komunitas, serta pembangunan yang inklusif di Rakhine.
“Kami juga menegaskan kembali kesiapan ASEAN untuk memainkan peran yang lebih untuk mendukung Myanmar dalam upaya-upaya tersebut,” kata Eryawan yang juga menjadi tuan rumah dalam pertemuan tersebut.
“Kami menantikan pelaksanaan Comprehensive Needs Assessment (CNA) dan mendorong Sekretaris Jenderal ASEAN untuk terus mengidentifikasi area-area yang memungkinkan untuk memfasilitasi proses repatriasi secara efektif,” lanjutnya.
Kecaman Parlemen HAM
Ketua Parlemen untuk Hak Asasi Manusia (HAM) ASEAN, Charles Santiago, meminta para pemimpin ASEAN untuk mengeluarkan kebijakan yang lebih tegas kepada Myanmar atas situasi yang terus memburuk di Negara Bagian Rakhine.
“Meskipun situasi di Rakhine memburuk selama beberapa tahun terakhir, ASEAN terus menanggapi dengan retorika dan pendekatan yang sama. Sekarang mereka mendorong kembalinya pengungsi Rohingya ke tempat yang sama sekali tidak aman,” kata Santiago dalam pernyataan tertulisnya.
“ASEAN membuat kemajuan kecil dalam menyelesaikan krisis ini dan jelas Myanmar mengabaikan semuanya,” tambah anggota parlemen Malaysia ini.
Santiago mengingatkan potensi persoalan perdagangan manusia, ketidakamanan, hingga pelarian pengungsi ke negara-negara tetangga Myanmar akan terjadi lagi jika repatriasi jadi dilakukan.
“Jika ASEAN tidak mulai menangani masalah hak asasi manusia yang serius di Rakhine, dampaknya akan lebih banyak merugikan daripada menguntungkan,” tukasnya.
Rohingya di Indonesia
Peneliti Amnesty International Indonesia, Ari Pramuditya, meminta pemerintah Indonesia tidak terburu-buru mengikuti arus repatriasi pengungsi Rohingya seperti yang saat ini tengah direncanakan oleh Bangladesh dan Myanmar.
Ari mengatakan repatriasi pengungsi Rohingya di Indonesia harus dilakukan dengan prinsip kemanusiaan dan sukarela, termasuk memastikan faktor keamanan juga potensi penyebaran COVID-19 di negara asal.
“Repatriasi wajib dilakukan dengan sukarela dan dengan persetuan pengungsi yang bersangkutan. Tidak boleh dilakukan secara paksa oleh negara,” kata Ari kepada BenarNews.
Pihaknya juga mengingatkan bahwa Indonesia berpotensi mendapat tekanan dari masyarakat internasional jika melanggar prinsip non-refoulement yang menyebut bahwa negara tidak boleh mengembalikan pengungsi ke tempat yang dapat mengancam hidup mereka.
“Hal-hal tersebut yang sekiranya harus diperhatikan sebelum pemerintah Indonesia memutuskan untuk melakukan repatriasi pengungsi yang saat ini berada di Aceh dan juga wilayah lainnya,” tukasnya.
Sepanjang 2020, sebanyak 396 imigran etnis Rohingya tiba di Aceh Utara dalam dua gelombang kedatangan yakni 99 orang pada Juni dan 297 orang lainnya 7 September. Tiga pengungsi meninggal dunia karena sakit, sementara beberapa lainnya mencoba melarikan diri dari tempat penampungan sementara di Balai Latihan Kerja Lhokseumawe.
Kementerian Luar Negeri mencatat Indonesia menampung lebih dari 11.000 pengungsi Rohingya yang datang sejak tahun 2015.