Hambali Muncul di Persidangan Guantanamo
2016.08.18
Washington DC
Hambali, terpidana teroris yang dikaitkan dengan Osama bin Laden dan Khalid Sheikh Mohammed-otak tragedi 11 September (9/11), mengaku tidak memiliki niat buruk terhadap Amerika (AS), seperti dikatakannya dalam persidangan di penjara militer Guantanamo, Kuba, Kamis, 18 Agustus 2016.
Dalam persidangan untuk menetukan kelayakannya untuk dibebaskan dari penjara itu, Kementerian Pertahanan AS tidak menerima klaim Hambali yang juga dikenal dengan nama Encep Nurjaman itu, dengan mengatakan bahwa dia masih tetap menjadi ancaman keamanan.
Laporan Kementerian Pertahanan AS menyatakan Hambali, salah satu pimpinan operasional Jemaah Islamiyah (JI), ikut merencanakan Bom Bali pada tahun 2002 yang menewaskan 202 orang dan juga serangkaian bom di malam Natal yang menyasar 30 gereja di Indonesia. Ia dilaporkan menjadi penghubung antara JI dan al-Qaeda dari tahun 2000 hingga ia ditangkap pada 2003 di Thailand oleh pemerintah AS atas tuduhan keterlibatan dalam aksi terorisme 9/11.
“Sebelum kembali ke Asia Tenggara pada Desember 2001, Hambali mendiskusikan sejumlah operasi dengan para pemimpin Senior al-Qaeda mengenai serangan 11 September terhadap kepentingan-kepentingan Amerika,” demikian dinyatakan laporan tersebut.
Hambali meninggalkan Indonesia menuju Malaysia pada 1980-an di mana ia bertemu pendiri JI, Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir dan dipengaruhi ajaran-ajaran Islam radikal, klaim laporan Kementerian Pertahanan AS itu.
Laki-laki berusia 52 tahun yang belum pernah terlihat di depan umum sejak ia dibawa ke penjara Guantanamo hampir satu dekade lalu itu, tidak menunjukkan ekspresi apa-apa dalam persidangan Dewan Penilaian Perodik itu, yang dilaksanakan untuk menentukan apakah ia harus tetap berada di Guantanamo, demikian laporan Associated Press (AP).
Seorang perwira militer bertindak sebagai wakil Hambali membaca pernyataan yang mengatakan bahwa Hambali sebagai orang yang penuh hormat dan enerjik.
‘Tidak miliki niat buruk’
"Dia selalu tersenyum dan tidak pernah ragu-ragu untuk menjawab setiap pertanyaan yang kita miliki," demikian pernyataan itu dibacakan.
Hambali belajar bahasa Inggris selama berada di penjara Guantanamo. Ia juga mendalami sendiri bahasa Arab dan mengajarkan bahasa itu kepada para tahanan lainnya. "Dia bahkan memberikan mereka pekerjaan rumah dan tes," klaim pernyataan itu.
"Hambali telah menyatakan ia tidak memiliki niat buruk terhadap AS. Ia percaya Amerika memiliki keragaman dan pembagian kekuasaan yang jauh lebih baik dari kediktatoran. Dia menyatakan dia hanya ingin melanjutkan hidup dan bisa tenang," demikian pernyataan itu dibacakan di persidangan.
Dukungan pada ekstrimisme
Sementara itu, Kementerian Pertahanan AS mengeluarkan pernyataan yang mengatakan Hambali “setia pada dukungannya terhadap ekstrimisme dan kebencian terhadap Amerika,” seperti dilaporkan AP.
“Dia kemungkinan besar akan mencari jalan untuk berhubungan kembali dengan jaringannya di Malaysia atau membuat jaringan pengikut baru jika ia dibebaskan,” demikian pernyataan Pemerintah AS dengan menambahkan bahwa ia dilaporkan “mempromosikan jihad dengan kekerasan ketika memimpin shalat dan memberikan ceramah-ceramah (keagamaan)” di penjara Guantanamo.
Menurut laporan AP, Dewan Penilaian tidak mengeluarkan keputusan mengenai status Hambali, salah satu dari 61 narapidana yang saat ini ditahan di penjara Kuba itu.
Pemerintah Indonesia sendiri tampaknya enggan untuk menerima Hambali, seperti disampaikan Luhut Pandjaitan saat ia menjabat sebagai Menko Polhukam, ketika beredar isu pengembalian Hambali pada Februari 2016. Saat itu dikabarkan Presiden AS Barack Obama. berencana menutup penjara Guantanamo.
"Mereka (AS) tidak memiliki rencana untuk mengembalikan Hambali ke Indonesia. Ya alhamdulilah. Jangan tambah masalah di dalam negerilah," ujar Luhut pada 11 Maret 2016 seperti dikutip dari Kompas.com.