Delapan Terdakwa Narkoba Ahkirnya Dieksekusi Mati
2015.04.28

Diperbaharui jam 7:35 pm pada 2015-04-28
Meskipun dihujani dengan berbagai macam kritikan keras dari dunia internasional, Indonesia tetap melaksanakan hukuman mati delapan terpidana narkoba di Nusakambangan pada tanggal 29 April dini hari.
"Eksekusi sudah dijalankan," kata seorang pejabat di Kejaksaan Agung seperti dilaporkan oleh the Jakarta Post.
Mereka adalah Andrew Chan dan Myuran Sukumaran (warga negara Australia), Zainal Abidin (Indonesia), Rodrigo Gularte (Brasil), Silvester Obiekwe Nwaolise dan Okwudili Oyatanze (Nigeria), Raheem Agbaje Salami dan Martin Anderson yang belum ada konfirmasi warga negara mana.
Eksekusi dilakukan berdasarkan UU Nomor 2/Penetapan Presiden (PNPS)/1964, kata Jaksa Agung HM Prasetyo.
“Aturan teknis eksekusi mati di Indonesia juga sudah diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati,” kata Prasetyo.
Keluarga terpidana mati diberi kesempatan kunjungan terakhir tanggal 28 sebelum jam 20.00.
Mary Jane tidak dieksekusi
Mary Jane Fiesta Veloso tidak jadi dieksekusi karena menunggu konfirmasi dari pemerintah Filipina.
Menurut keterangan Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung, Tony Tribagus Spontana, penundaan hukuman mati Mary Jane karena pemerintah Filipina masih akan menginvestigasi orang yang melaporkan diri ke kepolisian Filipina sebagai perekrut Mary Jane.
“Ini merupakan permintaan dari Presiden Filipina, bisa jadi Mary Jane adalah korban," katanya dalam pesan singkat.
"Mereka [keluarga Mary Jane] histeris dan terkejut. Mereka awalnya belum tahu berita ini," kata Koordinator Jaringan Buruh Migran Indonesia, Karsiwen, kepada BeritaBenar tanggal 29 April dini hari.
Kecaman keras
Indonesia sekarang dikenal keras memerangi narkoba. Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersi kukuh tidak akan memberikan pengampunan untuk kejahatan ini.
Ia mengatakan bahwa Indonesia dalam keadaan “darurat” memerangi narkoba dan Keputusan Presiden Jokowi tidak berubah.
Australia recalled its ambassador to Indonesia after its two citizens were executed, according to AFP.
Myuran dan Chan adalah pemimpin kelompok "Bali Nine" yang dijatuhi hukuman mati pada tahun 2006. Mereka adalah dua warga Australia dieksekusi sejak Desember 2005, ketika Nguyen Tuong Van (25) digantung di Singapura untuk menyelundupkan heroin.
Perdana Menteri Tony Abbott mengatakan hubungan dengan Jakarta "telah terganggu karena tindakan [eksekusi] yang telah dilakukan selama beberapa jam terakhir", AFP melaporkan.
"Kami menghormati kedaulatan Indonesia tetapi kami menyesalkan apa yang telah dilakukan dan ini tidak bisa diangap seperti biasa," katanya kepada wartawan.
Prancis juga mengutuk eksekusi dan mengatakan khawatir nasib warga Prancis yang juga terdpat dalam daftar terhukum mati di Indonesia.
Pemerintah Perancis "menentang hukuman mati, dalam semua kasus dan semua keadaan," kata juru bicara kementerian luar negeri Prancis Romain Nadal, menurut AFP.
Pihak berwenang Perancis mengatakan telah "sepenuhnya menegrahkan [energi] untuk membantu Serge Atlaoui, yang situasinya masih sangat mengkhawatirkan," Nadal mengatakan dalam sebuah pernyataan, mengungkapkan "solidaritas" pemerintahnya dengan negara-negara yang warga negaranya dihukum mati, kata AFP.
Atlaoui diberikan penangguhan hukuman sementara dan menunggu hasil banding.
Jaksa Agung menyatakan bahwa grasi tidak bisa dirubah.
“Beberapa terpidana mati melalui pengacaranya mengajukan upaya hukum, meski tidak lazim tapi harus kita akomodasi. Mereka ajukan gugatan di PTUN. Itu tidak lazim. Semua orang tahu persis bahwa grasi tidak bisa diubah, karena itu hak prerogratif presiden sebagai Kepala Negara yang diatur di dalam konstitusi," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung.
Kenangan dari para terpidana mati
Myuran Sukumaran meninggalkan empat lukisan yang dibuatnya sewaktu di penjara di Nusakambangan.
“Myuran adalah seorang pelukis yang baik. Ia menggunakan waktunya selama dipenjara untuk melukis. Ia melukis potret diri dan satunya adalah gambar jantung,” kata pengacara Myruan,Todung Mulya Lubis, kepada BeritaBenar.
Todung menyatakan Myuruan dan Andrew menyampaikan rasa terimakasih kepada pemerintah Indonesia yang telah memberi kesempatan untuk rehabilitasi.
“Untuk menjadi lebih baik dan menyerukan untuk menghapus hukuman mati,” katanya lanjut.
Sementara Andrew memutuskan untuk menikah sehari sebelum tanggal eksekusi, yang hanya disaksikan oleh kerabat keluarga. Dia menikah dengan Febyanti Herewila, seorang pendeta Kristen, menurut AFP.
“Pernikahan adalah permintaan Andrew Chan yang terakhir,” kata Prasetyo.