Mewujudkan Kampus Inklusif dan Ramah Difabel
2015.09.24
Malang
Slamet Tohari, dosen jurusan sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, mengenakan kruk atau alat bantu untuk berjalan. Tunadaksa sejak lahir, Slamet adalah salah satu dosen yang meletakkan pondasi Universitas Brawijaya menjadi kampus inklusif. Sejak dia mengajar tiga tahun lalu, sejumlah infrastruktur di dalam kampus didesain lebih ramah terhadap kaum difabel terutama bagi mereka yang tunadaksa dan tunanetra.
Perguruan Tinggi, katanya, tak boleh membeda-bedakan dan membatasi mahasiswa yang berkebutuhan khusus. Mahasiswa difabel juga memiliki potensi yang sama dengan mahasiswa lain.
"Jangan ada diskriminasi," ujarnya kepada BeritaBenar.
Sejumlah gedung baru dibangun pada tahun 2000an telah dilengkapi fasilitas pendukung yang ramah bagi penyandang difabel. Gedung FISIP, Fakultas Ilmu Administrasi dan Fakultas Teknologi Pertanian, misalnya, telah dilengkapi jalur khusus untuk kursi roda bagi tunadaksa dan besi pegangan untuk tunanetra. Sedangkan gedung yang dibangun pada tahun 1970an dan 1980an belum dilengkapi fasilitas pendukung.
"Akan dibangun secara bertahap," ujarnya.
Selain itu, para dosen juga mendapat pelatihan khusus untuk dalam menyampaikan materi perkuliahan, agar mahasiswa difabel juga bisa mengikuti perkuliahan yang sama. Sejumlah perangkat disiapkan untuk mempermudah mahasiswa difabel. Misalnya, modul pengajaran audio untuk memudahkan mahasiswa tunanetra. Sedangkan mahasiswa tunarungu dibantu relawan untuk menerjemahkan dalam bahasa isyarat.
Perhatian khusus
Selama memberikan tugas perkuliahan, para dosen juga memberikan perhatian khusus. Ini dilakukan agar para mahasiswa difabel bisa mengikuti perkuliahan dan mengerjakan tugas sesuai keterbatasannya. Para dosen dan mahasiswa lain juga diajak untuk peduli dan turut membantu mahasiswa difabel.
Seluruh buku atau teks bacaan wajib dicetak dalam huruf braille untuk mahasiswa tunanetra. Kini, Slamet juga mengajar seorang mahasiswa yang mengalami kebutuhan khusus. Dia mengatakan, dibutuhkan kerja keras, perlakuan khusus dan pendampingan bagi kaum difabel.
"Secara akademik ada yang di bawah tapi ada juga prestasinya di atas rata-rata," ujarnya.
Sejumlah mahasiswa menunjukkan prestasinya, seperti Herlina Metearanti yang memiliki nilai terbaik untuk jurusan Hubungan Internasional. Sedangkan Fitria meraih prestasi akademik
terbaik untuk jurusan seni rupa. Selain itu, Yohanna Febrianti Hera dari Fakultas Ilmu Budaya tercatat lolos final pencarian bakat X-Factor Indonesia.
Slamet memahami kondisi akademik para mahasiswa difabel, lantaran mereka berasal dari beragam SMA Sekolah Luar Biasa pelosok nusantara, sedangkan metode dan cara pengajarannya berbeda. Untuk itu, diberikan bimbingan dan turorial untuk membantu para mahasiswa difabel.
Jalur khusus mahasiswa difabel
Universitas Brawijaya membuka jalur khusus untuk calon mahasiswa difabel. Mereka diseleksi di luar jalur resmi yang diselenggarakan perguruan tinggi negeri. Tahun ini ada 14 mahasiswa difabel yang diterima dari 30 calon mahasiswa yang mendaftar. Mereka terbagi dalam pendidikan sarjana dan vokasi.
"Mereka mengikuti ceramah, mengikuti penugasan dan presentasi," ujar Kepala Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD) Universitas Brawijaya, Wahyu Widodo kepada BeritaBenar.
Jurusan yang dipilih, katanya, disesuaikan dengan kondisi fisik dan keterbatasan yang dialami. Belum semua jurusan bisa menerima mahasiswa difabel.
"Jalur khusus ini tahun keempat," ujarnya.
Wahyu mengklaim jalur khusus difabel merupakan yang pertama di Indonesia. Sedangkan perguruan tinggi lain seleksi mahasiswa difabel melalui jalur yang sama dengan calon mahasiswa lain.
Untuk membantu mahasiswa difabel, sebanyak 89 relawan siap membantu.
"Para relawan dilatih bahasa isyarat," ujar Wahyu.
PSLD Universitas Brawijaya berkeliling ke sejumlah sekolah SLB untuk sosialisasi jalur khusus difabel. Sosialisasi diadakan di daerah Jawa Timur, seperti Surabaya, Kediri, Malang dan Tulungagung.
Sejumlah guru SLB, katanya, sering mengadvokasi sejumlah siswa yang ditolak berkuliah ke perguruan tinggi, sehingga sosialisasi digencarkan untuk menarik lebih banyak lagi mahasiswa difabel.
"Guru SLB terkejut, mereka tak tahu ada jalur khusus," ujarnya.
Pendidikan inklusif di perguruan tinggi selama ini diterapkan juga di kampus Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Sedangkan sejumlah perguruan tinggi menerapkan dalam kelas khusus tak membaur dengan mahasiswa lain, diantaranya di Universitas Negeri Jakarta, Universitas Pendidikan Indonesia Bandung dan Universitas Negeri Surabaya.
Terpanggil mendukung mahasiswa difabel
Agus Widodo, mahasiswa semester 3 jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Brawijaya mendorong kursi roda. M Reza Hanafi mahasiswa jurusan Bahasa Inggris, duduk di atas kursi roda itu. Kepada BeritaBenar Agus mengaku menjadi relawan karena panggilan jiwa.
"Keluarga saya juga difabel, terpanggil untuk membantu sesama," ujarnya.
Ini adalah tanggungjawab moral, katanya, agar mahasiswa difabel bisa belajar seperti mahasiswa lain. Sebelumnya, ia menjalani pelatihan untuk mendampingi mahasiswa difabel, seperti bahasa isyarat, agar memudahkan membantu mahasiswa tunarungu.
"Belajar bahasa isyarat menjadi tantangan tersendiri," ujarnya.
Para relawan mendampingi mahasiswa difabel selama proses perkuliahan. Proses pendampingan juga diatur, disesuaikan dengan jadwal kuliahnya. Tapi untuk kondisi darurat, Agus siap membantu mahasiswa difabel sampai di tempat kosnya.
"Kuliah humaniora harus menjadi orang humanis," ujarnya.
Sementara Reza mengaku tak ada hambatan dalam perkuliahan. Beragam fasilitas dan infrastruktur penunjang memudahkan mobilitasnya. Reza menilai tak ada hambatan berarti selama kuliah.
"Hanya lalu lintasnya yang kacau," katanya.
Sehingga menurutnya hal itu menghambat ruang geraknya dalam mobilitas. Mahasiswa Sastra Inggris lulusan MAN Kediri ini berharap agar bisa mengikuti kuliah dengan tenang dan nyaman.