Deportasi Tidak Hentikan Langkah Aktivis Demokrasi

Ismira Lutfia Tisnadibrata
2016.01.08
Jakarta
bersih-1000 Koalisi masyarakat sipil Malaysia, Bersih, dalam sebuah protes di Kuala Lumpur, 30 Agustus 2015. Mugiyanto Sipin, aktivis Indonesia dideportasi pemerintah Malaysia hari Kamis. Ia rencananya hadir di Malaysia untuk ikut berbicara dalam acara forum koalisi tersebut.
AFP

Aktivis pro-demokrasi Mugiyanto Sipin sudah puluhan kali berkunjung ke Malaysia untuk bertemu rekan-rekannya sesama aktivis di sana, tapi tidak pernah mengalami masalah masuk ke negeri jiran tersebut.

Namun Kamis 7 Januari lalu, pria yang akrab disapa Mugi ini hanya sempat menjejakkan kaki dua jam di Bandara Internasional Kuala Lumpur. Selanjutnya dia dipaksa harus kembali ke Jakarta karena kedatangannya ditolak otoritas setempat.

Mugi mendarat di Bandara Kuala Lumpur jam 11.30 waktu setempat. Rencananya, ia akan tinggal semalam di Kuala Lumpur untuk berbicara dalam  acara Forum Yellow Mania yang diadakan Bersih 2.0, koalisi masyarakat sipil Malaysia yang sedang berjuang bagi pelaksanaan pemilu bebas dan bersih.

"Saya mau keluar dari bandara, tapi saat hendak menyerahkan paspor di imigrasi, saya dihampiri petugas dan diarahkan ke sebuah ruangan. Lalu ada tiga petugas kepolisian Malaysia datang dan menjelaskan pada saya bahwa mereka mendapat arahan dari atasannya untuk mencegah kedatangan saya," tutur Mugi saat diwawancara BeritaBenar di Jakarta, Jumat.

Dia sempat ditanya mengenai tujuan dan kegiatan yang akan dilakukannya selama di Malaysia dan siapa pihak penyelenggara acara yang akan dihadirinya.

"Mereka katakan kepada saya bahwa saya telah salah memilih kontak atau rekan di Malaysia, yang ternyata dianggap oposisi oleh Pemerintah Malaysia," ujar Mugi.

Pria yang pernah menjadi Ketua Ikatan Keluarga Orang Hilang (IKOHI) selama 12 tahun pada 2002-2014 ini sempat meminta pada petugas kepolisian Malaysia untuk dapat menghubungi Duta Besar Indonesia di Malaysia.

"Namun mereka tak mengizinkan dengan alasan tidak perlu karena pesawat yang akan membawa saya kembali ke Jakarta segera boarding," tuturnya.

"Lalu dengan iringan 10 petugas, saya diantar sampai pintu pesawat yang berangkat jam 13.30 waktu setempat," ujar Mugi, sambil menambahkan terlepas dari dia dicegah masuk Malaysia, para petugas yang memeriksanya memperlakukan dengan baik.

Pejabat Imigrasi Malaysia yang dihubungi BeritaBenar hari Jumat  tidak mau menanggapi lebih lanjut mengenai alasan menghalangi aktivis reformasi Indonesia itu memasuki Malaysia.

Sementara itu organisasi pengacara hak asasi manusia (HAM) di Malaysia, Lawyer of Liberty, dalam statemen yang dikeluarkan 7 Januari mengatakan, “Karena tidak adanya alasan jelas dari Pemerintah Malaysia tentang dilarangnya Mugiyanto memasuki Malaysia, kami hanya bisa mengasumsi bahwa dia dilarang masuk Malaysia karena dia akan berbicara dalam forum Yellow Mania Bersih yang bertema ‘Gerakan Rakyat Bisa Membawa Perubahan’.”

Sementara itu pimpinan Bersih, Maria Chin Abdullah, dalam pernyataan kepada BeritaBenar mengatakan bahwa aksi pemerintah Malaysia mendeportasi Mugi adalah keterlaluan dan benar-benar tidak menghargai hak kebebasan berekspresi dan berkelompok.

“Kami malu atas tindakan mereka (pemerintah Malaysia) terutama mengetahui bagaimana Perdana Menteri Najib berkeliling dunia dan mengatakan kepada seluruh pemimpin pemerintahan dan publik bahwa Malaysia adalah negara moderat. Siapapun yang percaya hal ini adalah naif,” demikian Maria Chin Abdullah dalam respons tertulisnya kepada BeritaBenar.

