‘Ibu Inspirasi’, Menyalurkan Teknologi Ramah Lingkungan ke Pelosok Negeri

Anton Muhajir
2016.08.04
Ubud
160804_ID_Kopernik_1000.jpg Ewa Wojkowska berdiri di depan dinding yang memajang berita dan penghargaan untuk Yayasan Kopernik di Ubud, Bali, 31 Juli 2016.
Anton Muhajir/BeritaBenar

Sudah tiga tahun Anna Nurhayati menggunakan alat penyaring air untuk air minumnya. Warga Desa Ngasem, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, itu mengaku bisa lebih hemat dalam pengeluaran setelah menggunakan alat tersebut.

Sebelum memakai penyaring air minum, perempuan satu anak itu membeli air mineral galon. Tiga hari sekali, ia membeli segalon air minum seharga Rp 15.000. Dalam sebulan, dia menghabiskan Rp 150.000.

“Alhamdulillah, sekarang tidak perlu beli air lagi,” katanya kepada BeritaBenar ketika dihubungi melalui telepon, Senin, 1 Agustus 2016.

Terinsipirasi dari penghematan yang dia alami, Anna kemudian mengajak ibu-ibu lain di desanya dan desa-desa tetangga untuk memakai filter air minum. Ada tiga alasan yang selalu dia sampaikan untuk meyakinkan bahwa filter air itu lebih baik: higienis, ekonomis, dan praktis.

Menurut Anna, filter air yang dia beli seharga Rp 165.000 itu memiliki alat penyaring sehingga air minum lebih sehat dibanding air mineral bermerek. Alat itu juga praktis karena bisa menggunakan air tanah, air hujan, atau bahkan air sungai, asal bersih.

Berbeda dengan Anna, Elisabeth Nogo Keraf di Desa Waiwejak, Pulau Lenbata, Nusa Tenggara Timur, menggunakan lampu tenaga surya sejak Maret 2015. Semula, dia memakai petromak atau lilin pada malam hari karena belum ada listrik di desanya.

Dengan lampu tenaga surya, Mama Elis, begitu dia biasa disapa, bisa hemat energi dan ramah lingkungan. Anak-anak di desanya tak lagi belajar di bawah cahaya lilin atau lampu minyak tanah. Cukup memakai lampu seharga Rp200.000 dengan kekuatan hingga 8 jam.

Mama Elis juga mengajak ibu-ibu lain di desanya dan desa-desa tetangganya untuk menggunakan lampu sejenis. Selain aman karena tak takut lagi kebakaran, juga lebih hemat karena tidak perlu membeli minyak tanah.

Anna dan Mama Elis hanyalah dua dari 400 lebih ibu rumah tangga yang tak hanya memakai produk-produk ramah lingkungan, tapi juga mempromosikan dan menjualnya.

Mereka bergabung sebagai anggota ‘Ibu Inspirasi’ bersama perempuan lima provinsi: Aceh, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

Daerah terpencil

“Ibu Inspirasi” ialah program Yayasan Kopernik, organisasi penyedia teknologi ramah lingkungan yang berkantor di Ubud, Gianyar, Bali. Dari sini, Kopernik menyebarkan berbagai teknologi ramah lingkungan terutama ke daerah-daerah terpencil.

Pendiri Kopernik adalah pasangan suami-istri, Ewa Wojkowska dan Toshi Nakamura. Keduanya pernah bekerja di PBB yang mengakrabkan mereka dengan isu-isu masyarakat miskin.

Sejak awal, Kopernik memang bertujuan menyediakan teknologi ramah lingkungan khususnya bagi warga kurang mampu di daerah terpencil.

Ewa, perempuan berkewarganegaraan Polandia memilih Kopernik sebagai nama yayasan karena terinspirasi Nikolaus Kopernikus, ilmuwan terkenal Polandia yang menemukan teori bahwa bumi itu bulat.

“Seperti Kopernikus, kami ingin mengubah cara pandang orang terhadap teknologi,” kata Ewa kepada BeritaBenar, Minggu, 31 Juli 2016.

Untuk mengubah cara pandang itu, Kopernik bekerja melalui tiga cara. Pertama, mencari teknologi murah dan ramah lingkungan, mengenalkan, lalu mengkaji ulang dampak penggunaannya.

Kedua, mereka membiayai pengiriman produk ke lokasi-lokasi terpencil. Warga bisa membeli secara tunai ataupun kredit.

Ketiga, membayar ke produsen teknologi dan memberi umpan balik terkait dampak penggunaan teknologi tersebut.

Bukan buatan sendiri

Sebagian besar produk yang dijual Kopernik bukan buatan mereka sendiri. Mereka membelinya dari pihak lain, seperti penyaring air dari Bandung, lampu tenaga surya dari China, pengolah produk pertanian dari Malang, dan lainnya.

Saat berdiri empat tahun silam, Kopernik lebih banyak menjual kompor dan lampu. Kompor ramah lingkungan menggunakan bahan bakar padat, seperti kayu, arang, dan batu bara. Menurut Ewa, kompor ini bisa menghemat bahan bakar hingga 80 persen.

Karena sebagian besar produk yang dijual adalah alat-alat rumah tangga, Kopernik pun mengajak ibu-ibu sebagai “agen penjualan”.

“Perempuan sangat efektif sebagai agen untuk mengenalkan teknologi bersih dan murah,” kata Ewa. “Dengan menjadi Ibu Inspirasi, mereka bisa meningkatkan pendapatan sekaligus kepercayaan diri.”

Dalam Laporan Tahunan 2015, Kopernik menyatakan 7.594 orang di daerah miskin Indonesia kini bisa menikmati hidup lebih baik dengan teknologi yang disediakan Kopernik.

Tahun itu mereka mendistribusikan 27.197 teknologi meliputi lampu tenaga surya, perangkat listrik rumah, filter air, kompor, peralatan melahirkan, dan permainan.

Dari modal awal sebesar $100.000, pada tahun lalu mereka mengelola dana hingga $2.709.363 yang diperoleh dari donasi dan hibah $1.597.067 serta penjualan maupun konsultansi sebesar $1.112.296.

Dengan keberhasilan itu, Kopernik dan anggota Ibu Inspirasi mendapat penghargaan internasional, termasuk Zayed Future Energy Prize for the Non-Profit Organisation 2016. Mereka juga diundang di forum-forum internasional seperti di PBB dan World Economy Forum.

“Ibu Inspirasi” telah membangun kewirausahaan para ibu di daerah terpencil, seperti Anna dan Mama Elis. Tak hanya menambah pendapatan, tapi juga kepercayaan diri.

“Dulu saya tidak bisa bicara di depan umum. Sekarang sudah bisa, bahkan di depan menteri dan bupati,” tutur Anna menceritakan pengalamannya ketika berbicara di depan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan Bupati Bojonegoro, awal Juni lalu.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.