Polisi Tangkap 48 Terduga Teroris Jaringan JI dan JAD

Anggota Densus 88 menyita lebih dari 1.500 kotak amal dalam penyergapan anggota JI di Bandung.
Tria Dianti
2021.08.16
Jakarta
Polisi Tangkap 48 Terduga Teroris Jaringan JI dan JAD Polisi mengawal terduga teroris Zulkarnaen, juga dikenal sebagai Aris Sumarsono, setibanya di Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Tangerang, Rabu, 16 Desember 2020.
[AP]

Polisi menangkap 48 terduga militan di 11 wilayah Indonesia dalam beberapa hari terakhir dalam operasi yang bertujuan mencegah “aksi-aksi terorisme di tanah air,” demikian disampaikan pejabat kepolisian Senin (16/8).

Penangkapan 45 terduga anggota Jemaah Islamiyah (JI) dan tiga orang terkait Jamaah Ansharut Daulah (JAD) terjadi pada Kamis sampai Minggu pekan kemarin, kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri, Ahmad Ramadhan.

“Densus 88 berhasil menangkap 48 tersangka teroris di 11 wilayah di Indonesia,” kata Ramadhan dalam keterangan pers di Jakarta.

“Densus 88 terus melakukan upaya penegakan hukum sebagai bagian pencegahan terhadap aktivitas teroris di tanah air dan tidak melihat waktu waktu tertentu, tetapi terus bertugas dan berupaya secara optimal agar dapat menciptakan rasa aman tentram dan damai di tengah masyarakat,” kata Ramadhan.

Dalam penangkapan 5 orang yang diduga anggota JI di Jawa Barat pada Minggu, polisi menemukan 1.540 kotak yang diduga terkait penggalangan dana kelompok yang terafiliasi dengan al-Qaeda itu, ujar Ramadhan.

Penangkapan terbanyak terduga anggota JI terjadi di Jawa Tengah dengan 10 orang, diikuti Lampung (7), Sumatera Utara (6), Banten (5 orang), Jawa Barat (5), Jawa Timur (4), Jambi (3 orang), Sulawesi Selatan (2 orang), Maluku (1) dan Kalimantan Barat (1).

Beberapa lainnya masih dalam pengejaran polisi, ujar Ramadhan

Sementara tiga orang lainnya yang ditangkap di Kalimantan Timur merupakan bagian dari jaringan media sosial milik JAD, kata Ramadhan, tanpa memberikan keterangan lebih lanjut.

Dalam penggeledahan di Bandung, Jawa Barat, polisi menangkap tersangka berinisial RH yang diduga merupakan juga ketua jaringan lokal JI dan menyita 1.540 celengan kotak amal yang disebut milik yayasan amal bernama Syam Organizer yang berkantor pusat di Yogyakarta, kata dia.

Ramadhan mengatakan Syam organizer yang beroperasi di bawah JI menggunakan kotak amal dengan tujuan menarik simpati masyarakat demi kemanusiaan, menghindari polisi, dan bisa bergerak leluasa.

Hasil penggalangan dana Syam Organizer diantaranya digunakan untuk memberangkatkan anggota JI ke Suriah pada tahun 2013-2017, penyediaan air bersih dan membangun rumah di Suriah, dan bantuan darurat lainnya di Indonesia.

“Cara mereka memperoleh dana adalah dengan mengedarkan celengan amal di masyarakat, mengadakan tabungan kurban, keliling tabligh akbar, mengundang ustadz dan tokoh agama, dan menggalang dana dengan menyebarkan nomor rekening Syam Organizer ke jamaah,” kata Ramadhan.

Beberapa persen gaji pegawai Syam Organizer juga dipotong untuk disetorkan ke JI, ujarnya.

Densus pernah menggeledah kantor Syam Organizer di Yogyakarta pada April 2021.

Lembaga yang diketahui telah berdiri sejak 2013 itu sering mengadakan acara tabligh akbar. Dan kerap kali memberitakan soal Muslim yang terzalimi di seluruh dunia, kata polisi.

