Filipina Didesak Ikut Patroli Bersama
2016.05.04
Jakarta
Pemerintah Filipina didesak ikut patroli bersama untuk menjamin keamanan laut di kawasan selatan negara itu karena seringnya kasus perompakan oleh kelompok Abu Sayyaf.
Desakan itu diutarakan pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia, Melda Kamil Ariando, dan seorang anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanudin, yang diwawancara BeritaBenar secara terpisah di Jakarta, Rabu, 5 Mei 2016.
Keduanya diminta tanggapan sehari sebelum pertemuan trilateral Indonesia, Malaysia dan Filipina di Yogyakarta yang bakal membahas pengamanan kawasan stategis laut ketiga negara.
Setiap negara, ujar Melda, berkewajiban menjamin freedom of navigation termasuk rasa aman dari pembajakan dan perompakan dalam wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) karena wilayah ini sering dilintasi kapal internasional untuk kegiatan ekonomi dan perdagangan.
“Semoga Filipina bersedia. Kalau Filipina tak bisa menjamin keamananan, seharusnya mau diajak joint patrol karena sudah banyak negara mengalami kerugian (akibat pembajakan),” ujarnya.
Dia menambahkan, setiap negara memiliki cara dan peraturan masing-masing untuk menjaga kedaulatannya. Salah satunya melakukan patroli laut di teritorial masing-masing negara dan tidak mengizinkan negara lain masuk.
Diakuinya, beberapa negara enggan melakukan patroli bersama. Alasannya, tidak semua negara saling percaya atas apa yang diberikan negara lain.
“Ada rasa bersaing. Takut kecolongan meskipun di wilayah ASEAN,” ujar profesor Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu.
Namun demikian, jika ada kejadian khusus yang menimbulkan kerugian di wilayah ZEE berhimpitan dengan negara lainnya, maka seharusnya Filipina bisa lebih terbuka dan menerima.
“Permasalahan di laut selama ini dianggap bisa ditangani negara pantai. Namun jika tidak bisa, kenapa ga mau joint patrol. Harusnya mau, dong,” kata Melda.
Hal senada dikatakan anggota DPR RI, TB Hasanudin. Menurutnya, sudah selayaknya Filipina setuju dengan ide joint patrol di perairan laut karena ada belasan kapal yang dirompak militan Abu Sayyaf.
“Semua perompakan terjadi setelah melewati batas territorial Indonesia. Ini berarti di Filipina Selatan tidak ada kapal patroli,” ujarnya.
Hasanudin menyontohkan, bentuk patroli bersama itu bisa dilakukan dengan masuk ke teritorial negara lain atau di wilayah masing-masing negara. “Yang jelas harus diadakan pengawasan di laut supaya tidak ada lagi perompakan,” tegasnya.
Ia menduga Filipina menitikberatkan pengamanan laut hanya di wilayah utara saja, sehingga kawanan perompak leluasa melancarkan aksinya di laut Filipina Selatan.
“Ya mungkin militer Filipina terbatas sehingga tidak bisa menjangkau semua wilayah makanya harus bersedia dibantu,” ujarnya.
Mencari solusi bersama
Menteri Luar Negeri Filipina, Jose Rene D. Almendras membantah negaranya kurang mendukung adanya patrol gabungan dengan Malaysia dan Indonesia.
“Saya hadir di sini untuk (ikut) berpartisipasi dalam mencari solusi bersama terkait masalah ini,” ujarnya dalam jumpa pers bersama Menlu Indonesia Retno Lestari Marsudi.
Menurutnya, Filipina sangat tertarik dan bersyukur kepada pemerintah Indonesia yang menginisiasi pertemuan trilateral ini.
“Agar kesepakatan bisa segera terwujud. Malaysia, Indonesia dan Filipina bisa bersama mengatasi masalah ini dan berbagai tantangan di Selatan Mindanau,” tambahnya.
Bahkan, ujarnya, Presiden Filipina mengirimkan utusan khusus yaitu Former Chief of Staff yang akan mendiskusikan berbagai masalah dari mulai konstitusi, militer hingga rakyat sipil.
“Segala aspek akan dilihat demi tercapainya kesepakatan yang akan membantu kami untuk memerangi aktivitas ilegal yang menghambat dalam wilayah perairan kita ini,” kata Jose.
Pada kesempatan itu, Retno menyatakan akan tetap mengupayakan pembebasan empat warga negara Indonesia (WNI) yang masih disandera Abu Sayyaf di Filipina Selatan.
“Saya mengapresiasi atas nama pemerintah Indonesia terhadap pemerintah dan otoritas Filipina atas kerjasama yang diberikan dalam upaya pelepasan 10 WNI kita dan tentunya kerjasama yang baik dalam upaya membebaskan empat WNI yang masih disandera kelompok bersenjata,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya bahwa 10 WNI telah dibebaskan oleh kelompok Abu Sayyaf pada Minggu setelah disandera selama sebulan lebih.
Retno menambahkan dalam pertemuannya dengan Jose juga dibicarakan tentang perdagangan bilateral dan sejumlah hal lain untuk meningkatkan hubungan baik kedua negara.