Bawaslu Didesak Usut Dugaan 'Mahar Politik' Rp1 Triliun
2018.08.14
Jakarta

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) didesak menyelidiki dugaan‘mahar politik’ yang disebut diberikan bakal calon wakil presiden Sandiaga Uno kepada Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) senilai masing-masing Rp500 miliar.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan Bawaslu harus segera mengusut supaya adanya kejelasan bagi publik demi pemilu yang jujur dan adil.
"Bawaslu harus cepat karena penelusuran aliran dana ini enggak bisa dilakukan orang biasa yang cuman mendengarkan berita. Makanya perlu institusi yang bisa melakukan," katanya kepada BeritaBenar, Selasa, 13 Agustus 2018.
"Ini agar masyarakat percaya proses Pemilu 2019 berjalan sesuai aturan, tidak ada suap dalam pencalonan agar orang tidak pesimis dan tetap memelihara optimisme."
Sebelumnya, wakil sekretaris jenderal Partai Demokrat, Andi Arief, menuduh ada kucuran dana masing-masing Rp500 miliar kepada PKS dan PAN yang katanya membuat kedua partai itu setuju mendukung Sandiaga sebagai bakal calon wakil presiden untuk mendampingi Prabowo Subianto.
Pernyataan Andi itu disampaikan lewat akun Twitternya menjelang deklarasi pasangan Prabowo-Sandiaga sehingga sempat terjadi ketegangan di antara politisi partai koalisi.
Malah, kepastian dukungan Demokrat kepada pasangan itu baru diputuskan beberapa jam sebelum pendaftaran ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Politisi PKS dan PAN sudah membantah kalau partainya menerima dana dari Sandiaga dan sempat mengancam akan menuntut Andi untuk diproses hukum.
"Kalau proses hukum tetap akan berjalan, sebab yang begitu-begitu jangan dikasih lepas. Kalimat-kalimat seperti itu harus dipertanggungjawabkan secara hukum," ujar ketua DPP PKS Aboebakar Alhabsy kepada BeritaBenar akhir pekan lalu.
Menurut dia, PKS memastikan tudingan Andi Arief sangat tidak bertanggung jawab, dan terkesan tendensius serta mengada-ada.
Menanggapi ancaman proses hukum tersebut, Andi mengaku tak takut kalau PAN, PKS atau Gerindra melaporkannya ke pihak berwajib karena dia mengaku memiliki saksi.
“Saya tidak takut karena ada saksi dan banyak yang dengar soal mahar itu,” imbuh Andi.
Titi dari Perludem mengharapkan Andi melaporkan dugaan mahar politik kepada pihak terkait dan tak sekadar membuat masyarakat berspekulasi.
"Pihak-pihak yang mengetahui, terutama Andi, bisa melaporkan dugaan itu. Kalau pihak yang namanya disebut dan tidak melakukannya buktikan, jangan ruang publik dikotori isu yang sangat mencederai proses hukum," ujar Titi.
Tunggu laporan
Anggota Bawaslu, Mochammad Afifudin, meminta pihak terkait untuk membuktikan dugaan pemberian mahar politik itu.
“Saya takut mahar ini hanya isu saja biar ramai. Kalau memang ada, silakan lapor ke pihak terkait. Ada Bawaslu, KPU, dan kepolisian,” katanya kepada BeritaBenar.
Menurut Afifudin, Bawaslu tidak mempunyai kewenangan melakukan pemanggilan para pihak terkait dugaan pemberian mahar politik. Pihaknya juga tidak punya wewenang melakukan penyadapan.
Dia menegaskan, Bawaslu hanya akan memproses apabila sudah ada laporan.
“Kalau ada laporan, otomatis kami akan selidiki karena ada bukti. Sekarang kan belum ada,” ungkapnya.
Hal sama juga disebutkan juru bicara Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) Febri Diansyah yang menyatakan, KPK akan bertindak ketika laporan telah masuk.
“Kami juga tentunya baru bisa bergerak kalau ada laporan yah,” katanya.
Dia menambahkan, KPK belum bisa menyatakan dugaan pemberian mahar itu sebagai tindak pidana korupsi karena belum diselidiki.
Tanggapan Sandiaga
Menanggapi tuduhan Andi Arief, Sandiaga membantah dirinya memberikan mahar kepada PKS dan PAN masing-masing Rp500 miliar.
Sandiaga, yang telah mengundurkan diri dari Wakil Gubernur DKI Jakarta, menerangkan bahwa dirinya memang menyiapkan dana untuk diberikan kepada tim pemenangan.
“Jadi bukan mahar, tapi untuk dana kampanye,” jelasnya.
Pemerhati sosial politik, Teddy Gusnaidi, mengatakan apapun alasan Sandiaga, tidak bisa jadi pembenaran atas apa yang sudah dilakukan dalam proses pencalonan.
“Bawaslu tak perlu menjadikan pernyataan Sandiaga sebagai alasan pembenaran untuk tidak memproses karena UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, tidak mengatur soal alasan. Partai politik hanya dilarang menerima imbalan pada proses pencalonan. Jadi tidak ada alasan lain lagi,” jelas Teddy.
Ia menambahkan bahwa jika terbukti Sandiaga memberikan dana ke partai politik, maka pencalonannya dapat dibatalkan. Dan berdasarkan Pasal 228 UU Pemilu, PAN dan PKS tidak boleh ikut pemilihan presiden tahun 2024.
Kalaupun itu dianggap dana kampanye, Sandiaga bisa dipidana penjara 2 tahun dan denda Rp500 juta berdasarkan pasal 525 UU Pemilu karena saat dia memberikan, belum menjadi pasangan calon dan batas pemberian dana kampanye maksimal Rp2,5 miliar per orang.