‘Dunia Harus Bersatu dalam Perang Psikologis Melawan Radikalisme’
2016.01.27
Para pakar yang hadir di konferensi internasional deradikalisasi yang digelar di Kuala Lumpur sepakat bahwa perang melawan ekstremisme sulit dimenangkan tanpa merangkul para pemuda yang dinilai mudah terhasut oleh paham radikalisme
“Tak dapat dipungkiri situasi saat ini adalah pertarungan di segala aspek – di dunia maya, di lapangan, bahkan pemikiran,” ujar Wakil Perdana Menteri Ahmad Zahid Hamidi dalam pidato penutupannya di konferensi yang digelar selama dua hari tersebut.
Konferensi tersebut dihadiri oleh pejabat-pejabat dari 19 negara, termasuk dari 10 anggotan ASEAN.
“Kita harus memastikan efektivitas program-program rehabilitasi yang ada, kita harus merangkul semua pihak yang relevan. Kita wajib merangkul para pemuda kita,” tegas Zahid.
Zahid menambahkan, amat penting bagi semua negara untuk kerjasama dalam memerangi ideologi dan pengaruh kelompok-kelompok radikal yang ada saat ini seperti ISIS, serta mempelajari niat dan pola pikir mereka yang bergabung dalam kelompok-kelompok tersebut.
“Cita-cita mereka ini timbul dari loyalitas yang tinggi terhadap sebuah misi. Sebuah misi yang kebanyakan dari mereka tidak pahami, namun punya komitmen 100 persen,” ujar Zahid yang juga menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri.
Usai pidatonya, Zahid menggelar jumpa pers dimana dia menyatakan bahwa pemerintah Malaysia akan meresmikan pusat digital regional tanggal 1 Mei mendatang, yang akan membawa misi menangkal propaganda ISIS di dunia maya.
Proyek senilai 200 juta ringgit Malaysia atau USD 46,8 juta ini dibangun atas perjanjian bilateral dengan Amerika Serikat yang ditandatangani Oktober lalu. Begitu proyek ini berjalan, pusat ini menjadi yang pertama kalinya di Asia Tenggara.
‘Sangat Penting’
Zahid juga mengingatkan pentingnya dimensi psikologis yang sebelumnya dibahas oleh pakar terorisme Rohan Gunaratna, yang juga menjadi salah satu pembicara di konferensi tersebut.
Gunaratna, yang juga merupakan kolumnis Berita Benar dan kepala Pusat Internasional Kajian Politik Kekerasan dan Terorisme di Sekolah Studi Internasional S. Rajaratnam di Singapura, mengatakan sukses Malaysia dalam program rehabilitasi terhadap orang-orang yang pernah bergabung dalam gerakan-gerakan radikal dapat diterapkan negara-negara ASEAN lainnya.
“Memang dibutuhkan kerja keras dalam hal ini, namun sangat penting dalam mencegah dan mengakhiri ekstremisme, karena kita memerangi sesuatu yang hanya dapat dilihat mata, tapi juga yang tak terlihat seperti pola pikir, terutama di kalangan orang-orang muda,” ujar Gunaratna.
“Program-program yang merangkul komunitas, kampanye-kampanye di dunia maya, dan upaya lainnya harus ditingkatkan dan disebarluaskan. Pesan-pesan yang menyatakan ISIS adalah keliru dan merupakan interpretasi yang salah dari Islam harus diketahui masyarakat luas,” tambah dia.
Dalam wawancara khusus kepada BeritaBenar, Gunaratna juga mengatakan pihak keamanan nasional Malaysia tengah bekerja sama dengan pemerintah Filipina dalam mencegah ISIS meluas ke Negara Bagian Sabah yang berdekatan dengan wilayah selatan Filipina.
Dalam kolomnya di BeritaBenar awal bulan ini, Gunaratna mengatakan kelompok-kelompok militan di Filipina selatan baru-baru ini melakukan baiat kepada ISIS dan pemimpinnya, Abu Bakr al-Baghdadi.
“Malaysia harus berhati-hati karena kelompok-kelompok ini akan menjangkau perbatasan di Borneo secepatnya, khususnya Negara Bagian Sabah,” ujar Gunaratna lagi.
Paradoks Dunia Modern
Sementara itu, Zaini Othman, kepala Pusat Kajian Keamanan dan Strategi di Universitas Malaysia di Sabah, menyebutkan tentang paradoks global dan tekanan yang muncul antara kemajuan dunia modern dan peningkatan paralel dalam ideologi ekstremis, dimana teknologi digital berperan penting di dalamnya.
“Karena isu radikalisme dan ekstremisme telah melampaui batas-batas negara, maka jalan keluarnya juga harus mengikuti,” ujar Zaini.
“Konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan yang berpotensi timbul, seperti otonomi, otoritas dan legitimasi, harus ditangani dengan baik tanpa menimbulkan konflik lainnya lewat kerjasama yang baik, sistematis dan transparan, yang melibatkan organisasi-organisasi internasional,” tutup Zaini.
Suhana Osman ikut berkontribusi dalam laporan ini.