Pedofilia Australia di Bali Divonis 15 Tahun Penjara
2016.10.25
Denpasar
Robert Andrew Fiddes Ellis (70) hanya menunduk kepala ketika hakim membacakan vonis terhadapnya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Bali, Selasa, 25 Oktober 2016. Sesekali kedua tangan digenggamnya.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Robert Andrew Fiddes Ellis dengan pidana penjara selama 15 tahun dan hukuman denda sebesar Rp2 miliar subsider 6 bulan kurungan," ujar Ketua Hakim I Wayan Sukanila.
Tak ada ekspresi yang berubah pada wajah warga Australia, terdakwa pelaku pedofilia itu. Dia hanya memiringkan kepala ke arah penerjemah di sebelah kirinya untuk mendapat penjelasan atas vonis tersebut.
Usai sidang, Robert tak banyak berkata saat ditanya wartawan. “I have no comment. No comment. I have nothing to say,” katanya sambil berlalu.
Kemudian, dia berujar, “Saya sudah 70 tahun sekarang. Lima belas tahun (dipenjara) akan terasa sangat lama bagi saya.”
Dengan tangan terbelenggu dan memakai baju tahanan oranye, Robert lalu menuju ruang tahanan Pengadilan Negeri (PN) Denpasar dikawal petugas.
Perbuatan cabul
Dalam putusannya, hakim menyatakan terdakwa Robert telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perbuatan cabul terhadap anak-anak yang dilakukan berulang kali.
Menurut majelis hakim, vonis dijatuhkan berdasarkan fakta selama persidangan. Diantaranya Robert terbukti melakukan perbuatan cabul kepada anak-anak di bawah umur. Perbuatan itu dilakukan berulang-ulang antara 2012 hingga 2015 di Denpasar, Kuta, dan Tabanan.
Hampir semua korban berasal dari keluarga tidak mampu. Orang tua mereka adalah buruh pasar, tukang parkir, atau pedagang asongan di Kuta.
Memanfaatkan status ekonomi anak-anak kurang mampu itu, Robert merayu, membujuk, memberi hadiah dan menyediakan kegemaran anak-anak tersebut, untuk melancarkan aksinya.
“Pelaku memberikan hadiah barang dan uang kepada para korban sehingga para korban merasa senang. Mereka tidak pulang dengan tangan hampa,” lanjut Wayan Sukanila dalam putusannya.
Dalam persidangan, saksi korban mengaku mendapat uang antara Rp 50 ribu hingga Rp 1 juta. Robert yang mengandalkan uang pension, juga memberi berbagai hadiah, termasuk sepeda gayung dan sepeda motor.
Korban terbanyak
Vonis 15 tahun itu lebih rendah dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang dalam sidang September lalu, menuntut hukuman penjara 16 tahun dikurangi masa tahanan dan denda Rp2 miliar.
Menurut jaksa, Robert terbukti telah melakukan tindak kekerasan, pemaksaan, tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak di bawah umur untuk melakukan perbuatan cabul. Karena dilakukan berulang-ulang, maka menurut jaksa tindakan itu merupakan beberapa tindak kejahatan.
Tingginya tuntutan, menurut jaksa, karena hal-hal memberatkan yaitu perbuatan terdakwa sangat melecehkan anak-anak Indonesia, merendahkan martabat bangsa Indonesia, dan merusak masa depan para korban.
Dengan jumlah korban hingga 11 anak, Robert menjadi salah satu pelaku pedofil dengan jumlah korban terbanyak di Bali.
Jumlah tersebut hanya mewakili yang bersedia diperiksa dan mengakui. Polda Bali pernah menyatakan jumlah korban Robert mencapai 15 orang. Tapi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Denpasar menyatakan korban kejahatan Robert sebenarnya mencapai 23 anak.
Kasus Robert termasuk kasus pedofilia terbesar di Bali, pulau yang dikenal sebagai surga pelaku pedofilia.
Terres Des Hommes, organisasi perlindungan anak non-pemerintah yang berbasis di Belanda, memperkirakan terdapat 40.000 sampai 70.000 anak-anak yang menjadi korban eksploitasi seksual, terutama di kawasan pariwisata seperti Bali, Lombok dan Batam.
Komnas Perlindungan Anak pernah mengatakan pada 2010, ada 2.046 laporan kasus kekerasan anak di Indonesia, di mana 42 persen di antaranya adalah kasus kejahatan seksual. Adapun tahun 2014, terdapat 2.626 kasus.
Vonis terberat
Ditanya hakim mengenai putusan 15 tahun atas Robert, Jaksa menjawab singkat mereka akan pikir-pikir. “Putusannya aman-aman saja. Kan sudah 15 tahun,” kata Jaksa Suasti Ariani.
Pendapat sama disampaikan Gayatri Mantra, aktivis perlindungan perempuan dan anak-anak yang selama ini mendampingi para korban.
“Vonis ini lebih baik dari banyak vonis yang dijatuhkan selama ini,” katanya, yang ikut menyelidiki lalu melaporkan kasus pencabulan anak-anak oleh Robert kepada polisi.
Menurut Gayatri, vonis atas Robert merupakan vonis terberat dalam kasus pidana pencabulan anak di Bali.
Sebelumnya, vonis terberat dijatuhkan pada William Stuart Brown dengan hukuman penjara 13 tahun. Brown, mantan diplomat Australia, divonis PN Denpasar pada Mei 2004 karena terbukti melakukan pencabulan pada dua anak di Bali.
Gayatri masih berharap vonis terhadap Robert bisa diperberat saat banding nanti.
Akan banding
Pengacara terdakwa, Yanuar Nahak, mengatakan akan banding atas vonis hakim itu. Menurutnya, selama persidangan hakim tidak mempertimbangkan fakta bahwa ada jaringan di balik kasus tersebut.
“Kami sudah sampaikan bahwa ada pihak lain yang mengantarkan anak-anak pada Robert. Namun mulai dari polisi, jaksa, hingga hakim, tidak pernah menyentuh orang-orang yang mengirimkan anak-anak tersebut kepada Robert,” katanya.
Menurut Yanuar, Robert adalah korban dari jaringan perdagangan anak-anak. Dia menganalogikan, Robert hanyalah daun dari sebuah rumput jaringan perdagangan anak.
“Kalau mau cabut rumput, akar juga harus dicabut. Dalam kasus ini, jaringan yang menjual anak-anak tersebut adalah akarnya,” ujar Yanuar.