Guncangan Kuat Saat Rukuk Rakaat Kedua

Jumlah korban meninggal dunia menjadi 105 orang, 236 lainnya luka-luka, dan ribuan mengungsi.
Anton Muhajir
2018.08.07
Lombok Utara
180807_ID_Lombok_1000.jpg Petugas SAR melakukan pencarian korban yang tertimbun reruntuhan Masjid Jabal Nur di Desa Lading-Lading, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, 7 Agustus 2018.
Anton Muhajir/BeritaBenar

Dengan gemetar, Juanda menceritakan kejadian gempa yang dia alami bersama jamaah di Masjid Jabal Nur.

Minggu malam, 5 Agustus 2018, ia bersama sekitar 100 warga Desa Lading-Lading, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara, sedang salat Isya.

Saat itu sekitar pukul 19:46 WITA. Mereka sedang rukuk rakaat kedua, istilah untuk posisi salat seorang Muslim dengan menundukkan badan sehingga kepala sejajar dengan punggung sambil meletakkan kedua telapak tangan di kedua lutut, ketika guncangan mulai terasa. Awalnya, semua jamaah masih rukuk, melanjutkan salat yang sejatinya empat rakaat.

Namun, begitu tubuh mereka bergoyang-goyang akibat kuatnya gempa, yang kemudian diketahui berkekuatan 7 Skala Richter, para jamaah pun keluar dari masjid.

“Terpaksa kami bubar. Salat dibatalkan,” tutut Juanda kepada BeritaBenar di depan rumahnya, Selasa, 7 Agustus 2018.

Mereka berlari keluar sambil berteriak bersahut-sahutan, “Gempaaa...! Allahu Akbar...! Astaghfirullah..!”

Juanda melompat ke arah sepeda motornya di halaman masjid. Dia sempat terjatuh. Listrik padam. Batu-bata dan tembok masjid mulai berjatuhan.

Dia hampir saja kena tembok yang roboh mengenai sepeda motornya. Masjid dengan dua lantai berkubah hijau itu pun ambruk. Rata dengan tanah.

“Lagi sedikit saja mungkin saya yang meninggal kena runtuhan masjid,” katanya.

Menurut Juanda, masih banyak anggota jamaah salat malam itu yang tertinggal di masjid. Namun, dia tak bisa memastikan jumlah mereka.

Hingga Selasa siang, belum ada data pasti berapa orang yang masih tertimbun di Masjid Jabal Nur.

Petugas Badan SAR Nasional (Basarnas) masih melakukan pencarian menggunakan dua kendaraan pengeruk (eskavator).

Selama dua hari pembongkaran reruntuhan masjid itu, petugas menemukan empat orang, satu selamat, tiga meninggal dunia. Pencarian korban masih terus berlanjut.

Berjarak sekitar 20 km dari Tanjung, Masjid Jami’ul Jamaah di Desa Karang Pangsor, Kecamatan Pemenang, Lombok Utara, juga mengalami hal serupa. Atap, lantai atas, dan tembok masjid ambruk sepenuhnya.

Ama Yusron, seorang jamaah, menceritakan ketika gempa terjadi mereka sedang melakukan salat Isya pada rakaat kedua. Ketika masuk bacaan Al-Fatihah, gempa besar itu terjadi. Begitu batu-bata masjid berjatuhan, jamaah pun berlarian.

“Saya sempat injak-injak beberapa jamaah karena semua panik mau keluar,” ujarnya.

Menurut Yusron, malam itu, di Masjid Jami’ul Jamaah ada setidaknya 100 orang yang salat. Sekitar 30 di antaranya adalah perempuan. Mereka yang berada di barisan belakang ini yang justru tidak selamat karena tidak bisa bangun, ujarnya.

Kepala Dusun Karang Pangsor, Sonihadi, mengatakan jamaah di masjid tidak hanya dari dusunnya tetapi juga dusun di sekitarnya.

“Kalau dari desa saya, hanya ada dua orang yang dilaporkan hilang oleh keluarganya,” tuturnya.

Pada Selasa siang, pencarian korban di Masjid Jami’ul Jamaah masih berlangsung. Bedanya, tak ada eskavator di sini. Petugas Basarnas hanya melakukan dengan peralatan manual.

