Pengacara Hambali: Permohonan Grasi Untuk Narapidana Guantanamo 'Memberi Harapan’

Majid Khan pernah menjadi kurir uang untuk serangan bom Hotel Marriott di Jakarta tahun 2003.
John Bechtel
2021.11.06
Washington
Pengacara Hambali: Permohonan Grasi Untuk Narapidana Guantanamo 'Memberi Harapan’ Majid Khan, narapidana penjara Teluk Guantanamo, yang dijatuhi hukuman 26 tahun penjara pada 29 Oktober karena perannya dalam serangan bom mematikan di Hotel Marriott di Jakarta pada tahun 2003, terlihat dalam foto yang diambil tahun 2018.
Center for Constitutional Rights via AP

Kesaksian seorang narapidana penjara Teluk Guantanamo dalam sidang di pengadilan militer AS minggu lalu bahwa dia disiksa di sebuah lokasi rahasia CIA dan rekomendasi juri untuk memberikan grasi kepadanya menyusul kesaksian tersebut dapat berimplikasi pada proses sidang tiga tersangka teroris asal Asia Tenggara yang dipenjara di sana, ujar beberapa pengacara dan aktivis.

Majid Khan, yang mengaku pernah menjadi kurir uang menjelang serangan bom Hotel Marriott di Jakarta tahun 2003, divonis 26 tahun penjara minggu lalu. Sebelum divonis, dia bersaksi secara rinci tentang penyiksaan yang dia alami di “situs hitam” di suatu lokasi negara asing yang dijalankan oleh Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA) setelah dia ditangkap tahun itu sampai dipindahkan ke penjara militer AS di Kuba pada 2006.

"Saya pikir saya akan mati," kata Khan, seorang warga negara Pakistan, saat membacakan pernyataannya yang setebal 39 halaman selama sidang vonisnya di Guantanamo pada 28 Oktober, seperti yang dillaporkan Associated Press. “Semakin saya bekerja sama dan memberi tahu mereka, semakin saya disiksa.”

Kesaksian tersebut mengubah arah persidangan secara luar biasa, dengan tujuh dari delapan perwira militer senior yang menjadi anggota tim juri menyampaikan secara tertulis rekomendasi grasi untuk Khan berdasarkan sebagian kesaksiannya mengenai penyiksaan tersebut. Mereka memberikan catatan bahwa penyiksaan itu “tidak memiliki nilai praktis dalam hal intelijen, atau manfaat nyata lainnya bagi kepentingan AS."

“Sebaliknya, hal itu menjadi noda pada nilai inti moral Amerika; tindakan personil AS terhadap Saudara Khan seharusnya menjadi sumber aib bagi pemerintah AS,” menurut salinan surat yang diperoleh dan diterbitkan oleh The New York Times.

Jim Hodes, pengacara yang mewakili Encep Nurjaman atau Hambali, laki-laki asal Indonesia yang saat ini masih ditahan di Guantanamo, menolak berkomentar tentang apakah kliennya akan memberikan kesaksian serupa dalam persidangan mendatang atas tuduhan terror kepadanya terkait dengan serangan bom Hotel Marriott pada 2003 dan bom Bali 1 pada 2002.

Serangan bom di Marriott pada 5 Agustus 2003 itu menewaskan 12 orang dan 202 orang tewas dalam serangan bom di Bali pada 12 Oktober 2002, yang sejauh ini menjadi serangan teroris paling mematikan di Indonesia yang dituduhkan pada Jemaah Islamiyah, afiliasi Al-Qaeda di Asia Tenggara.

Nurjaman, warga negara Indonesia yang lebih dikenal sebagai Hambali, akan diadili bersama dua warga Malaysia Mohammed Nazir bin Lep dan Mohammed Farik bin Amin atas tuduhan teror setelah mereka didakwa di pangkalan Angkatan Laut AS di Teluk Guantanamo itu pada 30 dan 31 Agustus 2021. Ketiganya telah dipenjara di sana sejak 2006 setelah ditahan di situs hitam CIA menyusul penangkapan mereka pada 2003.

Hodes menanggapi surat tersebut sebagai “sangat memberikan harapan.”