Ia juga mengatakan bahwa deportasi Mugi adalah indikasi sebuah regim diktator yang merasa sangat ketakutan sehingga harus melalukan tindakan tidak adil seperti itu.

Tetap tampil sebagai pembicara

Meski telah dicegah masuk Malaysia, Mugi tetap bisa tampil sebagai pembicara pada acara seperti yang telah dijadwalkan melalui layanan pesan video daring, Skype.

"Saya hadir melalui Skype mulai jam 19.30 waktu Jakarta. Diskusi tetap berjalan dengan menarik bahkan sampai dua jam mengenai demokratisasi dan pengalaman saya membangun gerakan demokrasi di Indonesia," ujar Mugi.

Ketika awal-awal reformasi bergulir di Indonesia, Mugi dikenal sebagai seorang aktivis mahasiswa reformasi anti-Suharto. Dia ikut menggalang gerakan mahasiswa untuk “melawan” regim Orde Baru. Mugi termasuk seorang aktivis pro-demokrasi yang diculik, tetapi akhirnya dibebaskan.

Dalam respons tertulisnya kepada BeritaBenar, Maria Chin juga membenarkan bahwa tujuan utama mengundang Mugi berbicara di Malaysia adalah untuk mendengar pengalaman Mugi saat pergerakan reformasi di Indonesia dan bagaimana mereka bisa saling belajar dalam membawa perubahan demokrasi khususnya dalam sistem demokrasi dan juga bagaimana menggusur pemimpin yang korup.

Mugi yang kini bekerja sebagai Senior Program Officer untuk hak asasi manusia dan demokrasi di International Forum on Indonesian Development (INFID) di Jakarta menyebutkan bahwa kejadian ini tak akan menghentikan tekadnya membantu para aktivis di Malaysia untuk membangun pemilu yang adil dan bersih.

"Kejadian ini bahkan semakin memicu semangat rekan-rekan di Malaysia," ujarnya.

Menurut Mugi, deportasi yang dialaminya menunjukkan bahwa Malaysia masih tertinggal jauh dalam hal demokratisasi dibandingkan Indonesia karena acara yang digelar merupakan bentuk dari HAM paling dasar yaitu kebebasan berekspresi dan berkumpul.

"Ini jadi ironi karena terjadi hanya beberapa hari sejak kita memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), tapi hal yang paling dasar dari integrasi ini dalam hak asasi manusia sudah dilanggar oleh Malaysia," ujarnya.

Desak Indonesia protes Malaysia

Sugeng Bahagijo, Direktur Eksekutif INFID menuntut Pemerintah Indonesia untuk mengecam dan menyampaikan nota protes pada Malaysia atas pelanggaran kebebasan berpendapat dan berdiskusi. Dia juga meminta Indonesia untuk mendesak Pemerintah Malaysia supaya menjamin kebebasan berpendapat di negara jiran itu.

"Tindakan Pemerintah Malaysia tersebut jelas-jelas bertentangan dengan komitmen ASEAN dalam memajukan hak asasi manusia di ASEAN," ujar Sugeng.

Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk Komunitas ASEAN mengecam tindakan Pemerintah Malaysia yang mencekal Mugi karena hal itu bertentangan dengan semangat baru era Komunitas ASEAN dan telah mengancam kebebasan bergerak di kawasan.

"Apa yang dilakukan Malaysia (terhadap Mugi) mirip dengan yang dilakukan Pemerintah Soeharto pada era Orde Baru dengan mencekal para Indonesianis masuk Indonesia," ujar Daniel Awigra, mewakili Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk Komunitas ASEAN.

Koalisi itu juga menyebutkan, pencekalan dan pendeportasian Mugi sangat mencederai komunitas ASEAN yang lahir di Malaysia, mengingat negara itu memegang Ketua ASEAN pada tahun lalu.

"Dalam konteks Komunitas ASEAN, hal ini melawan kesepakatan kerjasama politik dan keamanan dalam dokumen Visi ASEAN 2025: Forging Ahead Together khususnya pasal yang menjamin masyarakat ASEAN dapat menikmati kebebasan fundamental dan HAM serta berkembang di lingkungan yang adil dan demokratis sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi," pungkas Daniel.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.