Eksekusi Mati Makin Dekat, Areal Disterilkan
2016.07.26
Cilacap
Meski Jaksa Agung belum mengumumkan jadwal pelaksanaan dan jumlah terpidana mati yang akan dieksekusi dalam tahap ketiga, kawasan sekitar dermaga Wijayapura di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Rabu, 27 Juli 2016, mulai disterilkan.
Sekitar 1.450 personil kepolisian disiagakan untuk mengamankan sekitar dermaga. Barikade polisi diikuti dengan pengaturan kendaraan yang masuk dan pembatasan siapa saja yang boleh berada di sekitar dermaga Wijayapura.
"Barikade akan dimulai, besok (Rabu)," jelas Kepala Subbagian Humas Polres Cilacap, AKP Bintoro Wasono, saat ditemui BeritaBenar di dermaga Wijayapura, Selasa, 26 Juli 2016.
Dermaga Wijayapura adalah satu-satunya pelabuhan untuk menuju penjara yang ada di Pulau Nusakambangan, tempat yang diyakini menjadi lokasi eksekusi sejumlah terpidana mati yang terlibat kasus narkoba.
Bila eksekusi dilakukan, maka ini akan menjadi yang ketiga pada masa pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo kendati ditentang pegiat hak asasi manusia (HAM).
Dua eksekusi sebelumnya dilaksanakan pada 18 Januari 2015 dan 29 April 215, dengan masing-masing enam dan delapan terpidana ditembak mati.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Mohammad Rum menyebutkan, pelaksanaan eksekusi mati tahap ketiga sudah semakin dekat. Tetapi, dia belum bisa memastikan tanggal karena masih sedang dalam tahap persiapan akhir. Rum juga tak bersedia menyebutkan jumlah narapidana yang akan dieksekusi.
"Waktunya sudah semakin dekat, tapi persiapan kami belum final. Jadi, kami belum bisa kasih kepastian waktunya dan jumlah narapidana yang dieksekusi mati," katanya di Jakarta, Selasa, seperti dikutip dari Tempo.co.
Sebuah sumber mengungkapkan, 14 terpidana mati telah menempati ruang isolasi di penjara Batu, Nusakambangan, sejak Senin tengah malam, 25 Juli 2016.
"Ada 14 orang yang dipindahkan ke ruang isolasi di Lapas Batu. Dua orang dari Lapas Pasir Putih, dua dari Lapas Kembang Kuning, satu orang dari Lapas Besi, dan sembilan orang dari Lapas Batu," kata sumber yang dilansir kantor berita Antara.
Keluarga terpidana mati
Dari pantauan BeritaBenar, keluarga terpidana mati, termasuk perwakilan Kedutaan Besar (Kedubes) India untuk Indonesia, mulai berdatangan ke dermaga Wijayapura. Mereka bergantian masuk ke dermaga. Tapi mereka enggan memberikan keterangan kepada wartawan.
Aparat Kepolisian Resor (Polres) Cilacap dan Polda Jawa Tengah juga datang untuk mengecek lokasi. "Pengecekan lokasi hal biasa, pengamanan juga hal biasa," ujar Bintoro.
Sementara itu, larangan memasuki areal Nusakambangan dan tidak bisa diakses oleh sembarang orang selain petugas mulai diberlakukan, sejak Selasa. Keluarga terpidana yang ditahan di sana juga tidak diperbolehkan menyeberang ke Nusakambangan.
Ursa Supit, pendamping hukum terpidana mati berkewarganegaraan India, Gurdip Singh, mengatakan dia belum mendapatkan kejelasan waktu pelaksanaan eksekusi mati.
Tapi, Ursa tidak menampik jika Gurdip masuk dalam daftar terpidana mati yang akan dihadapkan ke depan regu tembak dalam waktu dekat.
"Masih bingung ini, belum jelas," ujar Ursa yang datang ke Wijayapura bersama perwakilan dari Kedutaan Besar India.
Gurdip divonis mati pada 2005 setelah ditangkap dalam kasus penyelundupan 300 gram heroin, Agustus 2004. Gurdip telah ditempatkan di sel isolasi dan hal itu sudah diberitahukan kepada Kedubes India.
Ursa bukan sekali ini mendampingi terpidana mati yang dieksekusi. Ketika eksekusi tahap dua, dia mendampingi Raheem Abagje Salami dari Spanyol.
“Eksekusi mati tahap ketiga ini paling membingungkan dibandingkan sebelumnya,” ujarnya.
Seorang pejabat dari Kejaksaan Negeri Medan, Olo Paneholan mengatakan bahwa kedatangannya ke Kejari Cilacap untuk mengecek kelengkapan berkas Okonkwo Nonsokingleys, warga Nigeria.
Okonkwo ditangkap di Bandara Polonia Medan karena menyelundupkan 69 butir kapsul berisi heroin seberat 1,18 kg dengan menyembunyikan barang haram itu dalam perutnya pada 25 Oktober 2003. Dia saat ini juga sudah berada di sel isolasi.
Pemulasaraan jenazah disiapkan
Koordinator tim pemulasaraan jenazah GKJ Cilacap, Suhendro Putro mengatakan, dia sudah menerima perintah untuk mempersiapkan enam pemulasara jenazah Kristen dan enam jenazah Katolik.
Tapi, dia tidak berani memastikan angka itu menjadi jumlah pasti terpidana mati yang beragama Kristen dan Katolik.
"Saya hanya disuruh menyediakan sejumlah itu, belum tentu semuanya dipakai," ujar Suhendro kepada BeritaBenar.
Ia mengaku selalu dihubungi Polres Cilacap untuk membantu pemulasaraan jenazah. Pada eksekusi sebelumnya, Suhendro juga diminta menyediakan peti mayat. Tapi kali ini, peti jenazah disediakan Polres Cilacap.
Meski persiapan menunjukkan eksekusi mati sudah dekat, tapi belum ada pihak yang berterus terang jadwal pasti akan dilaksanakan.
Rohaniawan Hasan Makarim, yang merupakan pendamping terpidana mati beragama Islam, saat ditanya hanya berujar, "Belum, belum masih menunggu perintah dari sana (Kejagung)."