Indonesia sebut kerja sama dengan Australia terkait keamanan bukanlah pakta pertahanan
2024.08.09
Jakarta
Kementerian Pertahanan Indonesia pada Jumat (9/8) mengatakan bahwa kesepakatan kerja sama pertahanan dengan Australia yang akan ditandatangani bulan ini tidak menandai adanya pembentukan sebuah pakta pertahanan antara kedua negara.
Pejabat humas Kementerian Pertahanan, Brigjen Edwin Adrian Sumanta, mengatakan bahwa Perjanjian Kerjasama Pertahanan, atau Defence Cooperation Agreement (DCA) akan ditandatangani oleh Menteri Pertahanan sekaligus Presiden Indonesia terpilih Prabowo Subianto dan Menteri Pertahanan Australia Richard Marles pada 19 Agustus di Akademi Militer, Magelang.
Ia menegaskan bahwa DCA yang sudah lama direncanakan oleh kedua negara itu bukanlah sebuah pakta pertahanan.
Edwin mengatakan pakta pertahanan adalah sebuah perjanjian atau aliansi antara dua negara atau lebih yang bertujuan untuk memberikan perlindungan dan dukungan militer satu sama lain jika salah satu negara anggota menghadapi ancaman atau serangan dari pihak luar.
“Indonesia tidak mempraktekkan kerja sama pertahanan dalam bentuk pakta pertahanan karena Indonesia menganut politik luar negeri bebas aktif,” jelasnya.
Australia menyebut kesepakatan ini sebagai perjanjian bilateral paling strategis dengan Indonesia setidaknya sejak tahun 2006, ketika kedua negara memulihkan hubungan keamanan dengan menandatangani Perjanjian Lombok, demikian dilaporkan ABC Australia.
Australia dan Indonesia mengkonfirmasi pada Februari lalu bahwa mereka akan meningkatkan perjanjian pertahanan tahun 2012 mereka menjadi sebuah perjanjian baru yang mengikat, yang ditargetkan selesai dalam waktu tiga bulan.
Dalam pertemuan dengan Prabowo pada Februari lalu, Menhan Australia Richard Marles yang juga adalah Wakil Perdana Menteri di negara Kangguru itu mengatakan Australia berkeinginan menguatkan kerja sama dengan Indonesia di berbagai sektor seperti pendidikan, militer, ekonomi dan lain-lain.
Perdana Menteri Anthony Albanese kemarin juga mengkonfirmasi bahwa Prabowo akan melakukan kunjungan terpisah ke Canberra dalam dua pekan mendatang.
“Saya akan menyambut Menteri Pertahanan Indonesia dalam dua minggu ke depan, yang akan datang ke Canberra, dan dia akan mengadakan pertemuan dengan kabinet saya,” tuturnya seperti dikutip ABC.
Albanese juga mengatakan akan menghadiri pelantikan Prabowo sebagai presiden pada 20 Oktober nanti.
“Upaya bendung China”
Erik Purnama Putra, pendiri lembaga riset Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS), mengatakan DCA tidak bisa dilepaskan dari upaya menekan pengaruh China di kawasan, baik itu secara ekonomi dan militer.
“Indonesia sepertinya akan mendapat bantuan pelatihan dan lain-lain, sementara Australia menjadikan Indonesia sebagai benteng pertahanan menahan pengaruh China,” ujar Erik kepada BenarNews.
Erik mengatakan Australia juga selama ini telah menghormati kedaulatan Indonesia di Papua. Hal ini menjadi salah satu kunci mengapa Indonesia mau meneken kerja sama pertahanan dengan Australia, ujarnya.
“Karena Indonesia tahu, masalah di Papua terkait Organisasi Papua Merdeka (OPM) selama ini selalu dikait-kaitkan dengan Australia yang dituding beberapa pihak sebagai salah satu negara yang 'mendanai dan men-support OPM',” ungkapnya.
Adapun, lanjut Erik, kepentingan Indonesia dan Australia bertemu terkait upaya untuk menahan pengaruh China dalam masalah maritim karena klaim China di Laut China Selatan, cukup mengancam wilayah Indonesia yang berpegang pada Konvensi PBB terkait Laut (UNCLOS).
“Jadi kesepakatan-kesepakatan yang akan ditandatangani, membuat kedua negara diuntungkan,” ungkap Erik.
Terkait AUKUS, Erik mengatakan Indonesia tentu khawatir dengan aliansi pertahanan Australia, Inggris, dan Amerika Serikat yang dibentuk pada 2021 itu. AUKUS memungkinkan Canberra memiliki armada kapal selam bertenaga nuklir yang sulit terdeteksi.
Kendati begitu, sambung dia, Jakarta memahami AUKUS dibentuk dengan tujuan aliansi militer untuk menghadang China, sehingga tidak menargetkan Indonesia sebagai sasaran.
“Hanya saja, yang dikhawatirkan kan Indonesia terjepit di antara kedua negara besar jika terjadi konflik, tentu Prabowo akan membahas ini dengan Menhan Australia, untuk mencari win-win solution,” jelas Erik.
“Prabowo tidak nyaman dengan China”
Muradi, profesor ilmu politik dan keamanan Universitas Padjajaran, mengatakan Australia meneken perjanjian ini saat Prabowo sudah terpilih sebagai presiden karena dia selama ini dianggap lebih dekat ke Barat dan tidak mau dikendalikan oleh China.
“Kenapa tidak di zaman Jokowi? Karena Jokowi tidak mengerti ancaman perang dan (dia) dekat dengan China. Sebaliknya, Prabowo tidak nyaman dengan China,” tutur Muradi.
Muradi mengatakan Australia melakukan strategi cerdik dengan meneken kerja sama pertahanan dengan Indonesia, karena kebijakan itu menurutnya ditempuh untuk mendahului langkah serupa yang kemungkinan juga akan dilakukan China.
Sebab meski kerja sama ini bukan pakta pertahanan atau bersifat non-blok, wilayah Indonesia tetap tidak bisa digunakan China untuk menyerang Australia, ujarnya.
“Ketika Australia sudah mengunci Indonesia, China tidak bisa melakukan hal yang sama. Indonesia akan menjadi benteng bagi Australia jika China hendak menyerang,” jelas Muradi.
Pengamat militer Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia, Beni Sukadis menilai DCA akan makin memperluas hubungan pertahanan Indonesia dan Australia, berdasarkan fondasi kerjasama yang telah ada sebelumnya, salah satunya adalah kerja sama maritim.
“Indonesia dan Australia berkolaborasi dalam patroli maritim, pemantauan wilayah perairan, dan penanggulangan kejahatan lintas batas di laut, seperti penyelundupan dan perikanan ilegal,” ujarnya kepada BenarNews.
Selain itu, kata dia, pertukaran informasi intelijen juga menjadi kunci dalam kerja sama ini untuk mengidentifikasi dan menanggulangi berbagai ancaman keamanan.