Anggota DPR desak pemerintah beli minyak dari Rusia

Kepentingan mendapatkan minyak murah di tengah mahalnya harga bahan bakar dunia memicu pembuat kebijakan dan pakar untuk melirik negara penginvasi.
Dandy Koswaraputra dan Pizaro Gozali Idrus
2022.08.24
Jakarta
Anggota DPR desak pemerintah beli minyak dari Rusia Pekerja di sebuah SPBU di Tangerang, Banten, 1 Maret 2022.
[Adek Berry/AFP]

Anggota DPR pada Rabu (24/8) meminta agar pemerintah membeli minyak mentah dari Rusia di tengah rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri guna mengurangi beban keuangan negara. 

Ketua Komisi VII DPR Sugeng Prawoto mengatakan dia mendukung ide untuk membeli minyak mentah dari Rusia jika mereka mau menjual dengan harga diskon 30 persen dari harga pasar.

“Jelas kita ini cari sumber crude itu dari mana saja sejauh cocok dengan kilang kita, itu satu. Kedua, kalau kita memang bisa dapatkan dengan harga bagus,” ujar Sugeng kepada BenarNews, usai rapat kerja bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif.

Namun demikian, Sugeng mengatakan upaya untuk membeli minyak dari Rusia tidak semudah itu karena ada ancaman sanksi keuangan dari Amerika Serikat karena invasi Rusia ke Ukraina.

“Kita bisa mendapatkan barangnya tapi kita tidak dapat transaksinya. Karena lalu lintas transaksi dunia masih diawasi ketat AS,” terang politisi Partai Nasdem ini.

Dia juga menyatakan bahwa dua bulan lalu dia juga telah mengunjungi Iran untuk mencari minyak murah.

“Jadi (pencarian kita) tidak terbatas. Dari manapun kita ingin cari. Tapi tidak mudah, karena dunia ini masih ada hegemoni di bawah kontrol AS."

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengatakan bahwa Presiden Joko “Jokowi” Widodo berminat untuk membeli minyak Rusia setelah mendapat tawaran diskon 30 persen dari harga dunia.

Namun Sandiaga mengatakan ada yang tidak setuju dengan ide itu karena khawatir Indonesia akan mendapatkan sangsi dari Amerika terutama saat Indonesia tengah mempersiapkan KTT G20 di Bali pada November, kata Sandiaga dalam video yang dimuat di akun Instagramnya, Senin.

“Memang tantangannya karena Barat ini kan mau bagaimana pun juga mereka kontrol teknologi, payment. Setiap pengiriman dolar AS harus lewat New York," jelas Sandiaga, tanpa menyebut siapa yang menolak usul itu.

"Kata Rusia tidak perlu takut, bayar pakai rubel saja. Konversi rupiah ke rubel, nah ini teman-teman di sektor keuangan lagi menghitung," kata Sandiaga.

Legislator dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Syaikhul Islam, meminta pemerintah berani membeli minyak asal Rusia agar pemerintah tidak perlu menaikkan harga bahan bakar di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).

"Terkait dengan penawaran impor crude dari Rusia lebih murah 30 persen, (jika) kita tidak ambil (penawaran itu) alangkah gobloknya kita,” kata Syaikhul.

Arifin mengatakan pemerintah belum ada rencana membeli minyak dari Rusia dan menyarankan usul ini disampaikan kepada Pertamina, sebagai perusahaan migas negara.

“Kesempatan dalam kesempitan”

Keinginan untuk membeli minyak mentah dari Rusia, walaupun negara tersebut dalam beberapa tahun terakhir bukan penyuplai minyak Indonesia, telah terlihat sejak Maret ketika harga minyak Rusia menjadi murah di tengah rentetan sanksi Barat merespons invasi militer Presiden Vladimir Putin ke negara tetangganya, Ukraina.

Direktur Utama Pertamina dalam rapat dengan DPR pada 28 Maret lalu mengungkapkan terbukanya peluang untuk membeli minyak mentah dari Rusia dengan memanfaatkan harganya yang murah.

Keinginan itu mendapat kecaman dari pihak yang menilai bahwa membeli minyak dari Rusia sama saja dengan membantu Putin membiayai perangnya dalam membunuh rakyat Ukraina.

