Indonesia Desak ASEAN Tegas Terkait Konsensus Myanmar
2021.08.02
Jakarta

Indonesia pada Senin (2/8) mendesak ASEAN segera mengambil keputusan tegas dan menunjuk utusan khusus untuk Myanmar untuk memfasilitasi dialog penyelesaian konflik di Myanmar yang dipicu kudeta awal Februari lalu.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan Indonesia juga meminta Myanmar segera menyetujui usulan ASEAN mengenai penunjukan utusan khusus, yang merupakan bagian dari lima butir konsensus yang disetujui pemimpin ASEAN pada pertemuan di Jakarta bulan April.
Para menteri luar negeri kawasan Asia Tenggara bertemu secara virtual dalam rangkaian acara tahunan ASEAN Ministerial Meeting (AMM) yang bakal berlangsung hingga Jumat pekan ini, yang pada hari pertama didominasi oleh pembahasan tentang lima butir konsensus (5PC) tentang Myanmar.
“Sudah waktunya ASEAN mengambil keputusan yang decisive (tegas),” kata Retno, yang tengah berada di Washington DC, Amerika Serikat, untuk memenuhi undangan Menlu AS, Antony Blinken.
“Indonesia mengharapkan bahwa pertemuan AMM ini dapat memutuskan mengenai penunjukan SE (special envoy atau utusan khusus) sesuai usulan ASEAN beserta mandatnya yang jelas serta adanya komitmen militer Myanmar untuk memberikan akses penuh pada SE untuk menjalankan tugasnya,” ujarnya dalam konferensi virtual.
Dalam pertemuan itu, Indonesia menyampaikan bahwa hingga hari ini tidak terjadi perkembangan signifikan atas implementasi dari lima poin konsensus yang turut mencakup mekanisme bantuan kemanusiaan untuk Myanmar tersebut.
“Saya ulangi terus terhambatnya implementasi 5PCs, tidak membawa kebaikan bagi ASEAN,” ujarnya.
Konflik antara masyarakat sipil dengan aparat keamanan pecah di Myanmar sejak kudeta militer 1 Februari 2021 yang menggulingkan pemerintahan sipil pimpinan tokoh demokrasi Aung San Suu Kyi.
Hingga Agustus, konflik telah menewaskan 945 orang dan lebih dari 5.000 orang ditangkap, didakwa, dan divonis oleh Tatmadaw, tulis data Assistance Association for Political Prisoners, sebuah kelompok HAM Myanmar yang berbasis di Thailand.
Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan mengatakan situasi di Myanmar tetap menjadi “keprihatinan yang mendalam.”
“Kami mendesak implementasi Konsensus Lima Butir yang disepakati pada Pertemuan Pemimpin ASEAN pada 24 April 2021 dengan cepat dan efektif,” kata Balakrishnan.
Balakrishnan mengatakan Singapura akan menyumbangkan U.S.$100.000 untuk mendukung Pusat Koordinasi ASEAN untuk memberikan bantuan kemanusiaan bagi rakyat Myanmar secepatnya.
Lima poin konsensus disepakati dalam pertemuan para pemimpin negara ASEAN, termasuk pimpinan militer Myanmar Min Aung Hlaing, yang di antaranya seruan diakhirinya segera kekerasan, dialog konstruktif di antara semua pihak dan mediasi pembicaraan oleh utusan khusus ASEAN.
Jenderal Min Aung Hlaing pada Minggu (1/8), mengatakan pihaknya bersedia bekerja sama dengan utusan khusus ASEAN seraya mengumumkan bahwa status darurat bakal dilanjutkan hingga Agustus 2023 seiring dengan persiapan digelarnya kembali pemilihan umum di negara itu.
“Saya berjanji untuk menggelar pemilu multipartai, pasti,” kata Min dalam siaran televisi, seraya menambahkan, “Myanmar siap bekerja sama dalam kerangka ASEAN, termasuk dialog dengan utusan khusus ASEAN.”
Junta Myanmar menunjukkan sikap yang berubah-ubah atas lima poin konsensus. Usai pertemuan tingkat tinggi di Jakarta, Myanmar menyatakan persetujuannya atas kelima poin konsensus, namun beberapa hari kemudian junta mengatakan tidak akan mengimplementasikannya hingga ada “stabilitas” di negara itu.
Indonesia mengusulkan ASEAN mengembalikan mandat diplomasi penyelesaian konflik kepada para pemimpin regional apabila implementasi lima poin konsensus gagal ditindaklanjuti dalam pertemuan ini.
“Jika tidak terjadi implementasi, maka isu ini harus dilaporkan kembali pada para pemimpin ASEAN untuk mendapatkan arahan mengenai langkah-langkah yang dapat dilakukan sesuai Piagam ASEAN,” tukas Retno.
