Lembaga riset: Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto kandidat presiden cenderung pro-China
2023.08.07
Jakarta
Sebuah lembaga riset menempatkan Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto sebagai dua kandidat presiden yang akan paling sering berinteraksi dengan China. Sementara Anies Baswedan, menurut lembaga riset yang sama, justru akan mendekat ke negara-negara Barat.
Dalam webinar “Peta Interaksi 3 Kandidat Presiden 2024 dengan China” di Jakarta, Jumat (4/8), peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios) Zulfikar Rakhmat mengatakan Ganjar Pranowo adalah pejabat daerah yang sangat sering berhubungan dengan China.
“Ganjar kerap memuji China. Provinsi Jawa Tengah telah menandatangani berbagai program kerja sama dengan China dalam cakupan kemitraan regional,” kata Zulfikar.
Pada 2019, puluhan investor China di sektor kayu dan mebel menginvestasikan $2 miliar (Rp30 triliun) ke perekonomian Jawa Tengah.
Pada Mei 2023, Ganjar mengadakan pertemuan dengan delegasi dan perwakilan China dari Provinsi Fujian, Zhou Zuyi sekaligus menandatangani perjanjian investasi pembangunan pabrik energi di Kawasan Industri Batang.
Proyek itu diperkirakan membuka lapangan kerja masif bagi sekitar 10 ribu tenaga kerja lokal.
Zulfikar mengemukakan dua faktor yang melatarbelakangi kedekatan Ganjar dengan China. Pertama, kerja sama yang terjalin antara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Komunis China (PKC). Kedua, Jokowi dan Ganjar merupakan patron partai berkuasa tersebut.
“Jokowi sendiri memiliki hubungan yang erat dengan China, terlihat dari arah kebijakan luar negeri Indonesia pada masa kepemimpinannya yang lebih condong ke China, terutama di bidang pembangunan dan infrastruktur,” kata Zulfikar.
Andai Ganjar memenangi pemilu 2024, kata Zulfikar, besar kemungkinan arah kebijakan luar negerinya tidak jauh berbeda dengan Jokowi.
“Relasi harmonis yang terikat antara Indonesia dan China akan semakin ditingkatkan di era Ganjar,” kata Zulfikar.
Zulfikar juga mengatakan Prabowo termasuk salah seorang menteri Indonesia yang sering berinteraksi dengan China.
Prabowo, kata Zulfikar, terus berupaya meningkatkan kerja sama bilateral melalui pembentukan Forum 2+2 Indonesia-China. Kedua negara juga memiliki forum pertemuan bilateral tahunan bertajuk Defence Industry Cooperation Meeting.
“Platform tersebut juga menjadi titik temu bagi Prabowo untuk berjumpa dan berdiskusi dengan rekan-rekannya yang memiliki latar belakang militer dan pertahanan dari China,” ujar Zulfikar.
Kementerian Pertahanan pada Juni lalu membahas kemungkinan kemitraan pertahanan antara BUMN seperti PT. LEN, PT. Dirgantara Indonesia, dan PT. Dahana dengan korporasi dari China.
Menurut Zulfikar, langkah-langkah tersebut menjadi pertanda bahwa pendekatan Prabowo ke China kemungkinan besar selaras dengan kebijakan Jokowi yang menarik investasi dan proyek dari China.
Zulfikar menyinggung adanya perbedaan interaksi Anies dengan China yang cukup signifikan di antara kedua kandidat presiden yang lain.
Menurut Zulfikar, Anies terlihat lebih tertarik membangun relasi dengan Amerika Serikat dan negara-negara Barat dalam kebijakannya.
“Saat menjabat sebagai gubernur Jakarta, Anies diketahui berkunjung ke beberapa negara Eropa untuk menggaet kerja sama, mulai dari pembangunan MRT hingga smart city,” kata Zulfikar. Anies membangun kemitraan dengan dunia Barat, sebagaimana terlihat dari kunjungan intensifnya pada 2022 ke Inggris, Jerman, Prancis, dan Luksemburg.
Menurut Zulfikar, Anies tidak ingin disamakan dengan kepemimpinan era Jokowi yang lebih condong ke China.
“Anies ingin mengubah cara pandang masyarakat Indonesia terhadap pemerintah yang selama ini dikritik masyarakat karena terlalu pro-China.”
Sementara itu, pengamat politik University of Queensland, Ahmad Rizky Mardhatillah Umar mengatakan semua kandidat presiden pasti akan berhubungan dengan Tiongkok.
“Masing-masing calon presiden pasti akan menyentuh masalah Tiongkok,” kata Umar dalam webinar yang sama.
Umar mengatakan Ganjar dan Prabowo akan lebih memilih pendekatan bisnis dengan China, sedangkan Anies Baswedan akan cenderung ke pendekatan diplomatik.
“Yang punya hubungan diplomatik kuat dengan Tiongkok bukanlah Jokowi melainkan Susilo Bambang Yudhoyono. Indonesia sudah memulai engagement dengan China sebelum 2014,” kata Umar seraya menegaskan bahwa mantan presiden Yudhoyono merupakan pendukung Anies.
Namun Umar mengamini bahwa Indonesia tetap harus menjalankan politik bebas aktif dan menjaga jarak dengan China.
“Kalau kemudian Indonesia terlalu dekat dengan China, kita akan gagal mempertahankan posisi dalam pertarungan (negara) adikuasa. Itu tidak berdampak baik secara berkepanjangan,” ucap Umar.
'Prabowo berdiri sama dekat'
Dahnil Anzar Simanjuntak, juru bicara Prabowo Subianto, menepis pandangan bahwa kandidat presiden itu akan lebih dekat ke China apabila terpilih.
“Analisis tersebut tidak punya dasar,” ujar Dahnil kepada BenarNews.
Menurut Dahnil, Prabowo akan berdiri sama dekat dengan semua negara dan menjaga politik luar negeri bebas aktif.
“Sikap itu yang terus ditunjukkan beliau selama menjadi menteri pertahanan,” ujar Dahnil.
Rekomendasi bagi presiden terpilih
Peneliti Celios Yeta Purnama merekomendasikan presiden terpilih untuk renegosiasi proyek yang berpeluang menjadi jebakan utang.
Menurut dia, kesepakatan kerja sama Indonesia-China yang ditandatangani di era Jokowi perlu segera ditinjau kembali terutama pada proyek besar, seperti Kereta Cepat Jakarta Bandung.
“Perkara paling mengkhawatirkan adalah salah perhitungan yang menyebabkan cost overrun (pembengkakan biaya) yang berpotensi menjadi jebakan utang,” jelas Yeta dalam webinar yang sama.
Yeta juga mendorong presiden terpilih untuk membahas pekerja China di Indonesia. Berdasarkan nota kesepahaman di proyek Belt and Road Initiative, pekerja China yang datang haruslah tenaga ahli. Tetapi fakta di lapangan menunjukkan justru banyak pekerja China punya kompetensi rendah, kata Yeta.
“Presiden terpilih harus segera melakukan renegosiasi kesepakatan dan secara bersamaan memaksimalkan upaya pengawasan agar aturan yang ada benar-benar teraktualisasi di lapangan,” ujar Yeta.