“Menurut saya, surat itu menjadi teguran sangat keras akan apa yang pemerintah kita lakukan di masa lalu dan di masa kini,” ujarnya kepada BenarNews.

Pengacara-pengacara yang mewakili Mohammed Nazir dan Mohammad Farik tidak dapat dihubungi untuk dimintakan komentarnya.

Sebuah surat atas nama Khan, yang dulunya tinggal di Baltimore, Maryland, namun bukan seorang warga negara Amerika, menyebutkan bahwa dirinya pernah ditahan selama hampir 20 tahun tanpa melalui proses hukum yang benar.

"Meskipun ditetapkan sebagai 'musuh asing yang tidak memiliki hak istimewa,' dan secara teknis tidak berhak mendapatkan hak-hak warga negara AS, pengabaian total akan konsep-konsep dasar yang menjadi landasan pembentukan Konstitusi merupakan penghinaan terhadap nilai-nilai dan konsep keadilan Amerika," tulis para juri.

Khan adalah tahanan bernilai tinggi pertama yang menjalani program global CIA untuk menahan tersangka teror, yang ditangkap dan diinterogasi di situs rahasia hitam di seluruh dunia setelah serangan teror 11 September 2001 atau 9/11 di Amerika Serikat, untuk dihukum dan dijatuhi hukuman di Pengadilan Kamp Guantanamo.

Kantor berita AP melaporkan Khan dapat dibebaskan paling cepat pada Februari 2022 karena kesepakatan pembelaan yang disepakati pada 2012, dan para juri tidak diberitahu tentang kesepakatan tersebut.

Surat ‘paling tidak biasa’

Joshua Kastenberg, seorang mantan jaksa dan juri Angkatan Udara, mengatakan dirinya tidak pernah melihat surat seperti surat juri tersebut.

“Surat seperti ini sangat tidak biasa karena alih-alih ada komentar – 'ada keadaan yang meringankan pelanggaran,' atau bahwa terdakwa/tertuduh adalah 'orang baik' – permintaan grasi ini mencakup pernyataan tentang hukum tata negara dan hak proses hukum yang benar terhadap hak sebagai manusia,” ujar Kastenberg, seorang dosen hukum di Universitas New Mexico, kepada BenarNews.

"Surat itu dapat mempengaruhi pihak berwenang yang bertanggung jawab untuk menuntut kasus-kasus untuk mengambil pendekatan yang lebih holistik dan menawarkan kesepakatan pembelaan,"ujarnya.

Usman Hamid, ketua Amnesty International Indonesia, membahas tentang pentingnya tindakan juri.

“Yang harus menjadi perhatian bukanlah grasi itu, tetapi penyiksaan yang dialami Majid Khan – ini adalah pelanggaran terhadap konvensi menentang penyiksaan yang telah diratifikasi oleh Amerika Serikat pada tahun 1994. Bahwa juri mengakui ada penyiksaan harus menjadi dasar dilakukan sebuah penyidikan,” ujarnya kepada BenarNews.

“Grasi serupa harus diberikan kepada Hambali karena dia juga mengalami penyiksaan.”

Sementara itu, seorang direktur Human Rights Watch mempertanyakan mengapa Khan, Hambali dan yang lain harus menunggu bertahun-tahun sampai dapat muncul di pengadilan.

“Kesaksian grafis Majid Khan tentang penyiksaannya oleh CIA adalah bukti lebih lanjut dari bahaya yang disebut ‘perang global melawan teror’ yang dilancarkan AS,” ujar Letta Tayler, direktur asosiasi di divisi krisis dan konflik HRW, kepada BenarNews.

“Tetapi mengingat betapa lambatnya langkah yang diambil untuk memproses kasus-kasus Guantanamo ini dan kelemahan sistemik dalam sistem komisi militer yang diciptakan untuk mengadili tersangka terorisme di sana, mungkin perlu bertahun-tahun sebelum juri memberikan putusan atas kasus Hambali – jika benar terjadi. Bahkan AS butuh sampai 18 tahun untuk mendakwanya.”

Tria Dianti di Jakarta berkontribusi dalam laporan ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.