Bergerak cepat
Lina Alexandra, peneliti senior Departemen Hubungan Internasional Center Strategic for International Studies (CSIS) di Jakarta mengatakan apabila ASEAN pada akhirnya mengumumkan utusan khusus untuk memfasilitasi dialog damai di Myanmar, maka dia harus bergerak cepat mengejar ketertinggalan.
“Kita bisa melihat kelemahan-kelemahan ASEAN dalam tindak lanjut lima poin konsensus,” kata Lina kepada BenarNews.
“Dinamika konflik Myanmar sudah sangat berubah, sebenarnya sudah sangat-sangat terlambat bagi ASEAN. Tapi kita lihat saja siapa yang akan ditunjuk dan bagaimana performance-nya,” tambahnya.
Lina menambahkan, gerak cepat utusan khusus tersebut sangat bergantung pada kepemimpinan ASEAN dalam memfasilitasi kunjungan sosok ini ke Myanmar serta tersedianya komitmen keamanan dari pihak militer. Pada tahun ini, blok Asia Tenggara itu berada di bawah kepimpinan Brunei Darussalam.
ASEAN juga perlu memastikan utusan khusus bisa mendirikan kantor di Myanmar untuk memantau langsung pelaksanaan tiga poin konsensus lain yang terdiri dari penghentian kekerasan, distribusi bantuan kemanusiaan, serta dialog antarsemua pihak berkonflik.
“Kalau tidak, dengan segala hormat, ASEAN gagal lagi. Jangan sampai Special Envoy juga bernasib sama dengan Utusan Khusus PBB yang tidak pernah bisa masuk ke Myanmar,” katanya.
Teuku Rezasyah, Pakar Hubungan Internasional Universitas Padjajaran di Bandung, mengatakan ASEAN berkejaran dengan waktu untuk membuktikan pada dunia internasional bahwa kawasan tersebut masih solid jelang perayaan hari jadi pada 8 Agustus mendatang.
“Kalau sudah begini, tidak boleh ada kesan tidak akur, paling tidak harus ada konsensus bersama terkait Myanmar sehingga nanti pada saat hari jadi, bisa berdiri bersama dengan ‘ASEAN Way’ itu…tapi persoalannya the damage has been done,” kata Rezasyah kepada BenarNews.
Rezasyah menilai, selain menyelesaikan pekerjaan rumah terkait implementasi lima poin konsensus, kawasan juga perlu menyusun langkah lanjutan terhadap potensi instabilitas baru dari konflik Myanmar yang semakin kompleks.
“Potensi instabilitas akan semakin tinggi, khususnya bagi kelompok minoritas seperti Rohingya di sana. Gelombang pengungsian akan semakin besar yang mungkin bakal berpengaruh ke Malaysia, juga Indonesia,” katanya.
Bila hal tersebut juga tidak bisa dilakukan ASEAN, Rezasyah mengkhawatirkan ketidakpercayaan dunia terhadap mekanisme multilateralisme terbesar ini semakin besar.
“Dunia bisa melihat ASEAN tidak solid, boro-boro menghadapi Laut Cina Selatan, the Quad, menyelesaikan urusan Myanmar saja tidak bisa. Kalau sudah begini yang untung bisa saja Cina karena upayanya dalam mengintervensi kawasan semakin berhasil,” kata Rezasyah.
Para Menteri Luar Negeri ASEAN dijadwalkan akan menggelar pertemuan dengan mitra eksternal seperti, Cina, Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat dalam rangkaian acara yang mencakup ASEAN Plus Three dan ASEAN Regional Forum, yang merupakan ajang pembahasan keamanan regional yang berlangsung pada hari Jumat.
Pada akhir pertemuan, para menteri diharapkan untuk mengadopsi beberapa dokumen, termasuk Komunike Bersama AMM ke-54, yang menjadi poin penting pembahasan yang terjadi selama pertemuan.
Pertemuan para menteri juga membahas dinamika keamanan kawasan, pandemi COVID-19 dan persiapan untuk KTT ASEAN ke-38 dan ke-39 yang dijadwalkan pada Oktober 2021.
Balakrishnan mengatakan ASEAN perlu memanfaatkan Dana Tanggap COVID-19 untuk membeli vaksin untuk rakyat masyarakat di kawasan.
Dalam pertemuan Senin, para menteri juga mengadopsi ASEAN Travel Corridor Framework.
“Perkembangan ini akan membuat kita dalam posisi lebih baik untuk secara berangsur-angsur dan aman membuka kembali ekonomi kita dan melanjutkan usaha yang aman dan perjalanan penting, ketika situasinya stabil,” kata Balakrishnan.