“Sampai tadi sekitar pukul 9 pagi kami masih mendengar teriakan minta tolong, tetapi siang ini sudah tidak ada,” Sonihadi melanjutkan.

Petugas gabungan mencari korban gempa di Desa Karang Pangsor, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, 7 Agustus 2018. (Anton Muhajir/BeritaBenar)
Petugas gabungan mencari korban gempa di Desa Karang Pangsor, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, 7 Agustus 2018. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

Korban terbanyak

Dibandingkan daerah lain akibat gempa 7 SR Minggu malam itu, Lombok Utara mengalami kerusakan paling parah.

Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dari 105 orang korban meninggal dunia, 78 di antaranya dari Lombok Utara. Daerah lain adalah Lombok Barat (16 orang), Mataram (4), Lombok Timur (3), Lombok Tengah (2), dan Denpasar, Bali (2).

Selain itu, 236 orang mengalami luka-luka dan dan ribuan warga lainnya terpaksa mengungsi karena rumah mereka rusak berat.

Secara fisik, bangunan sepanjang jalan utama dari Mataram hingga Tanjung, di bagian paling utara Lombok, hampir semuanya mengalami kerusakan.

Rumah-rumah warga hancur menyisakan puing-puing. Masjid ambruk. Hotel-hotel dan restauran di daerah pariwisata Senggigi juga rusak.

Di beberapa bagian, jalan raya pun retak-retak meskipun masih bisa dilewati dengan normal.

Fahriyah, warga Desa Bangsal, Kecamatan Pemenang, termasuk salah satunya. Rumah sekaligus tokonya yang berada di pintu masuk penyeberangan Bangsal menuju tiga pulau pusat pariwisata Lombok Utara yaitu Gili Meno, Gili Air, dan Gili Trawangan juga hancur.

“Tidak ada sisa. Hancur sudah semuanya. Tapi, Alhamdulillah, semua anak dan karyawan saya selamat,” katanya, yang terlihat kosong menatap puing-puing rukonya.

Turis yang dievakuasi dari Gili Trawangan di Pelabuhan Bangsal, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, 7 Agustus 2018. (Anton Muhajir/BeritaBenar)
Turis yang dievakuasi dari Gili Trawangan di Pelabuhan Bangsal, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, 7 Agustus 2018. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

Turis asing

Selain warga, ribuan turis asing juga menjadi korban gempa akibat pergerakan lempeng bumi itu.

Dua di antaranya adalah warga Inggris dari London, Beth Melluish dan Isabelle Farrow. Dua gadis itu bersama tiga temannya sedang berlibur di Gili Trawangan ketika gempa terjadi.

Mereka berlari panik tidak hanya karena gempa yang mereka alami sendiri, tetapi juga karena adanya isu terjadi tsunami.

“Saya sampai memanjat pohon karena saking takutnya beneran terjadi tsunami,” kata Beth.

Keduanya bahkan mengalami luka di dengkulnya akibat kena pecahan tembok hotel yang roboh.

Pada malam gempa, mereka kemudian tidur di pantai setelah yakin tidak ada tsunami.

Pada pagi harinya, Senin, 6 Agustus, mereka dievakuasi menggunakan kapal menuju Pelabuhan Bangsal, lalu berlanjut ke Bandara Internasional Lombok di Praya, Lombok Tengah.

Evakuasi turis dan warga asing di tiga Gili masih berlanjut hingga Selasa siang.

Berdasarkan data BNPB, ada 4.636 turis asing dan warga lokal yang telah dievakuasi dari ketiga Gili tersebut. Selain ke bandara, mereka ada yang dibawa ke tiga pelabuhan yaitu Bangsal, Lembar, dan Benoa di Bali.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto bersama Menteri Sosial Idrus Marham melihat proses evakuasi turis asing tersebut di Pelabuhan Bangsal pada Selasa.

Menurut Wiranto, berdasarkan catatan tim evakuasi dari tiga Gili, jumlah turis dan warga yang dievakuasi mencapai sekitar 7.000.

“Kita harus memastikan mereka semua tertangani dengan baik. Mereka mau ke mana dan diberikan fasilitas semudah mungkin,” katanya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.