Komnas HAM: Siyono Tidak Melawan Densus

A. Firdaus & K. Ayuningtyas
2016.04.11
Jakarta & Klaten
160411_ID_Siyono_1000.jpg Anggota Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah berbicara dengan Brimob saat mengawal prosesi autopsi jenazah Siyono di Desa Pogung, Klaten, Jawa Tengah, 3 April 2016.
Kusumasari Ayuningtyas/BeritaBenar

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan bahwa Siyono, seorang warga Klaten yang meninggal dunia saat menjalani pemeriksaan oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Mabes Polri, tidak melakukan perlawanan fisik kepada pasukan anti-teror tersebut.

Hal itu diketahui dari hasil autopsi yang dilakukan tim dokter gabungan Rumah Sakit Muhammadiyah dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta serta seorang dokter dari Kepolisian Daerah Jawa Tengah.

"Tidak ada luka tangkis wujud perlawanan dari Siyono di sekujur tubuh," jelas Komisioner Komnas HAM, Siane Indriyani dalam keterangan pers di kantor Komnas HAM, Senin, 11 April 2016.

Walhasil, tambahnya, pernyataan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia yang sebelumnya beberapa kali menyebut bahwa Siyono melakukan perlawanan bahkan menyerang polisi yang mengawalnya adalah sebuah kebohongan.

"Pernyataan bahwa Siyono telah melakukan perlawanan, saya katakan itu tak benar," tegasnya.

Siane menambahkan, hasil autopsi juga menyimpulkan Siyono dipukul dalam posisi seperti merebahkan diri di suatu tempat. Seluruh tubuhnya mengalami kerusakan, dengan kerusakan paling parah di bagian dada.

"Jadi, kesimpulan sementara adalah Siyono pasrah saat dipukul oleh petugas Densus 88,” ujarnya.

Pernyataan Siane didukung ketua tim autopsi, dr. Gatot Suharto. Bahkan menurut dia, akibat pemukulan itu, beberapa bagian dada Siyono patah hingga menusuk jantung. Ia mencatat lima tulang iga sebelah kiri yang menghadap keluar dan satu tulang iga kanan yang patah menjorok ke dalam.

Kerusakan parah pada bagian dada inilah yang kemudian disebut sebagai penyebab kematian Siyono.

"Bagian dada patah semua. Pundak dan sekujur bagian tubuh juga ada patah dan lebam," jelas Gatot.

Mengomentari hasil autopsi itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigjen Agus Rianto, masih tetap pada keterangan sebelumnya. Dia menyatakan bahwa kematian Siyono karena pendarahan di kepala akibat perkelahian dengan anggota polisi yang mengawalnya.

"Setelah perkelahian, dia tampak kelelahan dan lemas sehingga anggota membawanya ke RS Bhayangkara Yogyakarta untuk diberikan pertolongan," kata Agus kepada BeritaBenar. "Namun nyawanya tak tertolong dan meninggal di sana."

Agus mempersilakan jika hasil autopsi itu digunakan sebagai rekomendasi jika ada proses hukum lanjutan.

Siyono adalah seorang warga Dukuh Brengkungan, Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten, Jawa Tengah, yang ditangkap Densus 88 pada 8 Maret lalu karena diduga terlibat terorisme. Tetapi tiga hari kemudian dia meninggal dunia.

Tak terima dengan penjelasan polisi, istri Siyono – Suratmi – meminta bantuan pada Muhammadiyah agar mencari keadilan dan untuk mengetahui penyebab kematian suaminya. Meski sebelumnya sempat dicoba dihalangi, akhirnya tim dokter melakukan autopsy mayat Siyono tanggal 3 April.

Membuka amplop dari Polri

Selain menjabarkan hasil autopsi jenazah Siyono, keterangan di kantor Komnas HAM juga mengungkap amplop berisi uang yang sempat diserahkan polisi kepada Suratmi. Amplop ini kemudian diserahkan Suratmi kepada PP Muhammadiyah.

"Kami juga belum tahu isinya, akan kami buka hari ini," tutur Ketua Muhammadiyah bidang hukum, Busyro Muqoddas sebelum membuka amplop.

Dibantu Siane, Busyro lantas membuka kedua bungkusan amplop tersebut dengan gunting dan menghitungnya. Tampak uang pecahan Rp 100 ribu yang diikat menjadi beberapa gepok. Setelah dihitung, uang tersebut berjumlah Rp 100 juta.

Perihal uang ini, Busyro belum memutuskan. Apakah akan diserahkan pada Suratmi atau dikembalikan kepada polisi?

"Kami rapatkan dulu. Uang ini bisa menjadi bukti hukum," ujar mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut.

Diselingi unjuk rasa


Sejumlah orang yang mengatasnamakan Gerakan Umat Islam Nusantara melakukan unjuk rasa di kantor Komnas HAM di Jakarta, 11 April 2016. (Arie Firdaus/BeritaBenar)

Sebelum hasil autopsi diumumkan, sejumlah orang yang mengatasnamakan Gerakan Umat Islam Nusantara berunjuk rasa di kantor Komnas HAM. Mereka berorasi di depan ruangan tempat pemaparan hasil autopsi dibacakan, sambi membentangkan poster bernada kecaman terhadap Densus 88. Salah satunya adalah, “Bubarkan Densus 88 Pembunuh Umat Islam”.

"Mereka telah menzalimi Siyono secara tak bertanggungjawab," ujar salah satu oratornya, “sikap itu tampak jelas bahwa Densus telah menuduh umat Islam sebagai teroris."

Keluarga masih merasa diintimidasi

Wagiyono, abang kandung Siyono yang ditemui BeritaBenar di rumahnya, Senin, menyebutkan, keluarga almarhum masih merasa diintimidasi. Bentuk intimidasi itu adalah orang-orang tidak dikenal yang mondar-mandir di sekitar rumah Siyono dan rumahnya.

"Seringnya setiap mendekati waktu shalat, juga pagi sekitar pukul 06.00 WIB," ujar Wagiyono yang meyakini mereka bukan warga desanya.

Orang-orang tak dikenal itu seringkali mencoba mengajaknya mengobrol, baik ketika berada di masjid atau saat dia sedang berada di rumah. Mereka kadang ikut masuk ke rumah Wagiyono bila ada tamu. Selain itu, mereka mencatat nomor plat motor milik para tamu.

"Kalau yang datang teman biasa mereka ikut ngobrol dan enak ngobrolnya, tapi jika tamunya dari pihak yang berkaitan dengan kasus Siyono mereka suka bertanya yang menyudutkan," terang Wagiyono.

Menurut dia, sampai kini masih banyak tamu datang. Ada yang sekadar bertakziah, tetapi banyak juga yang ingin tahu penyebab kematian Siyono.

Wagiyono mengaku bingung kenapa masih diawasi padahal autopsi sudah selesai dilakukan. "Ini membuat kami tidak nyaman kalau mau beraktivitas," ujarnya.

Saking beratnya tekanan diterima Suratmi, Wagiyono mengatakan ibu lima anak itu saat ini sedang sakit.

Terkait hasil autopsi adiknya, Wagiyono mengaku pihak keluarga telah menyerahkan sepenuhnya kepada Komnas HAM dan PP Muhammadiyah.

“Kami dari pihak keluarga hanya berharap bisa mendapatkan keadilan,” ujarnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.