Ancaman masa depan

Tahun ini, polisi sudah menangkap lebih dari 90 orang yang diduga anggota JI.

Akhir tahun lalu, kepolisian mengatakan lebih dari 20.000 kotak amal di warung makan dan toko swalayan di tujuh provinsi digunakan JI sebagai salah satu sumber pendanaan organisasi militan terlarang itu selama beberapa tahun terakhir.

Polisi mengatakan sebagian besar kotak amal ditempatkan di warung-warung makan konvensional karena tidak perlu izin khusus.

Peneliti senior dari Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi (PAKAR), Moh. Taufiqurrohman menilai meskipun tidak berbahaya saat ini, namun JI bisa menjadi ancaman di kemudian hari.

“Saat ini secara keamanan belum mengancam, karena JI lebih fokus ke dakwah, namun di masa depan sangat berbahaya ketika militer JI sudah berkembang dan digunakan untuk menyerang pemerintah, maka dampaknya akan lebih buruk dibandingkan dengan JAD,” kata dia kepada BenarNews.

“Keinginan mereka jelas ya ingin men-Taliban kan Indonesia suatu saat. Saat ini masih proses rekrutmen pelatihan dan kaderisasi, kalau militer mereka sudah kuat baru mereka menyerang,” tambahnya.

Ia mengatakan kotak amal digunakan JI karena dianggap paling menguntungkan dengan penggalangan dana dari masjid ke masjid dapat mengantongi Rp 15 juta setiap keliling.

Namun karena pandemi, ujar dia, maka acara keliling tidak bisa dilakukan lagi sehingga Syam Organizer menaruh kotak amal di minimarket.

“Sikap dermawan orang Indonesia dan strategi jualan penderitaan kaum Muslim dipakai agar mendapatkan banyak dana. Setidaknya omsetnya bisa milyaran per tahun,” kata dia.

Alasan yang digunakan biasanya dana tersebut dipakai untuk misi kemanusiaan, proyek kemanusiaan, membangun sumur, alat penghangat, baju pengungsi di Suriah, ujar Taufiqurrohman.

“Ngakunya sebagai aktivis kemanusiaan untuk Suriah padahal ikut pelatihan militer dengan kelompok-kelompok seperti Jabat al Nusra atau Hay'at Tahrir al-Sham (HTS). Dana tersebut juga dipakai untuk membayar pengacara narapidana JI,” katanya.

Selama periode 2013-2018, JI telah mengirim 96 orang melalui 7 angkatan dengan biaya Rp.300 juta per pengiriman, kata Taufiqurrohman.

“Semoga pemerintah bisa menerapkan regulasi yang mengatur yayasan penggalangan dana, dengan harus berizin, harus mau buka laporan mereka, dipastikan tidak ada link dengan kelompok ekstrimis, bisa dilihat siapa pengurusnya,” ujarnya.

“Harus ada langkah teguran dan penutupan jika diketahui lembaga amal tersebut tidak mau transparan. Itu tandanya ada yang ditutupi,” kata dia.

Pakar terorisme dari Universitas Indonesia, Stanislaus Riyanta mengatakan selain kotak amal JI juga mempunyai sumber dana dengan berbagai bisnis atau unit usaha yang dikembangkan para anggotanya.

“Untuk sementara JI menghindari cara kekerasan yang akan berdampak pada penangkapan. JI saat ini lebih mengutamakan cara-cara penggalangan dana dan propaganda lewat aktivitas keagamaan,” ujar Stanislaus.

Namun, dalam 10-20 tahun ke depan, jika tidak ditangani JI akan menjadi kelompok yang besar dan sumber daya yang kuat dan akan berbahaya.

“Anggota yang kembali dari Suriah tentu akan sangat berbahaya jika kembali ke Indonesia. Ideologinya pasti sudah sangat kuat, jaringannya juga kuat, apalagi jika mereka kombatan tentu akan sangat berbahaya, bisa melakukan aksi teror di Indonesia berdasarkan pengalamannya di daerah konflik di Timur Tengah.”

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.