Seorang aktivis Greenpeace memegang plakat anti-perang di depan supertanker Pertamina Prime di lepas pantai Denmark pada 31 Maret 2022, mengecam pengiriman minyak Rusia yang ada dalam kapal tersebut. [Greenpeace via AFP]
Seorang aktivis Greenpeace memegang plakat anti-perang di depan supertanker Pertamina Prime di lepas pantai Denmark pada 31 Maret 2022, mengecam pengiriman minyak Rusia yang ada dalam kapal tersebut. [Greenpeace via AFP]

Pada akhir Maret, aktivis Greenpeace memblokade kapal tanker milik Pertamina di perairan Denmark yang membawa 1,78 juta barel minyak mentah yang dibeli dari Rusia. Pertamina mengatakan bahwa minyak di dalamnya bukan milik Pertamina namun perusahaan komoditas berbasis di Singapura yang menyewa kapal Pertamina.

Rencana pembelian minyak Rusia itu juga telah dikecam oleh Mantan Duta Besar RI untuk Ukraina, Yuddy Chrisnandi, yang mengatakan bahwa Indonesia yang sudah mengambil posisi menentang invasi Rusia ke Ukraina di Majelis Umum PBB harus bersikap konsisten dengan "mengedepankan simpati dan empati kepada penderitaan rakyat Ukraina hingga Rusia menarik diri dari Ukraina.”

“Secara tak langsung negara pembeli migas Rusia itu membantu membelikan mereka (Rusia) peluru, bom dan segala bahan dan mesin perang untuk terus menginvasi,” demikian pernyataan Yuddy pada April lalu seperti dikutip media, menambahkan, jangan sampai Indonesia terlihat sebagai pihak yang senang mencari “kesempatan dalam kesempitan”, tanpa peduli dengan penderitaan bangsa lain.

“Kepentingan bisnis”

Walaupun banyak mendapat kecaman terkait kepedulian Indonesia atas nasib bangsa yang diinvasi oleh negara lain, dukungan untuk membeli minyak dari Rusia tetap besar di Tanah Air.

“Saya kira (pembelian minyak dari Rusia) ini sangat reasonable dan viable untuk menjaga stabilisasi ekonomi,” kata Pengamat Ekonomi Energi Universitas Padjadjaran, Yayan Satyaki, kepada BenarNews.

Ia mengatakan harga minyak Rusia saat ini lebih murah 50 persen dari harga minyak dunia., yaitu pada kisaran US$40-50 per barel, bahkan pada Juli lalu harga minyak Rusia sempat berada pada US$30-35 per barel.

Menurut Yayan, beberapa negara Eropa, seperti Jerman, Ceko, Slowakia, Slovenia, bahkan Italia sudah melakukan negosiasi pembelian minyak dan gas untuk menghadapi musim dingin tahun ini.

“Patut diketahui dengan cuaca ekstrem musim panas seperti ini kemungkinan Eropa akan mengalami winter yang ekstrem. Artinya kebutuhan energi gas sangat tergantung dari Rusia,” kata Yayan.

“Sejatinya memang, saat ini pemerintah sudah memberikan sinyal-sinyal akan menaikkan harga BBM jenis Pertalite dan juga solar bersubsidi,” kata Yatyan.

Rencana kenaikan harga itu imbas dari akan jebolnya subsidi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang pada tahun ini disiapkan mencapai Rp502,4 triliun.

Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menilai Indonesia akan rugi jika mengimpor minyak mentah dari Rusia meskipun harganya lebih murah 30 persen.

“AS bisa marah, kita bisa diembargo itu rugi besar. Ekspor kita besar juga ke Amerika,” ujar Fahmy kepada BenarNews.

Sebaliknya, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform, Fabby Tumiwa, mengatakan Pertamina perlu memikirkan cara untuk membeli minyak mentah semurah mungkin, termasuk dari Rusia.

Membeli minyak mentah dari Rusia dengan harga diskon menurut dia harus dimaknai sebagai kepentingan bisnis.

“Di tengah harga minyak dunia yang mahal dan harga BBM dalam negeri yang diatur pemerintah. Pertamina perlu beli crude dan produk BBM yang semurah mungkin,” ujar dia.

Nazarudin Latif berkontribusi pada artikel ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.