Jokowi Berharap Pers Tetap Menjadi Penyalur Kebenaran
2018.02.09
Padang

Presiden Joko “Jokowi” Widodo berharap insan pers Indonesia tetap menjadi penyalur kebenaran, karena keberadaannya masih sangat diperlukan di era lompatan kemajuan teknologi dan melimpahnya informasi yang belum tentu semuanya benar.
“Pers makin diperlukan sebagai pilar penegak penyampaian kebenaran, penyalur fakta, dan sekaligus penyalur aspirasi masyarakat,” katanya pada puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2018 di Padang, Sumatra Barat, Jumat, 9 Februari 2018.
“Pers diperlukan untuk membangun narasi kebudayaan, peradaban baru, memotret masyarakat yang bergerak efisien dan cepat yang melahirkan revolusi industri 4.0 berbasis digitalisasi dan kemampuan analisis data,” tambahnya.
Menurutnya, sejak lima tahun terakhir muncul berbagai analisis yang menyebut media arus utama dan media massa akan terus digeser oleh media sosial dan media baru.
“Media massa, pers, yang dikenal sebagai pilar keempat demokrasi dianggap akan sulit bersaing dengan medsos dan digital. Namun saya percaya, pers tetap akan diperlukan,” ujar Jokowi.
Pada kesempatan itu, Jokowi mengakui kadang kesulitan menjawab pertanyaan yang diajukan wartawan.
"Saya ingat pas dicegat doorstop, 80 sampai 90 persen wartawan itu pertanyaannya sulit-sulit semua, karena tembak langsung saat saya tidak siap," katanya.
Lalu, dia minta seorang wartawan naik ke panggung. Dari sekian banyak yang angkat tangan, Jokowi memilih Yusri Nur Raja Alam, seorang wartawan dari Surabaya.
"Sekarang saya minta Pak Yusri jadi presiden, saya jadi wartawannya," ujar Jokowi, yang disambut tawa peserta.
Dengan mantap, Yusri berujar, "Apa yang mau ditanyakan?"
Mendengar itu, Jokowi tertawa sambil berujar, "Wah pede sekali, saya jarang nanya duluan seperti itu ke wartawan. Nah sekarang pertanyaan ke Bapak, menteri mana yang menurut Bapak paling penting?"
Yusri menjawab, "Semuanya penting."
Mendengar jawaban itu, Jokowi berujar, "Ini kok politis banget."
"Menteri yang bisa membuat Presidennya nyaman," lanjut Yusri.
Tak puas dengan jawaban itu, Jokowi berujar, "Menteri apa? To the point saja, Bapak jangan muter-muter gitu, saya belum bisa nulis ini karena belum nangkep."
Kemudian, Yusri menjawab menteri yang penting adalah yang mengurusi wartawan, yaitu Menteri Komunikasi dan Informatika.
Verifikasi
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki media terbanyak di dunia. Menurut data Dewan Pers, saat ini ada 47.000 lebih media. Dua ribu di antaranya media cetak, 674 media radio, 523 media TV termasuk yang lokal serta 43.300 media online.
“Ini indikator bahwa Indonesia menjaga kemerdekaan pers,” kata Ketua Dewan Pers, Yosef Adi Prasetyo.
Dewan Pers terus melakukan proses verifikasi terhadap perusahaan-perusahaan pers.
“Media pers memasuki ambang transisi, media cetak banyak yang tak bisa terbit karena merosotnya oplah,” paparnya.
Menurut Yosef, media yang marak membuat banyak rekrutmen, dan ada dari mereka yang tak ikut pelatihan jurnalistik, terutama kualitas media siber yang cenderung jadi media ala kadarnya.
“Media seperti ini justru tetap eksis karena mendapat dana dari APBD. Ini tugas utama kita, tugas utama jurnalis menyampaikan kebenaran,” katanya.
Ia menambahkan, saat ini bermunculan berita-berita hoax, sehingga fakta media arus utama tertutupi berita yang menebar kebohongan, kebencian, prasangka, SARA (suku, agama, ras, antargolongan) dan ketidakpercayaan terhadap badan publik.
“Menjelang Pilkada, fenomena ini kian menguat. Kita sudah melihat fenomena pada 2017 lalu,” katanya.
“Sejak HPN di Ambon, masyarakat pers dibantu berbagai pihak termasuk Kemenkominfo mengurangi fake news dan berita hoax. Upaya media literasi berhasil mengurangi media hoax karena masyarakat sudah tahu memverifikasi.”
Tema peringatan HPN tahun ini adalah "Meminang Keindahan di Padang Kesejahteraan" yang berkaitan dengan pariwisata.
Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Margiono mengatakan, HPN 2018 padat dengan berbagai kegiatan.
“Ada 76 agenda terkait dengan HPN kali ini. Semua demi kemajuan dan pembangunan daerah. Hanya 10 kegiatan berbau media, selebihnya banyak kegiatan untuk daerah, terutama yang berkaitan dengan pengembangan pariwisata,” katanya.
Desakan ganti HPN
Namun, peringatan HPN mendapatkan penolakan dari dua organisasi yang juga diakui Dewan Pers yaitu Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
Menurut sejarah, cikal bakal HPN bermula dari Kongres PWI ke 16 di Padang pada 1978. Salah satu keputusan Kongres adalah mengusulkan agar tanggal lahirnya PWI ditetapkan sebagai HPN.
Keinginan itu terwujud tujuh tahun kemudian dengan keluarnya Keppres Nomor 5 tahun 1985 yang menetapkan 9 Februari sebagai HPN. Apalagi saat itu, hanya PWI yang diakui sebagai satu-satunya organisasi profesi wartawan.
Latar belakang ini yang ditolak AJI dan IJTI, karena menganggap 9 Februari tidak relevan dijadikan HPN.
“Kita sudah terima suratnya. Nanti kita bawa ke pleno, 23 Februari mendatang,” kata Yosef.
Hasil pleno itu menjadi dasar bagi Dewan Pers berkirim surat kepada presiden, karena penetapan HPN diputuskan melalui Keppres.